Tinta Media - Hari Raya Idul Fitri tahun ini dipastikan akan terjadi perbedaan, untuk Muhammadiyah yang menggunakan metode hisab wujudul hilal, sudah bisa dipastikan akan berhari raya hari jumat tanggal 21 April 2023, sedangkan bagi yang Nahdhlatul Ulama (NU), juga akan terpecah menjadi dua pendapat, ialah hari Jumat bareng dengan Muhammadiyah, dan hari Sabtu tanggal 22 April 2023. Ini disebabkan sistem falak dan kitab yang dipakai meskipun menggunakan rukyatul hilal dalam pengakuannya, namun masih menggunakan metode Imkanurrukyat dalam terapannya.
Ironisnya, metode imkanurrukyat ini juga mengalami perubahan sejak tahun 2022 lalu, ialah terjadi kenaikan derajat minimal 2 derajat menjadi 3 derajat dan itupun dalam standar ilmu astronomi barat seperti Nautical Almanac dan Ephimeris, yang kenaikan ini diputuskan secara sepihak oleh LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dengan meninggalkan kitab-kitab ilmu falak klasik yang diajarkan oleh para ulama salaf terdahulu.
Akibatnya, dalam menentukan awal bulan Hijriah termasuk hari raya tidaklah menggunakan rukyat murni, tapi imkanurrukyat yang sangat tinggi derajatnya sehingga meskipun ada orang yang berhasil melihat bulan bil fi'li maka pengakuannya akan ditolak apabila menurut imkanurrukyat itu tidak memenuhi standar.
Berdasarkan data hisab bulan Hijriah dalam berbagai sistem yang ada, kitab-kitab ulama salaf lebih banyak menyatakan bahwa rukyat mungkin dilakukan pada akhir Ramadhan 1444 H tahun ini, karena kebanyakan sistem falak salaf seperti Sullamunnayyirayni, Fathuroufil Mannan, Badiatul Mitsal dan banyak lagi lainnya menyatakan bahwa irtifaul hilal malam Jumat 20 April 2023 sudah di atas 3 derajat dalam standar hisab pesantren.
Namun sayangnya dalam hisab modern yang dipakai LAPAN dari ilmu astronomi barat irtifaul hilal masih 1 derajat lebih sedikit sehingga tidak memenuhi kriteria imkanurrukyat terbaru standar LAPAN. Akibatnya bisa dipastikan bahwa meskipun ada laporan rukyat dari suatu tempat maka akan ditolak oleh otoritas yang berwenang di pemerintah karena LAPAN sebagai lembaga negara akan bersikukuh sistemnya adalah yang paling benar.
Inilah yang kemudian akan membuat perayaan Idul Fitri dan bahkan Idul Adha tahun ini akan berbeda dan akan terus sering berbeda.
Jika kita mau jujur, pada dasarnya Nabi Muhammad SAW tidak pernah menggunakan hisab apalagi Imkanurrukyat dalam berhari raya, nabi Muhammad SAW tidak pernah menolak rukyat walau dari 1 orang saja, bahkan nabi Muhammad saw tegas menyatakan :
صوموا لرؤيته وافطروا لرؤيته، الحديث
"berpuasalah karena rukyat hilal dan berbukalah karena rukyatul hilal".
Intinya nabi menjadikan rukyat bil fi'li sebagai patokan utama awal bulan.
Berdasarkan hal ini, seharusnya perayaan hari raya idul fitri atau lainnya harus menunggu hasil rukyat bilfi'li, sehingga meskipun menurut metode wujudul hilal bulan baru sudah terbit, kalau bulan itu tidak bisa dilihat maka awal bulan harus digeser ke hari berikutnya, demikian pula meskipun menurut metode imkanurrukyat bulan tersebut tidak bisa dilihat, namun jika ternyata ada yang melihat hilal pada hari itu maka besoknya adalah bulan baru. Inilah standar asli baginda nabi Muhammad saw. sehingga tidak perlu ada perbedaan hari raya seperti yang terjadi saat ini...
Hanya sayangnya, di negeri Indonesia ini, rupanya para ulama dan para pejabatnya masih dikuasai gengsi-gengsian, merasa sistemnya yang paling benar, paling akurat, dan yang bukan miliknya itu kurang akurat, ketinggalan zaman dan primitif. Akibatnya dengan sikap seperti itu ritual ibadah umat dikorbankan dan bahkan persatuan bangsa juga terancam.
Saya sebagai warga NU tentu taat pada pimpinan, namun dalam hati yang terdalam saya juga mengeluh pada LAPAN dan kementerian agama pada khususnya dan pemerintah pada umumnya, mari jadikan hasil rukyat bil fi'li sebagai patokan utama, jangan jadikan imkanurrukyat 3 derajat standar barat untuk menolak hasil rukyat seperti insiden tahun lalu, jangan gengsi mengakui kesalahan standar imkanurrukyat 3 derajat itu karena sejak awal itu disepakati seluruh ahli falak hanya 2 derajat, jangan remehkan kitab kitab ulama salaf dalam ilmu falak karena beliau pengarangnya banyak yang terdiri dari para auliya' yang kasyaf, jangan mendewakan sistem astronomi barat yang baru ada itu, apalagi mendasarkan ritual keagaamaan umat Islam seluruh Indonesia pada hal itu dengan mengabaikan khazanah keilmuan ulama terdahulu yang sudah terbukti bertahun tahun kebenarannya.
Satu kata dari saya...! Takutlah kepada Allah..! Takutlah kepada Allah...!, keputusanmu akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah, jika salah..!
Maka seluruh akibatnya akan ditanggung oleh yang membuat keputusan..! Termasuk saya akan menuntut mereka-mereka di akhirat yang telah menjerumuskan umat dalam kesalahan hanya karena gengsi mengakui kesalahan.
Sekedar mengingatkan, gerhana matahari yang akan terjadi hari Kamis tanggal 20 April 2023 itu justru lebih menguatkan bahwa ijtimak sudah terjadi di waktu itu dan besoknya seharusnya sudah bulan baru, karena gerhana matahari tidak akan terjadi kecuali di akhir bulan Hijriah saat matahari dan bulan berkumpul atau ijtimak..!
Allah sudah memberikan tandanya pada kita sekaligus menegur metode imkanurrukyat 3 derajat yang arogan selama ini...
Wallahu a'lam bisshowab...
Oleh: KH. Bustomi Arisandi, S.H., M.H.
Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikmah Langkap Burneh Bangkalan.
Wakil Katib PCNU Bangkalan.
Sekretaris Umum MUI Bangkalan.