Tinta Media - Founder Institut Muamalah Indonesia KH. M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si. menjelaskan kemungkinan orang yang bertatto bisa diampuni Allah dan masuk surga asalkan tidak menyekutukan-Nya.
“Orang yang bertatto masih ada kemungkinan diampuni oleh Allah dan dimasukkan ke dalam surga, selama dia tidak menyekutukan Allah SWT.,” tutur Ustaz Shiddiq kepada Tinta Media, Senin (6/3/2023).
“Namun ketika dia masuk surga, tattonya tidak otomatis akan hilang dan justru akan tetap seperti dulu ketika di dunia,” tambahnya.
Kiai menjelaskan hal tersebut sesuai hadis Nabi SAW yang menetapkan bahwa, ”Kami tidak akan pernah memperbaiki bagian (tubuh)-mu yang sudah kamu rusak sendiri.”
Namun demikian, kiai Shiddiq menuturkan kecuali jika orang itu mendapat keberkahan doa dari Rasulullah SAW sehingga Allah mengampuni dia. “Maka insya Allah tattonya akan bersih dan kulitnya kembali mulus,” tuturnya.
Ustadz Shiddiq juga menyampaikan dalil khusus, bahwa orang bertatto yang masuk surga, anggota tubuh yang telah ditattonya itu akan tetap seperti itu, yakni tidak dapat dihapuskan, kecuali didoakan oleh Rasulullah SAW, sesuai hadits yang artinya sebagai berikut:
“Dari Jābir bahwa Al-Thufayl bin ‘Amr al-Dawsiy RA mendatangi Nabi SAW lalu berkata, ’Wahai Rasulullah, apakah Anda mau berlindung di sebuah benteng yang kokoh dan kuat?’ Lalu sambungnya, ’Benteng itu dulunya milik suku Daus di zaman jahiliyah.’ Namun Nabi SAW mengabaikan tawaran itu karena kebaikan yang telah Allah siapkan bagi orang-orang Anshar. Ketika Nabi SAW berhijrah ke Madinah, Al-Thufayl bin ‘Amr al-Dawsiy juga berhijrah, bersama dengan seorang laki-laki dari sukunya (suku Daus). Namun mereka ternyata tidak cocok dengan cuaca/makanan di Madinah. Laki-laki tersebut sakit dan menjadi gelisah. Dia mengambil anak panah bermata lebar miliknya, lalu dengan itu dia memotong sendiri ruas-ruas jarinya. Kedua tangannya mengalirkan banyak darah lalu dia mati. Kemudian Al-Thufail bin ‘Amr bermimpi melihat kawannya itu dalam keadaan yang baik, namun dia menutupi kedua tangannya. Maka Al-Thufail bin ‘Amr bertanya kepadanya,’Apa yang telah dilakukan oleh Rabbmu kepadamu?’ Dia menjawab, ’Dia telah mengampuniku dengan sebab hijrahku kepada Nabi-Nya.’ Kemudian Al-Thufail bertanya lagi,’Kenapa aku melihat kamu menutupi kedua tanganmu?’ Dia menjawab, ‘Ada yang mengatakan kepadaku, ‘Kami tidak akan pernah memperbaiki bagian (tubuh)-mu yang sudah kamu rusak sendiri.’ Kemudian Al-Thufail menceritakan mimpinya kepada Rasulullah SAW, maka Rasulullah SAW berdoa, ‘Ya Allah, ampunilah juga kedua tangannya’.” (HR. Muslim, Shahih Muslim, no. 116).
Disampaikannya pula dari Imam Nawawi memberi syarah (penjelasan) hadits di atas sebagai berikut :
“Jadi di dalam hadits ini terdapat hujjah untuk sebuah kaidah yang agung bagi golongan Ahlus Sunnah, bahwa barangsiapa yang bunuh diri, atau melakukan suatu kemaksiatan lainnya, lalu di mati tanpa bertaubat, maka dia tidaklah kafir, dan tidaklah dapat dipastikan dia akan masuk neraka, akan tetapi dia masuk ke dalam kategori orang yang nasibnya terserah kehendak Allah. Hadits ini merupakan penjelasan bagi hadits-hadits sebelumnya yang secara zhahirnya dapat menimbulkan persangkaan bahwa orang yang bunuh diri atau yang melakukan dosa-dosa besar lainnya, akan kekal di neraka.” (Imam Nawawi, Syarah Muslim, Juz II, hlm. 131).
Dipaparkan Ustadz Shiddiq dalam hadits di atas juga terdapat dalil, boleh jadi seorang muslim yang di dunia telah merusak sendiri salah satu anggota tubuhnya di dunia, seperti memotong jarinya, atau mentatto anggota tubuhnya, atau memotong alat kelaminnya, atau mengganti alat kelaminnya (operasi ganti kelamin), atau yang melubangi atau menindik (piercing) pada hidungnya, dan yang semisalnya, maka apa saja yang telah dirusaknya itu tetap akan rusak seperti itu, dan tidak akan dapat kembali seperti semula,
walaupun dirinya masuk surga. “Terkecuali dia mendapat berkah berupa doa dari Rasululah SAW agar Allah mengampuni dia,” paparnya.
Dalam kitab Al-Mufhim Limā Ashkala min Talkhīṣi Ṣaḥiḥ Muslim, penulisnya Imam Abul Abbas Al-Qurthubi (w. 656 H) memberi syarah hadits tersebut dengan mengatakan :
“Perkataan yang berbunyi, ’Kami tidak akan pernah memperbaiki bagian (tubuh)-mu yang sudah kamu rusak sendiri,’ menjadi dalil bahwa pengampunan Allah boleh jadi tidak mencakup anggota tubuh yang digunakan untuk berbuat kejahatan [tangan, kaki, dsb], sehingga mengakibatkan adanya pembagian hukuman kepada orang yang sedang dihukum [ada hukuman yang mencakup anggota tubuh yang digunakan berbuat dosa dan ada yang tidak mencakupnya]. Maka dari itu, Rasulullah SAW berdoa kepada orang itu,”Ya Allah, ampuni juga kedua tangannya.” (Imam Abul ‘Abbas Al-Qurthubi, Al-Mufhim Limā Ashkala min Talkhīṣi Ṣaḥiḥ Muslim, Juz I, hlm. 321).
Disampaikannya bahwa bertatto adalah perbuatan yang diharamkan dalam Islam dan merupakan dosa besar (al-kabā`ir) di hadapan Allah SWT, baik bagi perempuan muslimah maupun laki-laki muslim, sesuai dengan hadits Nabi SAW sebagai berikut :
Dari ‘Abdullah Ibnu Mas’ud RA, ia berkata, ”Semoga Allah melaknati al-wāshimāt (perempuan-perempuan yang mentatto) dan al-mūtashimāt (perempuan yang meminta untuk ditatto), juga al-mutanammiṣāt (perempuan yang mencukur alisnya) serta al-mutafallijāt (perempuan yang merenggangkan gigi) untuk mencari keindahan, yang mereka itu adalah orang-orang yang telah mengubah ciptaan Allah." Maka seorang perempuan dari Bani Asad yang bernama Ummu Ya’qub datang kepada ‘Abdullah Ibnu Mas’ud RA dan berkata,’Telah sampai kepadaku bahwa kamu telah melaknat perempuan yang begini dan begini.” Maka ‘Abdullah Ibnu Mas’ud RA menjawab,”Bagaimana aku tidak melaknat orang yang telah dilaknat oleh Rasulullah SAW?” (HR Bukhari, no 4886; Muslim, no. 2125).
Imam Nawawi memberi syarah (penjelasan) hadits di atas dengan berkata :
“Al-Wāshimah (tukang tatto) adalah perempuan yang membuat tatto, yaitu perempuan yang memasukkan jarum atau paku runcing atau yang sejenisnya ke punggung tangan, pergelangan
tangan, bibir, atau bagian tubuh wanita lainnya hingga keluar darah, kemudian mengisi tempat tersebut dengan celak (al-kuhl) atau al-nūrah (sejenis bahan kimia berwarna), dan kulit itu menjadi berwarna hijau. Tukang tatto itu dapat membuat tatto dengan [pola] lingkaran-lingkaran dan ukiran-ukiran, dia dapat memperbanyaknya atau dapat menguranginya. Perempuan yang melakukan perbuatan ini disebut al-wāshimah, sedang perempuan yang ditatto disebut al-mawshūmah, dan jika dia meminta kepada al-wāshimah untuk melakukan tatto padanya, maka dia disebut mustawshimah (yang minta ditatto). Hukum membuat tatto ini haram, baik bagi perempuan yang mentatto (al-wāshimah) maupun bagi perempuan yang ditatto (al-mustawshimah), yang melakukan perbuatan ini atas dasar pilihan dan permintaan...dan semua ini [mentatto atau menghilangkan tatto] hukumnya sama untuk laki-laki dan perempuan. Wallāhu a’lam.” (Imam Nawawi, Syarah Muslim, Juz XIV, hlm. 106).
“Namun demikian, meskipun bertatto adalah dosa besar (al-kabā`ir), orang yang bertatto baik laki-laki muslim maupun perempuan muslimah tidak dapat dikafirkan dan tidak kekal di neraka, selama dia tidak melakukan kemusyrikan dengan menyekutukan Allah SWT dengan tuhan-tuhan yang lain,” jelas Ustadz Shiddiq.
Hal ini sesuai firman Allah SWT:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.” (QS An-Nisa` [4] : 48).
“Jadi, muslim yang bertatto masih dapat diampuni dan masuk surga, jika Allah menghendaki hal itu,” tandasnya.[] Raras