Cina Minta APBN Jamin KCIC, Hilmi: Sejak Awal Proyek Ini Bermasalah - Tinta Media

Rabu, 24 Mei 2023

Cina Minta APBN Jamin KCIC, Hilmi: Sejak Awal Proyek Ini Bermasalah

Tinta Media - Menanggapi permintaan Cina agar APBN menjadi jaminan terhadap proyek Kereta Cepat Indonesia-Cina, Ketua Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (Hilmi), Dr. Julian Sigit, S.E, M.E.Sy, menilai bahwa sejak awal proyek ini bermasalah.

"Jadi, terkait kasus kereta cepat Indonesia-Cina, itu kan jauh-jauh hari sudah dianalisa dan diperhitungkan bahwa memang proyek dari kereta cepat Indonesia-Cina ini atau KCIC ini, bermasalah," tuturnya kepada Tinta Media, Sabtu (15/4/2023).

Menurutnya, proyek ini bermasalah mulai dari perencanaan termasuk juga mapping, bahkan dieksekusi. Akhirnya memang menimbulkan dampak yang signifikan.

"Pembengkakan anggaran yang tidak sedikit, dan yang awalnya sifatnya  B to B (business to business), tidak melibatkan APBN, akhirnya kalau kita melihat fakta, justru melibatkan APBN," ungkapnya.

Nah, lanjutnya, fakta itu menunjukkan bahwa proyek kereta cepat ini minim kajian dan terkesan ini menjadi terkena jebakan debt trap. 

"Debt Trap oleh China, di kisaran 91 triliun, dan pemerintah Jepang itu mengatakan bahwa 75% biayanya itu ditanggung oleh pemerintah Jepang dengan tenor bunganya 0,1% kalau tidak salah," terangnya.

Julian menjelaskan, tiba-tiba kemudian China datang menawarkan dengan harga yang lebih murah yaitu di kisaran 81 triliun. Akhirnya pemerintah Indonesia tertarik. Tetapi masalahanya, kalau kita melihat, karena adanya cost overrun (pembengkakan biaya) ini. 

"Pembengkakan ini, pemerintah China ini menetapkan bunga yang sangat besar yaitu 3,4%. Namun dalam konteks ini pemerintah hanya mampu membayar bunganya itu di kisaran 2%. Nah, ada kemungkinan 1,4% itu diambil dari APBN. Nah ini yang menyebabkan sehingga kalau memang nanti dibayarkan, pemerintah China itu bisa mengakuisisi, mengelola kereta cepat itu, dan ini termasuk ke dalam debt trap," paparnya.

Ia menerangkan, (kondisi ini) persis sebagaimana apa yang terjadi di proyek-proyek debt trap atau jebakan hutang yang terjadi seperti di Srilanka.
"Yang pelabuhan strategisnya, akhirnya kemudian diambil alih oleh China," imbuhnya.

"Sehingga, kalau kita melihat peta dan konsep alurnya, yang hari ini berkembang, mulai dari minim kajian, termasuk biaya bunga yang sangat besar, termasuk juga awalnya tadi B to B (business to business), justru jadinya B to G atau business to government," jelasnya.

Ini menunjukkan ada kesan, bahwa pemerintah Indonesia ini termasuk atau terkena jebakan hutang dari China yang ujung-ujungnya bisa jadi nanti dikelola oleh China, selain kita sudah mengeluarkan banyak uang dari APBN.

Islam

Menurutnya, kalau dikaitkan dengan Islam, maka Islam memandang sebetulnya konsep kepemilikan umum itu jelas. Dalam konteks ini, infrastruktur itu menjadi tanggung jawab negara. 

"Islam memandang bahwa APBN itu sebesar-besarnya, betul-betul dikelola oleh negara untuk menyejahterakan masyarakat. Mulai dari sumber pemasukannya, termasuk pengelolaanya itu betul-betul dikelola untuk menyejahterakan dan meriayah masyarakat. Jadi bukan untuk kepentingan oligarki atau pengusaha semata," tandasnya.

Nah, kalau melihat fakta hari ini, Julian mengungkapkan, justru terkesan ini banyak pihak yang kemudian mencari rente dari proyek ini. "Nah, syariah Islam memandang justru kalau misalkan APBN, itu betul-betul dikelola oleh negara dengan mengoptimalkan dari sektor kepemilikan umum bukan dari pajak," terangnya.

Menurutnya, sektor kepemilikan umum ini, kemudian dikelola, didistribusikan mulai dari mencukupi kebutuhan-kebutuhan primer untuk infrastruktur, termasuk misalkan nanti untuk pelayanan-pelayanan publik.

"Nah, ini dikelola betul-betul oleh negara sehingga proporsinya itu betul-betul untuk menyejahterakan masyarakat, bukan menyejahterakan atau menguntungkan oligarki," kembali ia menegaskan.

"Ini menarik sebetulnya, dalam konteks Islam itu," ungkap Julian. Sehingga, sambungnya, "Kalau pengelolaan APBN dalam Islam, betul-betul APBN dikelola sesuai dengan aturan syariah yang dimana peruntukannya itu jelas untuk kepentingan publik, bukan untuk kepentingan oligarki atau misalnya pencitraan dari penguasa, saya kira seperti itu," pungkasnya.[]'Aziimatul Azka
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :