Negara Bertanggung Jawab atas Rendahnya Kesehatan Mental Rakyat - Tinta Media

Selasa, 11 April 2023

Negara Bertanggung Jawab atas Rendahnya Kesehatan Mental Rakyat


Tinta Media - Akhir-akhir ini Indonesia sedang digemparkan dengan berbagai kasus bunuh diri. Misal saja pada januri 2023, terdapat lima kasus bunuh diri yang dilakukan oleh remaja di Toraja. Ada juga seorang pria yang merupakan karyawan berusia 24 tahun tewas gantung diri di Ambon. Gantung diri juga dilakukan oleh seorang anak berusia 11 tahun di Banyuwangi. Tak lama, kasus gantung diri kembali terjadi dan dilakukan oleh gadis berusia 14 tahun di Jembrana, Bali, disusul kabar yang saat ini masih hangat diperbincangkan yaitu ditemukannya seorang mahasiswa Universitas Indonesia (UI) inisial MPD yang tewas, diduga melompat dari lantai 18 apartemen di Jakarta Selatan.

Terakhir, warga Dusun Wirokerten RT 02 Kelurahan Wirokerten Kapanewon Banguntapan, Bantul menemukan NS, seorang lelaki berumur 38 tahun ditemukan gantung diri di dapur rumahnya sekitar pukul 17.00 WIB. Dia ditemukan oleh ibunya, S (58) yang kebetulan mencari anaknya tersebut karena tidak kelihatan  (SINDOnews.com, 9/3/2023). Menurut keterangan keluarga, NS baru satu minggu yang lalu pulang dari bekerja sebagai tukang bangunan di Bogor Jawa Barat. Informasi dari tetangga, NS terlihat ada gangguan psikis.

Menurut penelitian terbaru, insiden serupa bisa jadi jauh lebih tinggi dari jumlah korban yang terdata secara resmi. Penyebab utamanya diyakini terkait dengan masalah kesehatan mental dan kelemahan dalam sistem pendataan. 

Sebuah studi tahun 2022 menyatakan bahwa angka bunuh diri di Indonesia bisa jadi empat kali lebih tinggi dari data resmi. Menurut WHO, bunuh diri menjadi penyebab utama kematian ke-empat di antara usia 15-29 tahun secara global pada tahun 2019. (BBC News Indonesia, 25/01/2023)

Sungguh ironisnya negeri ini. Mengapa tidak? Banyak sekali kasus bunuh diri yang nampaknya tak hanya popular di kalangan dewasa saja, tetapi kini marak dilakukan oleh para remaja dan generasi pada usia produktif. Di usia yang seharusnya seseorang mampu untuk terus belajar menggapai impian dengan mengembangkan segala potensi unik yang dimiliki sehingga dia mampu menemukan cara mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya dalam hidup, nyatanya harus diakhiri dengan cara tragis dan mengenaskan, sehingga terenggutlah jiwa dan raganya. 

Melihat betapa banyak kasus bunuh diri yang terjadi saat ini, mengindikasikan bahwa mayarakat sedang mengalami gangguan kesehatan mental. hal ini tak terhindarkan karena disebabkan oleh beberapa faktor yakni: 

Pertama, saat ini sudah menjadi hal biasa seorang anak tumbuh tanpa penanaman akidah dalam keluarganya. Mereka terlalu sibuk mengejar dunia hingga lupa akan kewajiban sebagai orang tua. Alhasil, ketika mengalami berbagai tekanan, anak akan mudah rapuh dan tidak mampu menyelesaikan masalah dengan baik, sehingga jalan instan yang dipilih adalah dengan melakukan bunuh diri sebagaimana peristiwa yang saat ini banyak terjadi. Harapannya, semua masalah dapat terselesaikan ketika dirinya sudah tiada, meskipun dia mungkin tahu bahwa kematian bukanlah akhir segalanya. 

Kedua, lingkungan sebagai wadah pembentukan diri. Aspek ini menjadi pengaruh yang sangat dominan terhadap pembentukan pola pikir dan perilaku seorang anak. Lingkungan yang buruk hanya mengantarkan para pemuda ke suatu keadaan yang salah arah, pun sebaliknya.

Ketiga, negara dengan sistem yang ada saat ini ternyata tidaklah mampu menyelesaikan permasalahan generasi hari ini, meskipun keberadaannya diakui oleh dunia. Bukan hanya itu, sistem ini dapat dikatakan tidak layak, sebab pada faktanya tidak dapat memberikan pendidikan secara utuh sebagaimana mestinya negara memfasilitasi generasi muda agar dia mampu berdaya untuk negara dan tentunya tidak berlepas diri dari ajaran agama. 

Tidak ada kurikulum yang mampu membina para generasi menjadi seorang pemuda yang cerdas dan kuat. Yang ada hanyalah sebuah sistem sekuler dengan kurikulum yang menekan tanpa memberi ruang bagi mereka untuk mengembangkan kreativitas sebagaimana mestinya. 

Kurangnya pendidikan agama semakin membuat para generasi tak memiliki pegangan ketika sedang terombang-ambing tanpa tujuan. Tidak heran bila saat ini masyarakat sedang mengalami gangguan kesehatan mental yang sangat meresahkan. Lalu, bila sudah begini, siapa yang mau disalah kan?

Perilaku ini sebenarnya sangat rendah. Bagaimanapun, hasilnya tetap saja merefleksikan sesuatu yang rendah. Masalah ini menunjukkan bahwa ada yang salah dalam hidup. Tentu saja, yang demikian itu merupakan hasil dari sistem kehidupan yang dipercaya masyarakat di semua aspeknya. 

Nyatanya, aspek tersebut gagal mengangkat martabat manusia dengan taraf pikir yang tinggi. Semua mengerucut pada buruknya sistem dan penguasa yang abai atas masyarakat. Negara tampaknya telah gagal menghasilkan individu-individu yang terampil. Padahal, seorang muslim tahu dan tidak akan melakukan apa pun yang dapat membahayakan diri, bahkan sampai mengancam jiwanya. Cukuplah Allah Swt. bagi dia dengan menjadikan rida-Nya sebagai standar benar-salah, boleh-tidaknya dalam melakukan segala hal dalam hidupnya. 

Pemisahan agama dengan kehidupann merupakan hasil dari sistem sekuler yang melahirkan segala aturan buatan manusia tanpa melibatkan Sang Pencipta dalam pembuatannya, sehingga jangan berharap sakinah akan hadir dalam jiwanya. 

Kekayaan, ketenaran, pendidikan, dan standar kebahagiaan menurut mereka nyatanya didasarkan pada pencapaian materi, tanpa memperhitungkan aspek kejiwaan. Alhasil, keringlah jiwa manusia yang diikuti dengan rapuhnya nilai ruhiyah mereka, kemudian menggerogoti masyarakat. Materi selalu menjadi sesuatu yang memaksa manusia untuk berkompetisi agar bisa mendapatkan dengan menghalalkan berbagai cara.

Sistem ekonomi menjadikan si kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin, sehingga menyebabkan kesenjangan yang begitu luar biasa antarmereka. Hal ini semakin memperparah keadaan rakyat. Saat ini banyak orang berlomba-lomba di media dan kehidupan sosial mereka untuk pamer kekayaan dan kesuksesan. 

Anehnya, hal itu dilakukan juga oleh para penguasa di tengah banyaknya rakyat yang dilanda kemiskinan serta mengalami penderitaan. Hal ini tentu menimbulkan tekanan batin dan gangguan mental rakyat, sehingga pelampiasan emosi, kemarahan sering kali berujung pada tindak kriminalitas, menyakiti diri sendiri, atau bahkan bunuh diri.

Jadi, tak heran bila sistem bobrok ini melahirkan generasi dengan kesehatan mental yang rendah, tidak percaya diri dan tanpa tujuan. Ketika mendapatkan tekanan yang berat, dan pondasi akidah tidak terbentuk dalam diri yang menyebabkan ketenangan jiwa tak kunjung didapat. Alhasil, suicide (bunuh diri) menjadi pillihan. Parahnya, negara abai akan hal itu. Dengan tidak adanya kebijakan yang mampu menanggulangi permasalahan ini agar tidak terulang kembali membuktikan negara seakan tidak menganggap serius kasus-kasus bunuh diri yang menyedihkan ini.

Dalam sistem Islam, rida Allah Swt. merupakan sumber sejati kebahagiaan. Islam menjadikan akidah sebagai dasar atas pola asuh, kurikulum pendidikan, kehidupan bermasyarakat, ekonomi, politik, dan hukum, sehingga aturan tidak akan berubah secara signifikan, mendadak, apalagi melenceng dari fitrah manusia. 

Islam memandang bahwa prioritas utama yang wajib dan segera diwujudkan adalah kemaslahatan umat dalam menjalankan sistem pemerintahan. Oleh sebab itu, pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, bahkan kebutuhan jiwa yang berotientasi pada kesehatan mental masyarakat akan ditanggung sepenuhnya oleh negara melalui kaki tangan penguasa. 

Untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Sang Pencipta, Allah Swt., negara akan menciptakan kehidupan masyarakat yang terbiasa beramar makruf nahi mungkar. Dengan begitu, baik individu, keluarga, masyarakat, maupun para penguasa akan menjadikan ketakwaan kepada Allah sebagai amunisinya dalam mengarungi kehidupan. Nilai kerohanian akan timbul berkat kedekataannya kepada Allah Swt. Pondasi akidah yang kuat akan menentramkan jiwa setiap individu dalam masyarakat, serta menguatkan mental dalam menghadapi tantangan dalam kehidupan. Sadar atas batasan hidup sebagaimana qada dan qadar, akan membuat setiap individu dalam masyarakat memaknai peristiwa yang terjadi dengan lebih baik.

Materi tidak akan menjadi tolak ukur atas kesuksesan dan kebahagiaan seseorang. Dengan begitu, akan muncul sakinah dalam hatinya, sabar menghadapi ujian, serta tidak tersilaukan dengan kemewahan dunia yang fana. Pada akhirnya, masyarakat akan sadar bahwa bunuh diri bukanlah solusi yang tepat untuk menyelesaikan suatu masalah, serta kesehatan mental masyarakat akan menjadi lebih baik karena adanya kedekatan setiap individu dengan Sang Pencipta, Allah Swt. yang didukung pula oleh negara yang berperan penting dalam mewujudkan kemaslahatan umat manusia. Wallahu'alam.

Oleh: Latifah Wahyu S.
Sahabat Tinta Media

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :