Tinta Media - "Patut diduga, oknum BRIN yang ancam bunuh semua warga Muhammadiyah itu bagian dari skenario menghabiskan semua ormas Islam. Setidaknya ada empat indikasinya," ungkap Jurnalis Senior Joko Prasetyo (Om Joy) kepada Tinta Media, Selasa (25/4/2023).
Pertama, oknum BRIN ini sebagaimana nama lembaganya tentu saja memiliki intelektual yang boleh dibilang di atas rata-rata penduduk Indonesia. "Tapi bisa sesumbar sebegitu tidak inteleknya dan dia juga menyadari pernyataannya itu berdampak secara hukum, bahkan dia menantang untuk dilaporkan kepada yang berwajib," ujarnya.
Selain karena benar-benar emosi sehingga akal sehatnya hilang, lanjut Om Joy, kemungkinan lainnya, patut diduga ada penyokong yang akan melindunginya dari jerat hukum sehingga dia bisa seberani Abu Janda dan Deni Siregar karena terbukti sudah sekian kali dilaporkan kepada yang berwajib si pengujar fitnah dan pengujar kebencian tersebut tetap saja lolos dari jerat hukum.
Kedua, ancaman ini menyusul surat edaran oknum kepala daerah yang melarang Muhammadiyah shalat Idul Fitri di lapangan karena menyelisihi ketetapan pemerintah. "Kalau tidak ada surat edaran ini, polemik beda hari raya tidak akan jadi seruncing ini sehingga sampai muncul ancaman pembunuhan seperti yang dilakukan oknum BRIN," bebernya.
Ketiga, sedari dulu, jauh sebelum rezim Jokowi berkuasa, Muhammadiyah itu kerap berbeda dalam penetapan 1 Syawal dengan pemerintah, namun tidak pernah ada larangan kepada Muhammadiyah menggunakan lapangan atau fasilitas publik lainnya untuk shalat Idul Fitri.
Keempat, patut diduga, sesumbar oknum BRIN dan surat edaran oknum kepala daerah merupakan bagian dari upaya persekusi yang ke depannya berujung kepada kriminalisasi pembubaran Muhammadiyah. "Artinya, patut diduga ada otak intelektual jahat di balik dua kejadian ini," duganya.
Dugaan itu muncul, ucap Om Joy, sebab kasus serupa juga telah terjadi kepada HTI, FPI, dan Khilafatul Muslimin. Semua berawal dari persekusi, kemudian berujung pada kriminalisasi berupa pencabutan badan hukumnya. Dan itu semua terjadi di rezim yang sama, rezim saat ini.
"Rezim Jokowi sebagai rezim saat ini mesti dapat membuktikan siapa otak intelektual jahatnya agar dapat dipastikan bahwa upaya persekusi dan kriminalisasi ini benar-benar oknum saja, bukan rezim," harapnya.
Selain itu, lanjutnya, menghukum seberat-beratnya otak intelektual jahat tersebut karena jelas-jelas secara sistematis telah melakukan persekusi dan kriminalisasi kepada beberapa ormas Islam dan sekarang sedang melakukan hal yang sama kepada Muhammadiyah. Bila tidak, maka cap bahwa rezim Jokowi terpapar islamofobia itu semakin menguat.
"Dan tidak menutup kemungkinan, persekusi dan kriminalisasi akan berlanjut kepada persekusi dan kriminalisasi ormas Islam lainnya termasuk DDII, Persis, dan lainnya serta tidak terkecuali kelak NU pun bakal diperlakukan sama. Tinggal menunggu gilirannya saja," pungkasnya.[] Irianti Aminatun