Tinta Media - Tragis, satu kata yang menggambarkan keadaan anak zaman sekarang. Berbagai bentuk kekerasan menyapa anak, bahkan dari pergaulan dan kawan sebayanya sendiri. Salah satu kejadian tragis ini terjadi di Sukabumi, Jawa Barat. Anak SD kelas 2 (9 tahun) menjadi korban pengeroyokan para kakak kelasnya (kompas.com, 21/5/2023).
Para pelaku masih duduk di kelas 4 dan kelas 5 SD. Korban diduga dikeroyok sebanyak dua kali, yaitu Senin (15/5/2023) dan Selasa (16/5/2023). Akibat pengeroyokan ini, korban mengalami kejang dan koma. Setelah dilakukan visum oleh pihak rumah sakit setempat, ternyata korban mengalami pecah pembuluh darah, dada retak, dan tulang punggung retak, hingga akhirnya menghembus napas terakhir pada Sabtu (20/5/2023).
Bullying Merusak Generasi
Fakta ini tentu saja meresahkan masyarakat, terkhusus orang tua. Bullying, masih marak terjadi di lingkungan pergaulan. Meskipun kampanye anti-bullying terus digalakkan, tetapi arus bullying masih terus terjadi. Begitu banyak faktor penyebab bullying, mulai dari kurikulum pendidikan, pola asuh dalam lingkungan keluarga, kebiasaan masyarakat, tontonan kekerasan yang bebas berkeliaran di berbagai media, baik media televisi maupun media sosial.
Kurikulum pendidikan hanya berorientasi pada pencapaian nilai akademik. Sementara nilai-nilai ajaran agama dicampakkan. Pun demikian dengan pola pengasuhan dan pendidikan keluarga. Mayoritas keluarga mendidik anak-anaknya tanpa ada dasar agama. Yang penting baik sesuai standar umum, tanpa ada kejelasan standar menurut syariat Islam. Maka, wajar jika anak-anak tumbuh dengan emosional yang tak terkendali, mau menang sendiri, nirsosial dan nirempati. Alhasil, keadaan psikis yang negatif ini melahirkan buruknya tingkah laku yang merusak kondisi masyarakat.
Negara pun lemah mengendalikan lingkungan sosial remaja yang hedonis. Tontonan tanpa filter dan tanpa kendali membanjiri kehidupan generasi. Semua tontonan nirmanfaat ini pun menjadi sumber yang "menginspirasi". Generasi meniru perbuatan kekerasan. Sementara, akses dan penyebaran media semakin memperparah keadaan generasi tanpa ada kontrol dari negara.
Kehidupan yang tak sehat dan tak seimbang menciptakan kasus bullying semakin meningkat dari waktu ke waktu, bahkan semakin sadis, hingga terjadi di kalangan anak sekolah dasar yang notabene masih sangat belia.
Inilah wujud pengaturan ala sekulerisme, konsep yang memisahkan aturan agama dari jalannya kehidupan. Indonesia menjadi salah satu negara darurat bullying sebagai akibat dari buruknya sistem buatan manusia. Selayaknya sistem yang buruk ini segera dicampakkan, kemudian menggantinya dengan sistem yang menyajikan solusi tanpa masalah, solusi sempurna yang menyeluruh di setiap bidang kehidupan.
Sistem Islam, Solusi Sempurna Tuntaskan Bullying
Sistem Islam-lah satu-satunya harapan yang menyajikan solusi tuntas. Sistem ini terbukti mampu melahirkan generasi-generasi mulia yang menjaga akhlak, adab, serta memiliki keluasan ilmu yang tinggi. Sistem Islam dalam wadah Khilafah Islamiyah, yaitu sistem yang melandaskan kehidupan pada aturan syariat Islam yang kaffah (menyeluruh). Landasan setiap perbuatan manusia adalah akidah, keimanan, dan hukum syariat Islam. Semua aturan jelas diatur dalam batasan yang baku sesuai perintah Allah Swt.
Syariat Islam menetapkan bahwa bullying adalah perbuatan dosa, wajib ditinggalkan setiap muslim karena termasuk perbuatan yang menzalimi pihak lain. Tindakan sadis yang dapat mengancam nyawa seseorang termasuk dosa besar yang dilarang syariat Islam. Dengan dorongan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt., kaum muslimin seharusnya mampu meninggalkan perbuatan yang mengakibatkan dharar (bahaya) pada pihak lain.
Allah Swt. berfirman dalam QS. Al-Hujurat ayat 11, yang artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. Al Hujurat: 11).
Jelaslah, bahwa hukum bullying adalah perbuatan yang wajib dihindari oleh setiap muslim. Banyak usaha yang harus dilakukan agar pemahaman, tolak ukur, dan penerimaan masyarakat, terutama generasi, sesuai dengan standar aturan syariat Islam. Usaha ini harus dilakukan dari ruang lingkup pendidikan terkecil, yakni keluarga, kemudian lembaga pendidikan, dan yang paling utama dan paling efektif adalah usaha dari negara.
Keluarga adalah benteng utama dan pertama dalam proses pendidikan generasi. Namun, keluarga tak mampu berdiri sendiri untuk mencapai keefektifan proses pembelajaran. Orang tua pun harus mampu menjadi teladan bagi anak-anak, baik dalam ruang lingkup keluarga maupun bermasyarakat. Ini karena tak jarang, bullying terjadi sebagai bentuk kekecewaan anak-anak kepada orang tuanya yang kerap mempertontonkan kekerasan.
Semua usaha pencegahan bullying membutuhkan adanya dukungan aturan negara yang ideologis dalam mendidik generasi, yaitu negara yang mengintegrasikan pendidikan generasi berdasarkan aturan syariat Islam. Negara-lah satu-satunya institusi terkuat yang mampu mengikat warga negara. Negara juga sebagai satu-satunya elemen penting yang mampu membentuk karakter generasi sesuai dengan kriteria syariat Islam.
Tak ada alasan untuk meninggalkan syariat Islam. Apa pun alasannya, syariat Islam wajib diterapkan untuk mengatur kehidupan. Ini karena syariat Islam adalah satu-satunya petunjuk kehidupan bagi seluruh manusia, demi menjaga kemuliaan generasi dari masa ke masa. Wallahu a'lam bisshawwab.
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor