Tinta Media - Gelombang PHK kembali mengancam ribuan pekerja di negara ini, bahkan di seluruh dunia. Raksasa ritel Walmart sekali lagi memberhentikan lebih dari 2.000 karyawan. Pemotongan akan memengaruhi pekerja di lima gudang Walmart di seluruh Amerika Serikat. Pengumuman rencana PHK datang hanya beberapa minggu setelah perusahaan memperingatkan bahwa tantangan bisnis yang sulit terbentang di depan.
Namun, PHK Walmart tidak sebesar PHK massal para pesaingnya. Amazone telah mem-PHK 30.000 pekerja sejak awal 2023. Sementara itu, pabrik garmen dalam negeri di Cikupa, Kabupaten Tangerang merumahkan 1.163 pekerja. Diketahui, perusahaan tersebut adalah PT Tuntex Garment yang banyak memproduksi pakaian branded ternama dunia, seperti Puma.
Sebelum mengakhiri produksinya, perusahaan kebanyakan mengerjakan permintaan pesanan Puma. Namun, baru-baru ini permintaan menurun karena resesi global, terutama di negara-negara Asia Timur. Efek lanjutannya adalah pabrik harus memangkas biaya operasi perusahaan dengan melakukan PHK. Sedangkan pada Februari 2023, BPJS Ketenagakerjaan mendaftarkan Rp35,6 miliar dalam pengajuan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Angka tersebut lebih tinggi 23,562% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp150 juta.
Oni Marbun, Direktur Komunikasi BP Jamsostek mengatakan bahwa pertumbuhan JKP tidak terlepas dari kenaikan PHK selama setahun terakhir. Ini dimulai dari sektor teknologi seperti start-up hingga industri manufaktur.
Peningkatan PHK menyebabkan peningkatan tingkat pengangguran. Pengangguran menyebabkan kurangnya pendapatan yang mengurangi daya beli masyarakat. Hal ini menyebabkan penurunan permintaan barang dan jasa. Perekonomian juga berubah lebih lambat. Semua itu tidak terlepas dari penerapan sistem kapitalisme yang hanya berpihak pada kapital atau pengusaha.
Kebijakan pemerintah berdasarkan sistem ini berkontribusi pada penyebaran PHK dan pengangguran. Sistem ini tidak membuat negara mandiri dalam menciptakan lapangan kerja bagi warganya, tetapi membuatnya bergantung pada investor asing.
Ekonomi kapitalisme didasarkan pada sejumlah besar perusahaan yang berinvestasi di tempat ini. Alhasil, kekayaan hanya tertimbun di tangan pemodal saja.
Selain itu, sistem ekonomi kapitalis juga mengembangkan sektor ekonomi tidak nyata, yaitu kegiatan ekonomi yang didasarkan pada investasi spekulatif, misalnya dengan jual beli pinjaman bank dan surat berharga, seperti saham dan obligasi. Hal ini menyebabkan inflasi dan inflasi harga aset, yang menyebabkan penurunan output dan investasi di sektor riil. Situasi ini berujung pada resesi hingga perusahaan bangkrut dan PHK massal menjadi pilihan.
Sungguh menyedihkan ketika ekonomi lesu dan para pengusaha mencoba menyelamatkan kekayaan mereka, meskipun nasibnya buruk. Fenomena ini juga menunjukkan pengabaian nasib rakyat, ketika negara mengamankan kebutuhan dasarnya. Apalagi dalam sistem kapitalis, negara hanya sebagai pengatur saja. Sistem kapitalis telah menunjukkan kelemahannya dalam mendukung kehidupan masyarakat untuk sejahtera.
Berbeda dengan penerapan sistem Islam di bawah perlindungan khilafah, Islam memberikan peran penting kepada negara dalam memberikan kesempatan kerja yang seluas-luasnya sebagai implementasi kebijakan ekonomi Islam.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Imam/khalifah adalah pemelihara urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Islam telah mewajibkan setiap orang untuk bekerja. Ketika individu tidak berprestasi karena malas atau tidak memiliki keterampilan dan modal untuk bekerja, khalifah atau pemimpin wajib memaksa individu untuk bekerja dan memberikan dukungan dan infrastruktur untuk memungkinkan mereka bekerja, termasuk pendidikan. Bahkan, khalifah mengeluarkan dana bagi masyarakat untuk mengakses modal melalui sistem keuangan Baitul Mal. Bantuan ini ditawarkan kepada orang-orang usia kerja tanpa riba atau bahkan subsidi.
Bagi orang cacat, lemah, dan lanjut usia yang tidak mampu bekerja, kekhalifahan memberikan santunan untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar mereka agar dapat hidup sejahtera. Hal ini pernah dilakukan Khalifah Umar r.a. ketika mendapati orang diam di masjid dan tidak bekerja berdasarkan amanah. Saat itu dia berkata,
“Kalian adalah orang-orang yang malas bekerja padahal kalian tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan perak.”
Kemudian Umar r.a. mengusir mereka dari masjid dan memberi mereka sejumlah biji-bijian.
Di bidang ekonomi, khalifah memiliki kebijakan untuk meningkatkan dan memperkenalkan investasi yang sah untuk mengembangkan sektor riil, baik itu pertanian, kehutanan, kelautan maupun bisnis yang berkembang. Proyek manajemen properti publik dilaksanakan oleh negara tanpa intervensi swasta. Proyek-proyek ini dapat mempekerjakan banyak orang.
Khilafah juga menerapkan strategi yang terkoordinasi antara sistem pendidikan dan potensi ekonomi di berbagai daerah. Mekanisme ini menyelaraskan pendidikan lulusan dengan kebutuhan masyarakat, bukan dengan kebutuhan perusahaan. Kekhalifahan tidak mentolerir perkembangan sekecil apa pun dari sektor yang tidak nyata, yang dilarang oleh hukum Islam.
Selain itu, sektor yang tidak riil menyebabkan kekayaan hanya beredar di kalangan segelintir orang, sehingga perekonomian menjadi tidak stabil. Oleh karena itu, pengangguran sistemik ini dapat diselesaikan secara tuntas hanya dengan menerapkan sistem Islam di bawah institusi khilafah Islamiyah.
Wallahua'lam bishshawab
Oleh: Imaz Ummu Farras
Sahabat Tinta Media