Tinta Media - Kemiskinan di Indonesia sudah merata di seluruh wilayah. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), Suharso Monoarfa mengungkapkan bahwa ada sejumlah provinsi terkategori upper middle income (pendapatan tinggi menengah). Di antaranya adalah wilayah Kalimantan Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, dan Sumatera Utara. Akan tetapi, angka kemiskinan masih tinggi. Suharso menyebutkan bahwa target pengentasan kemiskinan ekstrem 0% pada 2024 diturunkan menjadi 2,5%, sehingga pemerintah perlu mengentaskan kemiskinan terhadap 5,6 juta orang pada 2024.
Ancaman kemiskinan ekstrem ini merupakan salah satu masalah besar yang kompleks di Indonesia. Padahal, pendapatan Domestik Regional Bruto perkapita mencapai lebih dari US$4200. Provinsi penghasil Batu Bara dan CPO (Crude Palm Oil) pun berpendapatan tinggi. Namun, fakta kemiskinan juga tinggi, bahkan provinsi kategori upper middle ini justru paling banyak rakyat miskinnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa pemerintah akan fokus pada penurunan tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 2024 dengan menargetkan angka kemiskinan ekstrem akan menurun menjadi 0% dan angka kemiskinan turun menjadi 6,5%.
Artinya, pemerintah akan mengerahkan semua anggaran pendanaan tahun 2023 dan 2024 secara maksimal, sehingga tahun 2024 ditargetkan semua jenis kemiskinan dapat dihapuskan.
Akan tetapi, tingginya angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem di Indonesia saat ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menuntaskan persoalan hingga ke akarnya. Ini karena kebijakan-kebijakan tersebut tidak disesuaikan dengan kebijakan yang memudahkan rakyat dalam memenuhi kebutuhan pokok hingga kebutuhan kesehatan dan pendidikan.
Selama langkah yang dilakukan tidak mengacu pada syariat dan tidak lepas dari penerapan sistem kapitalisme sekuleristik, maka sudah bisa dipastikan bahwa kegagalan akan terus terjadi. Ini karena kapitalisme adalah penyebab utama kemiskinan struktural. Sistem ini hanya fokus pada peredaran kekayaan yang tidak adil, tidak menjadikan pelayan rakyat sebagai prioritas utama dan tidak bisa dinikmati seluruh rakyat, tapi dinikmati orang kaya atau pemilik modal saja.
Keuntungan besar pun mengalir mudah ke kantong-kantong para kapitalis. Maka sangat jelas, sejatinya kapitalis sekuler ini tidak menjamin kesejahteraan pada rakyat. Rakyat harus membayar mahal segala kebutuhannya dan negara tidak bertindak tegas, tetapi hanya mampu sebagai regulator.
Lantas, bagaimana solusi untuk mengentaskan kemiskinan yang terjadi saat ini? Tentunya dengan sistem yang amanah, yaitu Islam secara kaffah melalui ekonomi Islam yang dijalankan oleh negara. Khalifah akan mengelola harta untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat. Jadi, sistem kapitalisme harus dicampakkan dan diganti dengan sistem Islam yang berstandarkan halal haram dalam setiap aspek kehidupan dan mampu menjadi solusi untuk mengakhiri lingkaran kemiskinan.
Wallahu a'lam bisshawwab.
Oleh: Avin
Muslimah Jember