Tinta Media - Cendekiawan Muslim KH Rokhmat S. Labib menegaskan bahwa sebuah kezaliman menjamu atau menerima tamu Timnas U-20 Israel yang jelas memerangi, menumpahkan darah, dan mengusir kaum muslimin dari Palestina.
“Sebuah kezaliman menjamu tamu (orang-orang kafir) dan memperlakukan mereka sebagai layaknya kekasih, pemimpin, padahal jelas mereka memerangi kaum muslimin, menumpahkan darah, dan mengusir kaum muslimin dari negerinya,” tegasnya dalam Kajian Tafsir al wa'ie: Menerima U-20 Israel, Haram! (Tafsir QS. Al-Mumtahanah [60]: 8-9), Rabu (15/3/2023) di kanal Youtube Khilafah Channel Reborn.
Ustadz Labib, sapaan akrabnya, mengungkapkan sekarang ini banyak yang salah bagaimana Islam memandang dan menjelaskan tentang kedatangan sejumlah tim sepakbola dari Israel yang dikaitkan dengan Firman Allah dalam QS. Al-Mumtahanah ayat ke 8-9. Dalam penjelasan ayat ini disebutkan kedudukan kaum kafir dalam hubungan muamalah dengan kaum muslimin.
“Secara global kesimpulan dari ayat ini bahwa perlakuan kita kepada orang kafir bergantung kepada perlakuan mereka terhadap kaum muslimin. Perlakuan mereka, itulah yang menjadi penentu,” ungkapnya.
"Apabila orang-orang kafir tidak memerangi kaum muslimin, tidak mengusir kaum muslimin, dan tidak membantu mengusir kaum muslimin maka tidak dilarang oleh Allah SWT untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada mereka," tambahnya.
Sementara sebaliknya, kata Ustadz Labib, jika orang-orang kafir memerangi, mengusir dari tempat tinggal dan negeri kaum muslimin, dan ikut membantu pengusiran itu, maka tidak boleh kaum muslimin mengangkat sebagai wali.
"Wali ini sebagai badal dari sikap sebelumnya, berarti tidak boleh kamu berbuat baik kepada mereka dan berbuat adil dlm pengertian memperlakukan mereka seperti layaknya terhadap orang-orang yang tidak memerangi kaum muslimin,” bebernya.
Ia menerangkan dalam ayat selanjutnya tentang larangan Allah kepada kaum muslimin untuk mengangkat orang-orang kafir sebagai wali. "Ketika mereka memerangi karena agama, mengusir dari negeri kaum muslimin tinggal, dan mereka itu membantu pengusiran kaum muslimin. Larangan ini sampai pada hukum haram. Disebutkan barang siapa mengangkat mereka sebagai wali, maka mereka termasuk orang-orang yang zalim," ungkapnya.
“Dalam Al Qur’an, makna wali menunjukkan sifatnya kedekatan, penolong (punya kedekatan secara emosional), mencintai, atau makna sekutu. Artinya tidak boleh mengangkat mereka sebagai teman dekat, sekutu, sebagai orang yang kalian cintai, dan segala macamnya. Itu tidak boleh!” terangnya.
Sejak awal menurutnya, Yahudi atau bangsa Israel diaspora, tercerai berai di berbagai negara. Lalu mereka datang ke Palestina dan melakukan perampokan, orang yang sudah tinggal diteror, diusir dengan kekuatan bantuan dari Inggris, singkat cerita lebih dari separuh penduduk Palestina terusir dari tanah mereka. Dilihat dari sejarah masuknya Yahudi sangat jelas memenuhi kriteria dalam QS. Al-Mumtahanah ayat ke 8-9, yakni memerangi warga Palestina dan mengusir dari tempat tinggalnya.
“Jadi benar mereka (Israel) memerangi dan mengusir warga Palestina, awalnya wilayah atau daerah kekuasaannya sedikit, tapi lama kelamaan meluas. Mereka telah merampas tanah milik Palestina,” tuturnya.
Ia mengatakan jika menginginkan Al Qur’an sebagai pedoman maka menjamu orang-orang kafir yang menguasai wilayah negara Palestina dengan memerangi, menumpahkan darah, dan mengusirnya, itu merupakan kemungkaran. Dan kemungkaran itu harus dihilangkan semampunya. Kalau tidak bisa, tidak boleh merasa ridho dan senang dengan kemungkaran itu. Ridho kepada kemaksiatan adalah kemaksiatan dan ridho kepada kekufuran adalah kekufuran.
“Jika kita berada pada penguasa-penguasa yang tidak terikat dengan Qur’an, ya tidak akan bisa kaum Yahudi (Israel) itu bisa lenyap, yang terjadi justru semakin kokoh,” pungkasnya. [] Ageng Kartika