Tinta Media - Nama Lengkap beliau Prof. Dr. Aceng Ruhendi Saifullah, M.Hum. Guru Besar pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS), UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA, Jl. Dr. Setiabudi No. 229, Bandung, Jawa Barat.
Pria kelahiran Garut, 7 Agustus 1956 ini, adalah satu-satunya Guru Besar Linguistik Forensik se - Indonesia. Sejumlah Mata kuliah beliau ampu, diantaranya: Metode Penelitian Linguistik, Seminar Penelitian Linguistik, Analisis Framing, Kecerdasan Linguistik, Linguistik Klinis, Pragmatik, Semiotik, Semantik, Isu-isu Linguistik mutakhir dan tentu saja linguistik forensik.
Sengaja kami menghadirkan beliau, untuk menguji tafsir lunguistik forensik dari ahli yang dihadirkan oleh jaksa, Andhika Duta Bahari, yang ternyata asisten dari Prof Aceng di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS), UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.
Sebelumnya, jaksa menyebut Andhika Duta Bahari sebagai Profesor. Melalui sidang yang terbuka untuk umum, Prof Aceng meluruskan bahwa Andhika bukan Profsesor. Baru kemudian diketahui, ternyata Andhika baru Associate.
Materi keterangan penting yang disampaikan oleh Prof Aceng bahwa keonaran harus terjadi di ruang konvensional, nyata dan berakibat/berdampak phisik. Bukan keonaran, kalau itu hanya terjadi di ruang digital, atau tidak berdampak secara fisik.
Menurut KBBI keonaran berasal dari kata onar yang makna atau padanan katanya kegemparan; kerusuhan; keributan. Semua merujuk pada aktivitas nyata di ruang konvensional, bukan ruang digital.
Prof Aceng juga menjelaskan, bahwa demonstrasi adalah aktivitas yang sah, legal dan konstitusional. Dasar konstitusinya adalah pasal 28 UUD 1945, sementara pengaturannya secara legal diatur dalam UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum.
Selama ini, keonaran ditafsirkan oleh Jaksa sebagai rasa gelisah dan bisa terjadi diruang digital (sosmed). Jaksa, menyitir adanya guru guru dan teman Jokowi yang gelisah, pro kontra komentar di sosmed (Youtube) dan demo menuntut tangkap Gus Nur di Bareskrim sebagai konfirmasi adanya keonaran. Tafsir Jaksa ini merujuk keterangan ahli Andhika Duta Bahari yang ternyata asisten dari Prof Aceng Ruhendi.
Namun, berdasarkan keterangan Prof Aceng yang merupakan ahli dan Guru Besar Linguistik forensik, maka adanya guru dan teman Jokowi yang gelisah, pro kontra komentar di sosmed (Youtube) dan demo menuntut tangkap Gus Nur di Bareskrim tidak membuktikan adanya keonaran, karena tidak memenuhi unsur keonaran yang harus terjadi di ruang konvensional, nyata dan berakibat/berdampak phisik.
Lagipula, sejak kapan demo dianggap onar?
Kalau demo menuntut proses hukum terhadap Gus Nur onar, kenapa tidak dibubarkan oleh Bareskrim? Buktinya, demo itu telah memenuhi administrasi berupa mengirim surat pemberitahuan dan berujung damai (tidak dibubarkan). Kalau demo secuil orang di Bareskrim dianggap onar, tentu Bareskrim juga bermasalah karena telah membiarkan terjadinya keonaran.
Yang lebih penting harus menimbulkan kerugian yang bersifat fisik dan dapat diukur. Korbannya juga harus diperiksa. Dalam kasus ini, kerugian fisiknys tidak ada. Korbannya yakni Jokowi juga tidak perbah dihadirkan di persidangan.
Dari keterangan Prof Aceng ini, maka Gus Nur tidak bisa dijerat dengan pasal 14 dan/atau 15 UU No 1/1946 karena tidak ada unsur onarnya. Bahkan, menurut Prof Aceng Mubahalah Gus Nur juga bukan penodaan agama dan bukan tindakan kebencian bermotif SARA (tidak bisa dijerat pasal 28 UU ITE dan pasal156a KUHP).
MasyaAllah, penting dan sangat berguna sekali bagi materi pembelaan. Keterangan Prof Aceng membuka pandangan kami, juga semestinya hakim dan jaksa, untuk menafsirkan apa itu keonaran, yang selama ini disalahtafsirkan hanya demi tujuan untuk memenjarakan orang.
Melalui tulisan ini, penulis bersama tim advokasi Gus Nur mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, kepada segenap civitas akademika Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, khususnya kepada Prof Aceng Ruhendi Saifullah. Kami mohon maaf jika ada kekurangan yang kami lakukan dalam pelayanan dan penghormatan kepada beliau, semoga Allah SWT mencatatnya sebagai amal sholeh dan mendapatkan balasan berupa pahala berlimpah dan keberkahan hidup, amien. [].
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Kuasa Hukum Gus Nur