Tinta Media - Lagi dan lagi permasalahan buruh di tanah air tak kunjung selesai. Nasib buruh kian mengenaskan dengan adanya peraturan baru yang disahkan. Seperti yang dilansir dalam CNBC Indonesia, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah mengizinkan perusahaan berorientasi ekspor atau eksportir untuk memotong gaji buruh serta mengurangi jam kerjanya. Kebijakan ini dilakukan pada eksportir yang terdampak ekonomi global.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Perizinan yang dikeluarkan oleh menteri ketenagakerjaan ini sontak menjadi pro dan kontra dari berbagai kalangan sekaligus kecaman keras dari para buruh di Indonesia.
Demo kali ini dalam rangka menolak aturan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Dalam Permenaker tersebut, pengusaha dalam hal ini eksportir yang terdampak ekonomi global bisa memangkas upah buruh 25%. Tidak hanya itu, mereka juga bisa mengurangi jam kerja.
Demo besar-besaran pun dilakukan oleh serikat buruh dalam rangka menolak aturan baru ini. Demo kali ini dalam rangka menolak aturan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global. Dalam Permenaker tersebut, pengusaha dalam hal ini eksportir yang terdampak ekonomi global bisa memangkas upah buruh 25%. Tidak hanya itu, mereka juga bisa mengurangi jam kerja.
Pemotongan upah buruh sebesar 25% dinilai tidak berdasar dan bertentangan dengan Perpu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Inilah permasalahan buruh kerja yang tak kunjung selesai. Siapakah yang seharusnya bertanggung jawab atas semua ini?
Jawabannya adalah negara. Negara yang seharusnya mengatasi segala problematika yang terjadi. Namun, karena dibawah naungan sistem kapitalisme, maka negara tidak menjalankan perannya sebagai pengurus maslahat rakyat termasuk buruh. Apakah permasalahan buruh akan bisa selesai dengan sistem sekarang? Tentu tidak, tak ada harapan pada sistem kapitalisme.
Perlu dipahami bahwa asas dari sistem kapitalisme adalah asas kemanfaatan, materi menjadi tujuan utamanya. Sistem kapitalisme lahir dari perseteruan antara gerejawan dan cendikiawan, sehingga terjadilah jalan tengah atau kompromi yakni memisahkan agama dari kehidupan. Dari awal lahirnya saja sudah bermasalah, bagaimana dengan aturannya yang semakin bermasalah. Aturan itu dibuat oleh manusia, yang kita sadari bahwa manusia itu akalnya terbatas, sifatnya lemah. Dan benar saja jika penerapannya menjadi kerusakan seperti saat ini.
Para pejabat dengan mudah mengesahkan undang-undang yang itu justru menyengsarakan rakyat. Ketika rakyat tidak menerima dan melakukan demonstrasi seperti saat ini, ratusan polri diterjunkan untuk mengamankan. Apakah suara rakyat di dengar? Tidak, suara itu hanya menjadi nyanyian yang tak merdu bagi penguasa semata.
Apa manfaatnya untuk mereka ketika mendengar suara rakyat? Tidak ada bukan? Karena yang mereka junjung adalah asas kemanfaatan, bukan untuk kemaslahatan masyarakat sendiri. Dan yang terjadi, PHK besar-besaran, upah karyawan dipangkas begitu besarnya. Bukankah semakin menderita masyarakat? Di tambah pengangguran semakin tak terkendali jumlahnya. Aturan yang mereka sah kan bukan menjadi solusi, malah semakin menambah masalah baru. Itulah buruknya penerapan sistem kapitalisme.
Berbeda halnya dengan sistem Islam, dimana negara bertanggungjawab betul terhadap masyarakat. Bahkan aturan yang diberlakukan pun merujuk pada Al-Qur’an dan As-sunah. Kemaslahatan masyarakat pun terjaga. Bahkan ketika seorang pencari nafkah tidak memiliki pekerjaan, maka negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan.
Pendidikan, kesehatan dibiayai oleh negara. Ketika seorang mengkritik aturan yang dibuat oleh Khalifah, maka Khalifah saat itu terbuka lebar menerima kritik tersebut. Seperti pada masanya Umar bin Khattab, ketika beliau mengumumkan aturan mengenai mahar tidak boleh lebih dari sekian. Seorang wanita, mengangkat tangannya dan berkata, “Wahai amirul mukminin, bagaimana engkau bisa membatasi mahar sedangkan Allah saja tidak membatasi”.
Dan yang Amirul Mukminin lakukan adalah mendengarnya dan mencabut aturan tersebut dan mengatakan, “Sebaik-baik laki-laki adalah yang paling baik dalam memberi mahar dan sebaik-baik perempuan adalah yang meringankan mahar“.
Dari peristiwa itu, tergambar jelas bagaimana sosok pemimpin dalam sistem Islam. Sudah seharusnya, kita kembali kepada sistem Islam, dimana dalam sistem Islam kesejahteraan masyarakat itu terjaga. Kebutuhan masyarakat terpenuhi dan tidak ada kemiskinan yang merata seperti saat ini.
Dan seorang pemimpin pun tak akan mengambil kebijakan yang menyengsarakan rakyatnya. Ketika ada rakyat yang mengkritik pun seorang pemimpin harusnya terbuka dan menerima kritik tersebut, bukan memberikan sanksi pidana bagi yang mengkritik pemerintahan. Islam itu agama yang lengkap, Aturannya pun begitu sempurna karena aturan itu berasal dari Sang Pencipta yang Maha sempurna. Dan hukum-hukum dalam Islam tak akan tergerus oleh zaman, sehingga tidak akan berganti setiap tahunnya yang malah membingungkan masyarakat. Apakah kita masih ingin di sistem kapitalisme saat ini? Yang jelas kita tahu betapa bobroknya aturan yang diterapkan atau kita memilih kembali kepada syariatnya Allah, yang jelas-jelas telah terbukti 1.200 tahun lamanya dalam memimpin dunia.
Wallahua’lam bi showab
Oleh: Dita Serly Nur Cahyanti
Sahabat Tinta Media