Tinta Media - Eutanasia atau praktik mengakhiri hidup seorang pasien karena sangat sakit ataupun mengalami penderitaan yang hebat kini semakin diakui dunia. Setidaknya, sudah ada 5 negara yang melegalkan praktik eutanasia ini. Kelima negara itu adalah Belanda, Belgia, Kanada, Selandia Baru, dan Kolombia. Belanda bahkan telah memperluas jangkauan eutanasia untuk anak-anak.
Menurut sumber resmi dari Universitas Missoiri, konsep eutanasia didasarkan pada upaya memberikan kematian yang manusiawi kepada pasien, sebagai alternatif dari kematian yang penuh penderitaan, lambat, atau tidak bermartabat.
Cara Pandang Sekuler
Meski tampak manusiawi, eutanasia sesungguhnya lahir dari cara pandang sekuler yang menjadikan akal sebagai penentu segala sesuatu, mengabaikan aturan Allah Swt.
Bagi seorang muslim, tidak dibenarkan memutuskan segala sesuatu hanya berdasar akal semata. Manusia makhluk yang serba terbatas. Baik dalam pandangan manusia, belum tentu baik dalam pandangan Allah Swt.
Islam mengakui bahwa Allahlah pemberi kehidupan dan penentu kematian. Maka, jika seseorang mengambil nyawa orang lain, itu dianggap sebagai pembunuhan.
Menurut Islam, pembunuhan adalah dosa, bahkan pembunuhan tanpa alasan yang benar dianggap sama dengan membunuh seluruh umat manusia, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 32.
Alasan pembunuhan yang dibenarkan dalam pandangan Islam adalah alasan yang telah ditetapkan oleh Allah, seperti dalam pelaksanaan hukum hudud (sanksi yang hukumannya sudah ditetapkan Allah), termasuk hukum kisas, atau dalam perang melawan musuh Allah.
Oleh karena itu, membunuh seseorang untuk membebaskannya dari rasa sakit seperti dalam kasus eutanasia tidak dianggap sebagai alasan yang dibenarkan menurut syariat Islam.
Legalisasi eutanasia dianggap sebagai bentuk lain dari pembunuhan, yang dalam pandangan Islam merupakan dosa besar.
Dengan demikian, tindakan negara yang melegalkan eutanasia dianggap sebagai tindakan melegalkan dosa.
Islam memandang rasa sakit dan kesakitan yang parah adalah ketetapan atau qada Allah Swt. atas manusia. Islam memerintahkan untuk mengupayakan kesembuhan dan menghadapinya dengan rasa sabar. Kesabaran ini akan mendapatkan balasan di akhirat kelak.
Di sisi lain, Allah mengabarkan kepada hamba-Nya bahwa Allah tidak akan menimpakan satu ujian kepada satu kaum kecuali sesuai kesanggupannya, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surat Al Baqarah ayat 286, yang artinya:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya.”
Kesadaran seperti ini, akan memunculkan kekuatan ruhiah untuk sabar dan rida dengan keputusan Allah.
Di sisi lain, bagi para pakar kesehatan, adanya rasa sakit dapat mendorong penemuan obat-obat yang berkhasiat untuk menghilangkannya.
Negara dalam Islam akan menfasilitasi risetnya sebagaimana juga menyediakan layanan kesehatan terbaik dengan murah bahkan gratis bagi rakyatnya.
Namun, semua itu hanya akan terwujud ketika ada iman yang tertanam di dalam dada. Keimanan kepada Allah akan menghantarkan munculnya kekuatan ruhiah pada diri setiap muslim sehingga rida dengan qada Allah dan ikhlas menghadapinya.
Demikian halnya keimanan kepada hari akhirat juga akan menguatkan kesabaran di dunia karena ada kenikmatan besar yang kelak akan didapatkan. Keimanan itu juga akan menghantarkan pada langkah mencari solusi yang sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya, solusi yang akan membawa kebaikan dunia dan akhirat.
Oleh: Irianti Aminatun
Sahabat Tinta Media