Tinta Media - Makin banyaknya tindak pencucian uang di kalangan pemerintahan dinilai oleh Narator Muslimah Media Center (MMC) menunjukkan gagalnya sistem politik demokrasi melahirkan pejabat yang amanah, jujur dan bertanggung jawab dalam mengurus urusan rakyat.
"Maraknya tindak pencucian uang di kalangan pemerintahan menunjukkan gagalnya sistem politik demokrasi melahirkan pejabat yang amanah, jujur dan bertanggung jawab dalam mengurus urusan rakyat," ungkapnya dalam Serba - serbi MMC: Ribuan Laporan Pencucian Uang di Kemenkeu, Sistem Buruk Cetak Pejabat Tak Amanah? Di kanal YouTube Muslimah Media Center, Senin (13/3/2023).
Menurut narator, sistem pemerintahan demokrasi sekuler adalah sumber dari penyelewengan kekuasaan dan menyuburkan tindak korupsi hingga pencucian uang.
"Faktanya, dalam demokrasi, korupsi, hingga pencucian uang adalah bisnis politik. Kebutuhan modal yang begitu besar yang dikeluarkan pejabat dalam pemilihan akan menyuburkan relasi antara pemilik modal atau korporasi dan elit politik calon penguasa,” ungkapnya.
Modal tersebut, lanjutnya, tentu harus dikembalikan. Karena itu ketika terpilih pejabat tersebut harus mendapatkan profit selama menduduki jabatannya. Ia harus mengembalikan modal yang disokong oleh pemilik modal dan mendapatkan keuntungan.
“Dari sinilah penyelewengan kekuasaan menjadi jalan, sebab biaya politik dalam sistem demokrasi tergolong mahal, terkadang modal dikembalikan dalam bentuk kebijakan yang pastinya mengikuti kepentingan pemilik modal, bukan terselesaikannya permasalahan negara.
Ditambah lagi kehidupan hedon dan konsumtif yang dibentuk oleh sistem kehidupan sekuler liberal ini kata Narator menjadikan pejabat berlomba-lomba untuk hidup mewah.
Khilafah
Narator membandingkannya dengan sistem pemerintahan Islam yang disebut Khilafah. "Sistem Islam berlandaskan pada akidah Islam. Aturannya bersumber dari Allah Swt. Sang Pencipta dan Pengatur manusia, sehingga aturannya sangat terperinci dan memberikan solusi atas setiap permasalahan umat manusia," tegasnya.
Masih menurut Narator, akidah Islam akan melahirkan kesadaran bahwa setiap manusia akan diawasi oleh Allah Swt. "Dari sini akan lahir kontrol dan pengawasan internal yang menyatu dalam diri para pemimpin, politisi, aparat dan pegawai negara. Aqidah yang kokoh inilah yang mampu mencegah sedari dini dari tindak pidana korupsi, hingga pencucian uang," ungkapnya.
Selain itu, sambungnya, sistem politik Islam tidak butuh biaya yang tinggi termasuk dalam hal pemilihan pejabat. Inilah yang mencegah pemilik modal masuk dan menyetir sejumlah kebijakan. Para pejabat akan benar-benar melakukan tugasnya sebagai pengurus urusan umat.
“Bukan hanya langkah preventif, Islam memiliki langkah kuratif dalam memberantas tindak pidana pencucian uang dengan hukum yang menjerakan,” imbuhnya.
Narator menjelaskan, dalam hukum Islam, pencucian uang diidentikkan dengan penggelapan (ghulul) karena pelaku pencucian uang mengambil harta yang bukan haknya dan menyembunyikannya dalam hartanya. Pencucian uang disebut penipuan karena di dalamnya mengandung unsur menipu aparat penegak hukum dengan menyembunyikan harta hasil kejahatannya seolah-olah harta tersebut hasil dari aktivitas yang sah, pun demikian dikatakan sebagai bentuk penghianatan atas amanah publik yang seharusnya dijalankan dengan baik," jelasnya.
Narator mengatakan, hukum pidana Islam tidak secara eksplisit menyebut money laundering dalam nash baik Al-Quran maupun hadis. Maka pencucian uang dapat dikategorikan sebagai jarimah takzir (sanksi kriminal) yang hukumannya berdasarkan hasil ijtihad atau penggalian hukum Islam.
"Karena itu hanya sistem Khilafah yang mampu memberantas tindak pencucian uang maupun tindak penyelewengan kekuasaan lainnya dan menciptakan rasa keadilan di tengah masyarakat," pungkasnya.[] Sri Wahyuni