Tinta Media - “Ini idolaku, mana idolamu?” Tak sedikit orang masih terbius oleh kalimat tadi. Bahkan menjadi hal yang lumrah di dunia untuk terpukau dengan idola yang didambakan. Namun dunia hari ini menjadikan kaum remaja hilang kendali terhadap idolanya, terlagi untuk kaum plastik, atau dunia game, hingga tataran menjadi sebagian pemuda yang konsumtif. Dengan segala cara mereka lakukan tuk ikuti cara berpakaian hingga gaya hidup. Sudahlah sesat, ditambah lagi terjerumus lubang kesengsaraan. Karena tak mempertimbangkan apa yang akan dilakukan dan efek bagi dirinya ataupun sekitarnya.
Padahal generasi bangsalah yang bisa membawa perubahan suatu negeri. Namun lagi-lagi, sorotan publik terhadap kekerasan, balapan liar, hingga pergaulan bebas yang terjadi adalah pemuda yang menjadi tokoh utama. Hingga berbagai kasus sudah menjadi hidangan media setiap hari. Pastinya terfigur oleh apa yang sudah menjadi pikiran yang sudah terbangun dari faktor tontonan, keluarga, teman hingga negara.
Menggambarkan ada kesalahan beruntun yang terjadi pada dunia hari ini yang belum dipahami oleh remaja luas. Bahkan faktor yang menjadikan mereka rusak yakni;
Pertama, ada kesalahan pada diri pemuda bangsa ini. Minimnya ilmu agama hingga moral kehidupan hilang dengan begitu saja. Terlagi poros hidup yang belum mereka ketahui sepenuhnya yang menjadikan jati dirinya terombang ambing seperti buih dilautan dan berefek pada ketidak tahuan arah pandang hidup yang sebenarnya.
Kedua, masyarakat sekitar, terutama keluarga. Karena menjadi pendorong salah satu
faktor remaja hilang kendali. Terlagi masyarakat yang tak peduli urusan hidup
orang lain. Sifat individu yang mengakar kuat pada masyarakat hari ini. Hingga
imbas teruntuk sekitarnya.
Ketiga, negara. Yang seharusnya sebagai pengatur urusan rakyatnya.
Bagaimana menyediakan pendidikan yang mencetak moral yang tinggi serta iptek
yang berkualitas. Namun, negara ini masih penganut system kapitalisme yang
sejatinya penghalang hakekat amanah negara. Hanya bisa berlekuk lutut pada
pemodal agar rencana mereka berjalan lancar. Penghancur pemuda negeri ini
terlagi, umat Islam menuju kebangkitan. Malah sibuk memeras darah rakyat
,hingga tak peduli akan kerusakan
negerinya.
Alhasil, semua ini adalah buah
dari penerapan sistem yang tunduk pada akal manusia yang berasas
sekulerisme. Sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dan urusan
kehidupan. Bahkan agama hanya dijadikan ritual belaka oleh individu-individu.
Sedangkan urusan dunia bebas oleh akal manusia yang terbatas.
Sangatlah miris kita semua melihat ini. Inilah tatkala akal manusia
dijadikan patokan hukum untuk menerapkan di dunia. Remaja yang kian hilang
akal. Diserang dari berbagai sisi
fun, fashion, food, dan film, friction, free sex, free thinkers. Hingga tergila-gila oleh K-pop. Rela beli tiket dan persiapan untuk konser berjuta-juta.
Padahal ini semua pasti ada lahwun munadzamun (kesenangan yang terorganisir).
Dari souvenir, pakaian, hingga tiket semua biaya akan berakhir ditangan
para penjajah kafir.
Maka tak heran jika remaja sekarang minim pemahaman agama. Pendidikannya saja meminimalisir pelajaran agama dan fokus kepada mencetak para buruh
bukan menimba ilmu. Moral tak lagi jadi acuan melainkan orang bermodal yang
bisa bermegang setir dunia. Tingkah laku yang kebarat-baratan hingga bertindak
amoral. Sangat jauh dari adat ketimuran apalagi nilai Islam.
Mau dibawa kemana remaja kita? Yang seharusnya remaja menjadi pewaris negri ini, justru menjadi korban serangan barat. Yang seharusnya menjadi pemegang kebangkitan negri malh jadi babu barat. Lantas semua ini akan menyalahkan sapa? Remaja itu sendiri? Ataukah keluarga yang tak mendidik? Ataukah negara yang tak peduli potensi remaja.
Potensi Generasi Terealisasi oleh
Sistem Islam
Najmu syabab, sebutan pemuda islam dengan potensi akal, jiwa pemuda, skill, tsaqofah sains, dan koneksi. Semua akan didukung oleh negara islam. Dari segi pendidikan, mencetak produk remaja berkualitas seperti halnya para ilmuwan yang menjadi peletak dasar ilmu hingga teknologi hari ini. Dari dukungan masyarakat yang kuat dan peka terhadap lingkungan. Bahkan pada individunya yang berasas aqidah Islam dalam berbuat sesuatu. Dan yang utama adalah negara yang mengawal semua struktur agar berjalan sesuai syariatnya.
Oleh: Fariha Maulidatul Kamila
Siswi SMA IT Alamri