Bebas dari Kejahatan, Mengapa Hanya di Bulan Ramadan Saja? - Tinta Media

Kamis, 06 April 2023

Bebas dari Kejahatan, Mengapa Hanya di Bulan Ramadan Saja?

Tinta Media - Warga Desa Ciluncat, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat menyampaikan curhatan kepada polisi terkait kenakalan remaja, geng motor, dan prostitusi yang marak terjadi di wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat (PasJabar.com,10/3/2023).

Warga pun menyampaikan harapannya agar pada bulan Ramadan 2023 ini, penyakit masyarakat yang bisa mengganggu kekhusyukan ibadah puasa dapat diantisipasi. Hal ini diapresiasi oleh Kapolresta Bandung dengan menyatakan bahwa sebelum bulan Ramadan akan dilakukan kegiatan operasi. Saat bulan Ramadan, akan ditempatkan personil di sejumlah tempat untuk mengantisipasi kejahatan di tengah masyarakat.

Ungkapan tersebut menunjukkan adanya kesamaan harapan antara masyarakat dan aparat keamanan, bahwasanya tindakan kejahatan tidak lagi marak di masyarakat, terutama di bulan Ramadan. Ini menunjukkan bahwa rasa aman merupakan sesuatu yang fitrah bagj manusia. Namun, mengapa rasa aman ini hanya diharapkan di bulan Ramadan saja?

Bulan Ramadan merupakan bulan yang sangat istimewa.  Keistimewaannya terletak pada keutamaan yang tidak dimiliki oleh bulan-bulan lain. Di antaranya, ada empat keutamaan yang dimiliki bulan Ramadan, yaitu: 

Pertama, bulan penuh ampunan bagi orang-orang yang beriman.

Kedua, bulan berlimpah keberkahan, sehingga bertambah kebaikan dan ketakwaan kepada Allah Swt. dan terbukanya pintu surga. Hal ini karena Allah memudahkan berbagai ketaatan pada hambanya, seperti puasa, salat malam, tadarus Al-Qur'an sampai menghatamkannya.

Ketiga, bulan bertabur pahala untuk segala amal saleh yang dikerjakan di dalamnya. 

Ramadan identik dengan kewajiban shaum (puasa) bagi umat Islam selama sebulan penuh, yang balasan pahalanya berbeda dengan amalan yang lain. Hal tersebut dapat kita pahami dari sabda Rasulullah saw. yang Artinya:

"Setiap amal yang dilakukan anak Adam akan dilipatgandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat." Lalu Allah 'Azza wa jalla berfirman: 'Kecuali puasa, puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang memberi ganjarannya'. Orang yang berpuasa meninggalkan syahwat dan makannya demi Aku semata." (HR. Muslim).

Keempat, bulan diturunkannya Al-Qur'anul Karim, yang merupakan petunjuk bagi kehidupan manusia. 

Keutamaan-keutamaan inilah yang menjadi alasan kaum muslimin tidak mau terganggu dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadan, yang bertujuan untuk  meraih ketakwaan. Namun, perlu menjadi hal yang dikritisi jika rasa aman hanya diharapkan di bulan Ramadan saja. Bagaimana dengan sebelas bulan yang lain? Apakah umat Islam tidak ingin di bulan yang lain pun rasa aman itu didapatkan?

Umat Islam telah menjalankan ibadah puasa Ramadan yang memiliki hikmah untuk membentuk ketakwaan di dalam diri setiap mukmin yang menjalankan. Seharusnya, setelah puasa Ramadan usai, ketakwaan yang tampak dalam bentuk ketaatan dalam menjalankan aturan-aturan Allah Swt. secara komprehensif, dapat diwujudkan. Namun, yang terjadi setelah puasa Ramadan berakhir, kehidupan umat Islam kembali kepada kondisi yang jauh dari aturan Islam. Salah satunya adalah maraknya kejahatan. 
   
Hal ini menunjukkan bahwa puasa Ramadan belum mampu mengubah kondisi umat Islam yang sekuler (memisahkan agama dari kehidupan), yang melahirkan begitu banyak masalah di tengah masyarakat, termasuk masalah kejahatan.

Masalah kejahatan ini muncul, bahkan marak akibat beberapa faktor, di antaranya adalah faktor ekonomi (kemiskinan), masalah sosial berupa  kesenjangan sosial, gaya hidup materialistis yang konsumtif dan hedonis, dan juga faktor hukum yang lemah dalam sistem sanksinya, yang dikenakan kepada para pelaku kejahatan, sehingga tidak memberikan efek jera, dan masih banyak faktor lainnya. Hal tersebut muncul akibat penerapan sistem kapitalisme-sekularisme di negeri ini.

Oleh karena itu, sistem tersebut harus diganti dengan sistem yang hak dari Zat Yang Maha Pengatur, yakni sistem Islam saja, agar rasa aman di tengah masyarakat dapat terwujud. Tidak hanya di bulan Ramadan, tetapi juga di sebelas bulan yang lain. Penerapan Islam kaffah inilah yang dapat mewujudkan predikat umat terbaik (khoiru ummah) yang telah Allah berikan kepada kaum muslimin, di dalam Al-Qur'an, yang berbunyi:

"Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (karena) menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah Swt. ..." 
(QS. Ali Imran [3]:110)

Hal itu terbukti selama lebih dari 13 abad penerapan Islam dalam naungan daulah Islam (khilafah), sejak Nabi saw. hijrah dari Makkah ke Madinah, hingga runtuhnya kekhilafahan pada tahun 1924 M. 

Penerapan Islam kaffah mengatur kehidupan rakyat yang beragam, baik muslim ataupun nonmuslim yang hidup berdampingan secara damai. Hal ini bertolak belakang dengan kehidupan mereka sebelumnya yang penuh kejahiliyahan, perpecahan, hingga peperangan satu sama lain. Akan tetapi, semuanya itu berubah seratus delapan puluh derajat ketika mereka memeluk Islam, dan Islam menjadi way of life mereka.

Hal tersebut tidak mustahil akan terjadi saat ini, jika kita bisa mengubah masyarakat sekular-kapitalis menjadi masyarakat Islam. Penerapan syariat Islam ditopang oleh tiga pilar utama, yaitu ketakwaan individu, masyarakat yang menghidupkan amar makruf nahi mungkar, serta negara yang menerapkan hukum Islam secara kaffah. 

Syariat Islam telah menentukan batasan baik-buruk dan halal-haram dalam berperilaku berdasarkan Al-Qur'an dan as-Sunnah. Batasan tersebut akan menjadi pegangan masyarakat dalam melakukan amar maruf nahi mungkar. 

Selain itu, negara dalam Islam akan menerapkan aturan tegas dalam sistem sanksi. Aturan inj bisa memberikan efek jera bagi pelaku kriminal, yaitu ketika  melakukan pelanggaran hukum syara atau bermaksiat. Islam dengan tegas telah melarang aksi kekerasan dan melakukan kejahatan, baik secara verbal maupun fisik. Hukum sanksi di dalam Islam, selain dapat menggugurkan dosa si pelaku, juga dapat memberi efek jera kepada yang lain agar tidak melakukan kejahatan yang sama.

Oleh karena itu, wajar jika dalam masyarakat yang menerapkan Islam, tingkat kejahatan sangatlah kecil. Di masa Rasulullah saw., kejahatan dapat dihitung dengan jari, semisal pencurian, perilaku zina, murtad, kekerasan fisik ataupun verbal. Sifat hukum Islam yang tidak tebang pilih atau tidak pandang bulu, menjadikan tegaknya hukum Islam semakin kuat. 

Salah satu peristiwa yang pernah terjadi di masa Rasulullah saw. adalah kasus pencurian yang dilakukan oleh seorang perempuan bangsawan Quraisy. Wanita itu berusaha menghindar dari sanksi dengan meminta Usamah bin Zaid memohon ampunan kepada Rasulullah. Namun, apa yang dikatakan oleh Rasulullah kala itu?

“Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku akan memotong tangannya.”

Inilah salah satu bentuk ketegasan hukum Islam. Dengan demikian, tujuan dari penerapan syariat Islam secara kaffah mampu terwujud, seperti terjaganya nyawa, agama, kehormatan, nasab, dan harta. 

Wallahu a’lam bishawab

Oleh: Nunung Nurhamidah
Sahabat Tinta Media
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :