Tinta Media - Tunjangan hari raya (THR) adalah tradisi ketika menjelang lebaran. Hal ini sangat dinantikan baik oleh ASN ataupun honorer. Namun, menurut wacana, di tahun 2023 pemerintah telah memastikan bahwasanya seluruh pegawai honorer tidak akan mendapatkan THR. Kondisi ini berbanding terbalik dengan yang lain, sebab seluruh menteri, presiden, hingga DPR mendapatkan THR. Mengapa demikian?
Pasalnya, aturan tersebut tertuang dalam peraturan pemerintah nomor 15 tahun 2003 yang ditetapkan oleh presiden Jokowi pada 29 Maret 2023 pasal 2.
PP tersebut berbunyi:
"Pemerintah memberikan THR dan gaji ke-13 tahun 2023 kepada aparatur negara, pensiunan, penerima pensiun, dan penerima tunjangan sebagai wujud penghargaan atas pengabdian kepada bangsa dan negara."
Dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara dalam daftar penerima tersebut, tenaga honorer tidak disinggung sebagai salah satu yang masuk sebagai penerima.
Sementara itu, mengutip pasal 3 PP, THR dan gaji ke-13 tak hanya diberikan kepada aparatur sipil negara atau ASN, yakni PNS calon PNS, P3K atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau kontrak, anggota TNI, polri dan pensiunan saja, tetapi juga bagi pejabat negara.
Dalam pasal ini, pemerintah memastikan bahwa profesi guru berstatus P3K akan mendapatkan tunjangan sebesar 50%. Kebijakan ini belum pernah terjadi sebelumnya. (Kumparan.com. 31/3/23)
Kapitalisme Menganaktirikan Honorer
Sungguh miris nasib tenaga honorer dalam sistem kapitalisme. Padahal, menurut PP nomor 48 tahun 2005 yang sekarang menjadi PP nomor 56 tahun 2012, tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian atau pejabat pemerintahan yang ditugaskan untuk melakukan sesuatu di dalam instansi pemerintah.(menpan.go.id)
Ini berarti, tenaga honorer telah banyak membantu dalam menjalankan roda pemerintahan dalam berbagai bidang. Adanya tenaga honorer dalam berbagai bidang seperti pendidikan dan lainnya membuktikan adanya sumbangsih para tenaga honorer terhadap negeri ini. Bahkan, data tahun 2022 menunjukkan bahwa jumlah tenaga honorer telah mencapai 2.360.723 orang.(cnbcindonesia.com)
Apa jadinya pemerintahan saat ini jika 2 juta lebih tenaga honorer ini mogok bekerja lantaran dianaktirikan dalam pemberian THR? Diakui atau tidak, gaji yang didapatkan oleh tenaga honorer saat ini belum sepadan dengan jerih payah yang mereka curahkan. Bukan rahasia lagi jika banyak di antara mereka yang hanya mendapatkan gaji berkisar 500.000 hingga 1 juta rupiah per bulan. Bahkan, di daerah yang kekurangan anggaran, gaji yang mereka dapatkan hanya sekitar 300.000 per bulan. Tentu saja dengan gaji yang terbilang kecil ini, merek sangat sulit memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari di tengah lonjakan harga kebutuhan pokok dan mahalnya biaya kesehatan, TDL, air, BBM, serta pajak yang makin mencekik.
Hal ini jelas membuktikan gagalnya sistem kapitalisme sekuler dalam memberikan solusi dan jaminan kesejahteraan bagi para tenaga honorer. Sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan di negeri ini telah melahirkan kepemimpinan bercorak kapitalisme.
Kapitalisme merupakan paham yang menjadikan keuntungan materi sebagai ukuran dan prioritas. Alhasil, ketika sistem ini digunakan mengatur rakyat, hubungan antara penguasa dan rakyat tidak ubahnya seperti pedagang dan pembeli. Rakyat hanya dipandang dengan kaca mata ekonomi semata dari sisi untung dan rugi. Karena itu wajar jika tenaga honorer pun dipandang sebelah mata, bahkan dianggap membebani negara.
Islam Menyejahterakan Pegawai
Berbeda dengan sistem Islam yang diterapkan secara kaffah. Sistem ini lahir dari aturan Allah, Sang Pencipta dan Pengatur manusia. Seluruh aturan dalam Khilafah berasal dari Al-Quran dan as-sunnah yang menjamin keberkahan hidup manusia dan akan menghilangkan setiap kezaliman antara satu makhluk dengan makhluk lainnya.
Dalam persoalan ketenagakerjaan, Islam telah mengaturnya dengan sangat rinci. Islam telah mewajibkan negara menciptakan lapangan kerja bagi setiap laki-laki sebagai pencari nafkah yang mampu bekerja agar dapat memperoleh pekerjaan. Hal ini berkaitan dengan hadis Rasulullah saw.:
"Seorang imam adalah raa'in atau pemelihara dan pengatur urusan rakyat. Ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya."(HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dalam sistem Islam, yakni Khilafah, rekrutmen pegawai negara tidak mengenal istilah honorer. Mereka akan direkrut sesuai dengan kebutuhan riil negara. Negara akan menghitung jumlah pekerja yang diperlukan untuk menjalankan semua pekerjaan administratif maupun pelayanan dalam jumlah yang mencukupi. Seluruh pegawai yang bekerja pada Khilafah diatur sepenuhnya di bawah hukum-hukum ijarah atau kontrak kerja dengan gaji yang layak sesuai jenis pekerjaannya.
Khilafah memperbolehkan kontrak kerja dengan gaji yang layak sesuai jenis pekerjaannya. Bahkan, Khalifah boleh mempekerjakan pekerja secara mutlak, baik berasal dari kaum muslimin atau kafir zimmi. Khilafah juga akan menjamin para pekerja mendapatkan perlakuan adil sesuai hukum syariat. Hak-hak mereka sebagai pegawai akan dilindungi oleh negara.
Sebagai contoh, pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, gaji para pegawai negara hingga ada yang mencapai 300 dinar yang mana satu dinar sama dengan 4,25 gram emas sementara 1 gram emas seharga Rp953.682 per 31 Maret 2023 atau setara dengan 1,2 miliar rupiah
Khilafah mampu menggaji dengan besaran yang fantastis. Sebab, sistem keuangan negara berbasis baitul mal. Dalam baitul mal, terdapat pos kepemilikan negara yang bersumber dari harta fa'i, kharaj, jiizyah, ghanimah, usyur, dan sejenisnya. Negara akan menghitung kebutuhan jumlah pekerja untuk menjalankan semua pekerjaan administratif maupun pelayanan. Dengan demikian, negara akan memiliki jumlah pegawai yang cukup.
Hal ini telah terbukti pada 13 abad yang lalu ketika negara menerapkan syariat Islam secara kaffah. Islam akan mampu menjamin kesejahteraan rakyat, termasuk para pegawai negara.
Wallahu à lam bisshawwab.
Oleh: Mutiara Aini
Sahabat Tinta Media