Tinta Media - Pengamat Sosial Iwan Januar menilai bahwa identitas islam akan mendapat tekanan dalam demokrasi, tapi di sisi lain identitas islam hanya digunakan untuk mendapat keuntungan politik (political gain) oleh hampir semua politisi.
“Jadi di satu sisi dalam sistem demokrasi ini orang keberatan dengan penggunaan identitas terutama islam. Saya tekankan disini ya, tapi kalau yang lain kayanya sih enggak terlalu masalah seperti itu. Tapi di sisi lain untuk mendapat keuntungan politik, ini jadi political gain, ini justru kemudian hampir semua politisi baik itu di barat dan di timur. Termasuk di negeri kita yang katanya berbhineka tunggal ika itu, diambil manfaatnya karena memang banyak political gain nya, keuntungan politik di situ,” paparnya dalam acara live streaming: Inkonsistensi Politik Identitas, Kamis (30/3/23), di kanal YouTube Peradaban ID.
Ia menjelaskan bahwa identitas juga digunakan dalam politik oleh negara seperti Amerika sebagai approach atau pendekatan untuk mengambil suara atau mencari orang yang bisa menjadi spot gather untuk kelompok masyarakat tertentu.
“Ini kan bicara inkonsistensi. Konsisten ataukah inkonsisten seperti itu karena kalau kita melihat kemudian asistensi terhaap identitas islam terhadap politik ternyata justru itu juga menunjukkan bahwa negara seperti Amerika pun digunakan sebagai approach, pendekatan untuk mengambil suara atau mencari orang yang bisa menjadi spot gather untuk kelompok masyarakat tertentu untuk kelompok masyarakat islam di amerika, warga hispani, keturunan tionghoa, keturunan juga afrika itu dipakai di sana itu” jelasnya.
“Nah, ini apa namanya kalau bukan sebuah inkonsistensi” sesalnya.
Memang ada keuntungan yang diambil oleh politisi dan bahkan negara untuk melakukan pendekatan di tengah masyarakat dengan identitas islam sekaligus mengambil keuntungannya.
“Jadi ini kita bicara tentang inkonsistensi karena memang ada keuntunngan keuntungan politik sebetulnya yang kemudian diambil oleh parpol Kemudian politisi atau oleh negara sekaligus dengan menggunakan pendekatan-pendekatan identitas di tengah-tengah masyarakat” pungkasnya.[] Aksanul Barohin