Tinta Media - Kecukupan materi dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari merupakan impian setiap individu. Apalagi, kondisi perekonomian dunia yang tak keruan, mengharuskan bekerja keras demi sesuap nasi. Selain itu, sulitnya mencari pekerjaan mengharuskan setiap individu harus kreatif dan inovatif dalam berkarya. Sebab, hidup membutuhkan 'materi' untuk bertahan di tengah terpaan badai resesi.
Maka, pemerintah bergegas bekerja sama dengan perusahaan untuk bisa menyaring anak-anak Indonesia lulusan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Program yang telah dirancang oleh pemerintah diharapkan bisa membantu mengurangi pengangguran di Indonesia.
Ada beberapa sekolah yang telah bekerja sama dengan pihak industri, salah satunya SMKN 1 Cirebon. Kerjasamanya meliputi rekruitment tenaga kerja, suplay chain product, magang, dan penyelarasan kurikulum, sehingga akan memudahkan pihak sekolah menyalurkan peserta didiknya untuk berkompetensi di perusahaan.
Memang benar, terlihat begitu mudah dalam urusan mencari pekerjaan. Siswa tak perlu lelah berkeliling, tetapi perusahaan yang akan mendatangi sekolah untuk melakukan rekruitmen. Syaratnya, sekolah harus mengikuti aturan industri dalam ranah apa pun.
Itulah yang menjadi momok bagi sekolah kejuruan dalam membangun visi misinya. Satu sisi menyesuaikan kurikulum berdasarkan satuan pendidikan, tetapi di sisi lain harus memasukkan kurikulum yang diminta oleh industri, agar siswanya bisa mudah bekerja setelah lulus nanti.
Visi yang Tak Berarah
Pendidikan seharusnya menghasilkan peserta didik yang memiliki kepribadian khas. Artinya, PendPendidikan harus bisa mencetak siswa menjadi insan yang bermanfaat bagi agama dan masyarakat, bukan hanya sekadar cerdas secara finansial, tetapi rapuh dalam hal keimanan. Jelas, semuanya tertulis lengkap dalam visi misi sekolah tersebut.
Hanya saja, pendidikan yang berpedoman pada asas manfaat saat ini, aturannya haruslah saling menguntungkan antara industri dan sekolah. Nantinya, kerja sama yang dibangun akan lebih fokus di ranah kurikulum, seperti penyelarasan kegiatan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dunia kerja. Adapula program kunjungan industri yang bertujuan memberikan wawasan mengenai dunia kerja.
Jika ditelaah, kerja sama industri dengan sekolah memang mempermudah siswa masuk dunia kerja, terlebih pada saat industri benar-benar hanya membutuhkan orang-orang muda untuk masuk ke perusahaannya karena lebih gesit, kreatif, berinovasi, dan memiliki etos kerja yang tinggi.
Namun, apakah siswa yang notabene merupakan generasi muda mampu bertahan dengan tekanan yang diberikan industri? Apakah siswa memiliki kepribadian khas di dalam dirinya? Jawabannya, belum tentu. Karena orientasi penerapan ini adalah semu.
Mengapa demikian? Karena paradigma yang dibangun adalah materi dan manfaat. Wajar, banyak sekolah kejuruan berbondong-bondong bekerja sama dengan industri. Padahal, kurikulum yang menonjol hanyalah untuk mencetak tenaga terapan (buruh terdidik) bagi kepentingan industri. Bahkan, adanya riset pun dihilirisasi untuk kepentingan industri.
Akhirnya, pendidikan yang asalnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan ilmu-ilmu terapan, menjadi lebih berorientasi pasar kerja (menghasilkan uang). Sedangkan sektor industri merupakan bagian yang saat ini dianggap paling strategis menyerap pasar kerja. Inilah simbiosis mutualisme antara pendidikan SMK dengan pelaku industri.
Begitulah aturan yang dikembangkan oleh aturan demokrasi. Aturan yang berawal dari sistem sekuler-kapitalistik selalu menjadikan asas manfaat menjadi tumpuannya. Siswalah yang menjadi korban utama akan keganasan aturan ini. Mereka begitu minim pengetahuan akan agama, karena lebih mengutamakan duniawi. Tidak jarang, ilmu yang mereka dapatkan tidak dimanfaatkan untuk mendorong berkembang peradaban luhur (Islam). Mereka rela menjual ilmunya demi keuntungan duniawi. Astagfirullah.
Inilah fakta, betapa pendidikan di negeri ini hampir semuanya berpijak pada asing/swasta. Negara telah lalai dalam menyiapkan pendidikan terbaik bagi siswa, karena mementingkan kebutuhan industri. Walhasil, cita-cita pendidikan yang akan dibangun telah melenceng dari yang semestinya.
Pendidikan bukan lagi untuk mencerdaskan anak bangsa dan mencetak sumber daya manusia yang berkarakter dan bermanfaat bagi masyarakat. Namun, generasi menuntut ilmu agar bisa langsung dapar kerja. Maka, slogan bahwa ilmu yang membawa kesejahteraan rakyat hanyalah ilusi semata. Sebab, generasi hanya dipersiapkan untuk disodorkan ke asing sebagai tenaga industri.
Dengan begitu, negara rela kehilangan sumber daya manusianya yang unggul. Sebab, di masa depan tidak lagi ditemui generasi yang peduli terhadap urusan umat maupun yang bermental pemimpin. Mereka hanya sibuk memoles diri agar dilirik perusahaan (milik asing), bukan peka terhadap lingkungan sekitar. Terciptalah saat itu pribadi yang individualis.
Beginilah keadaan pendidikan yang sudah dicengkeram ideologi kapitalisme. Kapitalisme menjadikan negara bergantung pada asing/swasta. Kapitalisme juga membuat negara berlepas tangan dari peran seharusnya, yaitu menyelenggarakan pendidikan secara penuh dan berkualitas bagi rakyat. Akibatnya, swasta/asing yang lebih berperan dalam membina/bekerjasama dengan SMK.
Pendidikan Kejuruan dalam Islam
Islam memiliki aturan yang luhur, karena bersumber langsung dari Sang Pencipta, Allah Swt. Maka, keberadaan pendidikan akan diselaraskan sesuai fitrah manusia, karena menjadi bagian terpenting untuk diutamakan. Walhasil, dalam Islam, tujuan pendidikan kejuruan tetaplah harus melahirkan tenaga terapan yang terampil bagi kepentingan masyarakat luas, termasuk untuk mendukung berjalannya fungsi negara sebagai pengelola urusan rakyat. Di samping itu, mereka juga harus memiliki kepribadian Islam yang kuat agar mampu mengembangkan keahlian bagi pembangunan peradaban.
Visi utama yang dibangun berasaskan akidah Islam, yaitu menyelaraskan antara akliyah, nafsiyah, kreativitas, inovatif, dan motorik. Sehingga, siswa bisa meraih duniawi, tetapi tidak meninggalkan sisi akhiratnya. Artinya, mereka tidak gersang keimanannya, karena itulah pondasi utamanya.
Kehadiran negara pun memiliki peran penting, karena sebagai pelaksana dalam memenuhi kebutuhan rakyat. Ini karena pendidikan merupakan instrumen penting untuk dikelola secara serius oleh negara dan merupakan hak bagi masyarakat untuk memperolehnya dengan mudah, bahkan gratis. Negara wajib meyediakan sarana prasarana yang memadai, seperti gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya. Di samping itu, negara harus memastikan bahwa kurikulumnya tidak melenceng dari visi pendidikan.
Nantinya, negara akan mengapresiasi dan memanfaatkan keterampilan maupun pemikiran luar biasa dari para generasi yang mumpuni, untuk memajukan bangsanya. Dengan demikian, keahlian mereka begitu bernilai dan akan terus dikembangkan dan dicurahkan untuk membangun peradaban. Inilah impian pendidikan yang sesungguhnya. Namun, hal itu hanya akan terasa dalam aturan Islam, bukan sekuler kapitalisme.
Wallahu'alam bishshawab.
Oleh: Citra Salsabila
Pegiat Literasi