Tinta Media - Menanggapi kekerasan yang dilakukan oleh penjajah Israel terhadap Palestina yang sedang beribadah di dalam masjid Al-Aqsa di bulan Ramadhan, Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan, S.H.,M.H. menyampaikan pendapat hukumnya.
"Beredar Informasi di media bahwasanya Israel kembali melakukan aksi kekerasan terhadap muslim di Palestina pada bulan Ramadhan ini di saat penduduk Palestina tengah menjalani ibadah di Masjid Al-Aqsa. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, saya akan memberikan pendapat hukum (legal opinion) sebagai berikut," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (6/4/2023).
Pertama, bahwa LBH Pelita Umat menjelaskan apa yang terjadi di Palestina adalah bentuk penjajahan. “Saya pernah melaporkan atau menggugat ke Internasional Criminal Court (ICC) dan UN tentang keberadaan Israel di Palestina tetapi gugatan tersebut hingga kini tidak ada respon," ujarnya.
Kedua, bahwa untuk menguatkan dalil Israel adalah penjajah dapat dilihat dari peristiwa Perjanjian Sykes-Picot pada 1916 antara Inggris dan Prancis. "Inggris dan Prancis membagi peninggalan Khilafah Utsmaniyah/Ottoman di wilayah Arab dan pada perjanjian tersebut ditegaskan bahwa Prancis mendapat wilayah jajaran Suriah dan Lebanon, sednagkan Inggris memperoleh wilayah jajahan Irak dan Yordania. Sementara itu, Palestina dijadikan status wilayahnya sebagai wilayah internasional. Dan semenjak peristiwa Deklarasi Balfour 1917 perjanjian ini menjanjikan Negara Yahudi di Palestina," bebernya.
Ketiga, bahwa berdasarkan Putusan (Resolusi) 1514 (XV) dalam sidang Umum Perserikatan Bangsa Bangsa PBB, pada tanggal 14 Desember, 1960, dengan nama: “Pernyataan Mengenai Kewajiban Pemberian Kemerdekaan Kepada Negeri-Negeri dan Bangsa-Bangsa terjajah.” (Decleration surl’octroi de l’indépenden aux pays et peuple coloniaux).
"Pada keputusan sidang tersebut tanggal 21 Juni 1971, mengatakan bahwa: _“Dasar hak penentuan nasib diri-sendiri untuk segala bangsa yang terjajah dan cara-cara untuk mengakhiri dengan secepat-cepatnya segala macam bentuk penjajahan, sudah ditegaskan dalam Resolusi 1514 dari Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB," ungkapnya.
Keempat, bahwa berdasarkan Pasal 5, dari Resolusi 1514 (XV) itu memerintahkan: “Untuk menyerahkan segala kekuasaan kepada bangsa penduduk asli dari wilayah-wilayah jajahan itu, dengan tidak bersyarat apa-apapun, menuruti kemauan dan kehendak mereka itu sendiri yang dinyatakan dengan bebas, dengan tiada memandang perbedaan bangsa, agama atau warna kulit mareka, supaya mareka dapat menikmati kemerdekaan dan kebebasan yang sempurna."
Kelima, bahwa kemerdekaan hakiki Palestina adalah hengkangnya Israel dari wilayah Palestina. Menurutnya, kemerdekaan Palestina tidak bisa dimaknai berdirinya dua negara dalam satu wilayah yaitu Palestina dan Israel, apabila itu terjadi maka sejatinya Palestina belum merdeka.
Keenam, bahwa mengacu pada sejarah ini sesungguhnya Palestina dan negeri-negeri muslim lainnya tidak dapat "dibebaskan" dari penjajahan. "Sementara kaum muslimin masih "terkungkung" dalam negara kebangsaan," pungkasnya.[] Robby Vidiansyah Prasetio