Tinta Media - Mubaligh Kota Unaaha Ustadz Syahru Ramadhan mengatakan, ketakwaan kaum Muslim sejatinya terlihat di luar bulan Ramadhan dalam seluruh tataran kehidupan.
“Ketakwaan kaum Muslim sejatinya terlihat juga di luar bulan Ramadhan sepanjang tahun, juga dalam seluruh tataran kehidupan mereka," tuturnya dalam Khutbah Idul Fitri 1444 Hijriah di Kota Unaaha, Jumat (21/4/2023).
Dia mengatakan, hikmah dari puasa adalah takwa dan idealnya kaum Muslim menjadi orang-orang yang taat kepada Allah SWT tidak hanya pada bulan Ramadhan saja dan dalam tataran ritual dan individual semata. Ia mengutip hadis Riwayat Ahmad dan At-Tirmidzi yang artinya bertakwalah kamu dalam segala keadaanmu.
“Karena itu bukan takwa namanya jika seseorang biasa melakukan shalat, melaksanakan shaum Ramadhan atau bahkan menunaikan ibadah haji ke Baitullah. Namun, di sisi lain ia biasa memakan riba, melakukan suap dan korupsi, mengabaikan urusan masyarakat, menzalimi rakyat dan enggan terikat dengan syariah Islam di luar yang terkait dengan ibadah ritual,” jelasnya.
Ia mengatakan, orang bertakwa pun akan selalu berupaya menjauhi kesyirikan. Ia tidak akan pernah menyekutukan Allah SWT dengan makhluk-Nya, baik dalam konteks ‘aqidah maupun ibadah.
Syahru mengatakan, dalam Al Qur’an Surah At-Taubah ayat 31, bahwa Orang-orang Yahudi dan Nasrani telah menjadikan para pendeta dan para rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah.
Terkait ayat ini, ia menuturkan, ada sebuah peristiwa menarik sebagaimana dinukil oleh Imam ath-Thabari di dalam Jaami’ al-Bayaan fii Ta’wiil al-Qur’an (10/210). Juga oleh Imam al-Baghawi di dalam Ma’aalim atTanziil (4/39), diriwayatkan bahwa saat Baginda Rasulullah SAW. membaca ayat ini, datanglah Adi bin Hatim kepada Rasulullah SAW dengan maksud hendak masuk Islam.
"Saat Adi bin Hatim yang ketika itu masih beragama Nasrani, mendengar ayat tersebut, Adi bin Hatim kemudian berkata, 'Wahai Rasulullah, kami (kaum Nasrani) tidak pernah menyembah para pendeta kami.' Namun, Baginda Nabi SAW. membantah pernyataan Adi bin Hatim sembari bertanya, 'Bukankah para pendeta kalian biasa menghalalkan apa yang telah Allah haramkan dan mengharamkan apa yang telah Allah halalkan? Lalu kalian pun menaati mereka?' Jawab Adi bin Hatim, 'Benar, wahai Rasulullah.' Rasulullah SAW tegas menyatakan, 'Itulah bentuk penyembahan mereka kepada para pendeta mereka'," jelasnya.
Syahru mengatakan, saat ini posisi para pendeta dan para rahib itu diperankan pula oleh para penguasa maupun wakil rakyat dalam sistem demokrasi. Pasalnya, merekalah saat ini yang biasa membuat hukum.
"Mereka telah banyak menghalalkan apa yang telah Allah haramkan. Merekapun telah banyak mengharamkan apa yang telah Allah halalkan " pungkasnya. [] Rohadianto