Tinta Media - Pendidikan merupakan pilar utama kesuksesan suatu bangsa. Sistem pendidikan yang baik akan menghasilkan generasi yang unggul.
Sebagai negara berkembang, bisa dikatakan sistem pendidikan di Indonesia masih lebih rendah daripada negara-negara tetangganya, seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Saat ini, Indonesia berada di peringkat 69 dari 127 negara dalam Education Development Index.
Sistem pendidikan Indonesia yang cenderung berpusat di kota-kota besar menyebabkan banyak anak belum tersentuh pendidikan yang layak. Hal ini semakin menguatkan buruknya sistem pendidikan saat ini.
Bila kita perhatikan, banyak sekali problem yang merupakan “buah” dari sistem pendidikan saat ini. Kenakalan remaja pada 10-15 tahun yang lalu adalah kenakalan anak yang lumrah, tetapi sekarang sudah menjadi sebuah kenakalan kriminal yang sampai berani menghilangkan nyawa seseorang, seperti yang terjadi pada siswa SMKN 2 Jember pada bulan Agustus tahun lalu. Ia meninggal karena lehernya ditendang oleh teman sekolahnya. Juga kasus siswa SMK Sumberbaru yang isi perutnya terburai karena dicelurit oleh siswa salah satu SMA Tanggul. Masih banyak kasus seperti ini yang terjadi di seluruh wilayah negeri ini.
Kasus penyimpangan remaja lainnya adalah pergaulan bebas yang merebak di mana-mana. Seperti kasus di Kabupaten Ponorogo yang ratusan siswanya mengajukan dispensasi nikah karena hamil di luar nikah. Hal ini menunjukkan betapa miris pergaulan bebas remaja saat ini. Hal ini membuat siapa pun merasa prihatin dengan kondisi tersebut. Bahkan, mereka bingung untuk “menempatkan” putra-putrinya.
Belum lagi kasus yang sudah amat dianggap biasa, yaitu kebiasaan menyontek di kalangan siswa. Bahkan, ketika sekolah dituntut untuk meluluskan siswa dengan kriteria minimal nilai UNAS, maka menyontek menjadi aktivitas yang tersistem. Miris, bukan? Lembaga pendidikan yang yang seharusnya mencetak generasi yang jujur, justru menjadi pelaku dan “mengharuskan” siswanya menyontek agar bisa lulus.
Kasus lain adalah terkait menurunnya akhlak siswa saat ini. Di antara sesama siswa terjadi bullying baik verbal maupun fisik. Bahkan, kalau siswa dulu amat menghormati, menghargai, dan patuh pada guru, tetapi saat ini banyak sekali siswa yang tidak patuh. Mereka membangkang, bahkan ada yang sampai mengajak guru berkelahi.
Kasus heboh terakhir adalah peristiwa penganiayaan terhadap siswa bernama Cristalino David Ozora (17 tahun) yang dilakukan oleh siswa yang bernama Mario Dandy Satrio (20 tahun) pada 20 Januari 2023 di Perumahan Green Permata Residences Pesanggrahan Jakarta Selatan.
Dan yang tak kalah memprihatikan adalah beredarnya narkoba dan minuman keras di kalangan siswa. Peredaran ini bukan hanya terjadi di kalangan siswa SMA, bahkan di kalangan siswa SD pun sudah terjadi.
Kasus lain yang menunjukkan bobroknya pendidikan pada saat ini adalah kasus Hikmah Sanggala yang dikenal berprestasi, mendapat sertifikat penghargaan karena IPK-nya yang tinggi. Namun, belakangan ia di-DO pihak kampus karena dituding berafiliasi dengan aliran sesat dan paham radikal.
Sementara di sisi lain, sebuah disertasi menyimpang karya Abdul Aziz, seorang mahasiswa S3 UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta yang berjudul “Konsep Milik al-Yamin Muhammad Syahrus sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Nonmarital” berhasil membawanya menyabet gelar doktor dengan nilai memuaskan.
Inilah wajah pendidikan kita. Bahkan, mantan Menteri Pendidikan Nasional, Anies Baswedan pernah berujar bahwa Indonesia tengah mengalami darurat pendidikan. Hal ini terjadi karena rendahnya kualitas pengajaran, hasil pembelajaran yang buruk, fasilitas yang tidak memadai, dan masalah kedisiplinan.
Kasus-kasus di atas sejatinya menjelaskan pada publik bagaimana dunia pendidikan saat ini. Pendidikan negeri ini telah menjadikan sekularisme sebagai paradigma berpikir. Sebagai cara pandang yang khas, sekularisme memiliki ciri yaitu membuang jauh peran agama dalam mengatur kehidupan, termasuk dalam hal ini pendidikan.
Karena itu, baik-buruk dan benar-salah tak lagi dinilai berdasarkan pandangan agama, dalam hal ini Islam. Namun, semua dikembalikan pada pribadi yang bersangkutan (kebebasan individu). Inilah yang menjadi jalan bagi para intelektual untuk berkarya dengan sebebas-bebasnya, dan individu-individu untuk berbuat sekehendaknya, bahkan sampai melanggar batasan (Islam).
Ini menunjukkan pada publik betapa dunia pendidikan saat ini begitu bobrok, terutama cara pandangnya dalam menilai baik-buruk, dan benar-salah. Inilah konsekuensi logis akibat menjadikan sekularime sebagai cara pandangnya.
Pemisahan agama (Islam) dari konteks kehidupan, dalam hal ini dunia pendidikan, telah menjadi alat untuk mengesahkan berbagai kekufuran merebak dalam dunia pendidikan. Ide-ide kufur dan menyimpang dengan bebasnya diproduksi melalui kalangan intelektual yang liberal dan merebaknya aktivitas lain yang menyimpang dari Islam karena tidak lagi menjadikan Islam sebagai patokan/ukuran dalam berpikir dan berbuat.
Sekulerisme telah mengamputasi peran agama (Islam) dalam sendi kehidupan melalui upaya kriminalisasi pejuang Islam dengan cap radikal dan sejenisnya. Sesungguhnya ini merupakan upaya untuk menjauhkan Islam dari publik. Sebab, jika pejuangnya telah dicap buruk, maka umat tak akan mau mendengarkan Islam yang disampaikan para pejuangnya. Dengan demikian, umat tidak memahami Islam. Mereka tidak akan memahami bahwa Islam adalah solusi hakiki bagi problematika yang mereka hadapi. Padahal, sesungguhnya Islam adalah agama pembawa rahmat bagi seluruh alam .
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surat Al-Anbiya’ ayat 107, yang artinya:
“Dan tiadalah Kami mengutusmu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”
Sistem Pendidikan Islam Solusi bagi Bobroknya Pendidikan
Ketika memahami betapa bobroknya pendidikan saat ini karena berasaskan sekularime, maka sudah saatnya umat membuka mata. Umat harus sadar bahwa menyelesaikan problem tersebut adalah dengan menerapkan sistem pendidikan Islam yang bersumber dari wahyu Allah. Dia-lah Pencipta Yang Mahatahu sistem aturan yang layak bagi ciptaan-Nya.
Adapun hal-hal penting dalam sistem pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian Islam serta membekalinya dengan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan.
Metode penyampaian pelajaran dirancang untuk menunjang tercapainya tujuan tersebut. Setiap metodologi yang tidak berorientasi pada tujuan tersebut dilarang.
Syekh Taqiyuddin menyebutkan bahwa strategi pendidikan Islam hanya terdapat satu kurikulum. Selain kurikulum negara, tidak boleh digunakan. Tidak ada larangan untuk mendirikan sekolah-sekolah swasta selama mengikuti kurikulum negara dan berdiri berdasarkan strategi pendidikan yang di dalamnya terealisasi politik dan tujuan pendidikan.
Hanya saja, di sekolah tersebut tidak boleh bercampur baur antara laki-laki dan perempuan, baik di kalangan murid maupun guru. Juga tidak boleh dikhususkan untuk kelompok, agama, mazhab, ras, atau warna kulit tertentu.
Isi kurikulum pendidikan wajib berlandaskan akidah Islam. Mata pelajaran serta metodologi penyampaian pelajaran seluruhnya disusun tanpa adanya penyimpangan sedikit pun dari asas tersebut (akidah Islam).
Sistem pendidikan Islam pasti akan melahirkan generasi yang unggul karena bersumber dari Al Kholik-Al Mudabbir. Keunggulan sistem pendidikan Islam ini pernah terbukti ketika Islam diterapkan dalam sistem kehidupan secara kaffah dalam sistem negara Islam (khilafah). Ini pasti akan kembali terwujud apabila sistem yang rusak/batil ini diganti dengan sistem yang sahih, yang menerapkan Islam secara kaffah dalam kehidupan, yaitu daulah khilafah ala minhajinnubuwwah. Semoga Allah berkehendak untuk segera mewujudkannya. Aamiin
Oleh: Widia Istiyani
Aktivis Muslimah Peduli Generasi