Tinta Media - Presiden Asosisasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Mirah Sumirat, mengatakan penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang cipta kerja hanyalah akal-akalan pemerintah dan DPR.
“Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang adalah akal-akalan dari Pemerintah dan DPR, untuk memberikan “karpet merah” dan kemudahan kepada kelompok pemodal dan investor,” ungkapnya dalam Press Release Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) yang diterima Tinta Media dengan tema "May Day 2023, Momentum Satukan Komitmen Perlawanan Terhadap Omnibus Law" Senin (1/5/2023).
Padahal, UU Cipta Kerja yang ada, menurutnya, telah menjadi pintu masuk bagi kelompok pemodal dan investor untuk memiskinkan pekerja dan rakyat Indonesia. "UU Cipta Kerja telah menghilangkan jaminan kepastian pekerjaan, jaminan kepastian upah dan kepastian jaminan sosial,” tegasnya.
Ia mengatakan, pengesahan ini menjadi bukti kongrit minimnya keberpihakan Pemerintah dan DPR terhadap nasib pekerja, dengan fakta-fakta ini menyakiti hati pekerja dan rakyat Indonesia.
“Alih-alih mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi dan melakukan perbaikan atas UU Cipta Kerja, pada 30 Desember 2022, Presiden Joko Widodo justru mengesahkan (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan tanggal 21 Maret 2023, DPR justru menyetujui dan mengesahkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang,” terangnya
Setidaknya terdapat lima poin tuntutan ASPEK terhadap pemerintah dan DPR, dalam Press Release. Pertama, cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja yang merugikan pekerja, Kedua, tolak PHK sepihak. Ketiga, tolak RUU Omnibus Law Kesehatan. Keempat, Sahkan RUU PRT ( Pekerja Rumah Tangga). Kelima, berikan kesejahteraan dan kepastian hukum kepada pekerja berbasis platform/online. [] Abi Nayyara