Bagi-Bagi Amplop Berlogo PDIP Saat Tarawih, IJM: Politik Uang - Tinta Media

Minggu, 02 April 2023

Bagi-Bagi Amplop Berlogo PDIP Saat Tarawih, IJM: Politik Uang

Tinta Media - Menanggapi viralnya bagi-bagi amplop berlogo PDIP saat tarawih dinilai Direktur Indonesian Justice Monitor (IJM) Agung Wisnu Wardhana sebagai money politic.

"Dinilai sebagian pihak sebagai money politic, politik uang," tuturnya dalam Program Aspirasi: Polemik Bagi-bagi Amplop Berlogo PDIP Saat Tarawih Berdalih Zakat, Rabu (29/3/2023) di kanal YouTube Justice Monitor. 

Menurutnya, polemik soal money politic selalu ada dalam politik demokrasi, mahalnya ongkos pemilu dalam sistem demokrasi memang bisa dipahami. Hal ini terkait dengan paradigma kekuasaan dalam sistem demokrasi yang tak lebih dari alat berburu materi, eksistensi dan melanggengkan kekuasaan. Hal yang sama juga terjadi pada perwujudan kedaulatan rakyat dalam hal pemilihan pemimpin, dimana rakyat tidaklah independen dalam memilih penguasa. Rakyat dipaksa memilih calon pemimpin yang disodorkan oleh parpol. "Dengan demikian, kedaulatan rakyat dalam memilih penguasa memang sudah dibatasi sejak awal oleh parpol," ujarnya.

"Hal ini mencerminkan tatanan politik demokrasi yang dikendalikan dan diatur secara terorganisir oleh sekelompok elit dari kalangan aristokrat dan pemilik modal yang saling bekerja sama untuk menjaga kepentingan bersama," bebernya.

Ia mengatakan bahwa dalam mafia demokrasi, parpol tidak lagi menjadi penyambung aspirasi rakyat tetapi berubah menjadi alat untuk tujuan kekuasaan dan harta. Demokrasi sudah didesain sedemikian rupa sehingga parpol menjadi penentu jalannya politik dan desain politik biaya tinggi yang membuat pemodal berkolaborasi dengan pengendali. Parpol menjadi pengendali politik dan pengendali negara.

"Maka dengan ini , menunjukkan bahwa slogan demokrasi akan memberikan kesejahteraan kepada semua rakyat nyatanya hanyalah ilusi," terangnya.

Ia memandang bahwa konsekuensi dari mahalnya biaya pemilu untuk kedepannya bisa jadi semakin meningkatnya gaji tunjangan, fasilitas dan penghasilan yang semakin besar untuk penguasa dan anggota legislatif. Para penguasa dan politisi akhirnya tidak lagi berperan sebagaimana seharusnya yaitu sebagai pemelihara dan pelayanan umat tetapi justru menjadi tuan bagi rakyatnya dan rakyat diposisikan sebagai pelayan.

"Padahal peran penguasa seharusnya memelihara dan mengatur urusan-urusan rakyat. Kepentingan dan kemaslahatan rakyat seharusnya dikedepankan dan diutamakan bukan malah mendahulukan kepentingan pribadi para penguasa dan korporasi," tukasnya.

"Konsekuensi lain dari mahalnya biaya pemilu adalah rawan terjadi korupsi, kolusi, manipulatif dan sejenisnya untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan," tambahnya.

Ia melanjutkan bahwa menjadi rahasia umum di sistem demokrasi tentang money politic dan ini tidak bisa dilepaskan dengan demokrasi yang berbiaya tinggi. Berujung pada terjadinya kolaborasi antara pemilik modal dan kaum elit politik. "Ujungnya melanggengkan kepentingan mereka dan menjauhkan dari pengaturan urusan rakyat," tandasnya.[] Ajira
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :