Perhatian Islam terhadap Ilmu Pengetahuan - Tinta Media

Senin, 27 Maret 2023

Perhatian Islam terhadap Ilmu Pengetahuan

Tinta Media - Sobat. Diriwayatkan dari Abu Dzar bahwa dia berkata : Rasulullah SAW bersabda:

“Hai Abu Dzar, sesungguhnya kepergianmu belajar satu bab dari kitab Allah SWT adalah lebih baik bagimu daripada kamu sholat seratus rokaat. Dan sesungguhnya kepergianmu belajar satu bab dari ilmu, baik diamalkan atau pun tidak, adalah lebih baik bagimu daripada kamu sholat seribu rokaát.”

Dalam riwayat lainnya, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa belajar satu bab dari ilmu, untuk diajarkan kepada orang lain, maka dia diberi pahala tujuh puluh nabi.”

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa hendak menghafal ilmu, maka hendaklah ia membiasakan lima perkara : Pertama, sholat malam sekalipun dua rokaát. Kedua, senantiasa berwudhu. Ketiga, bertakwa dalam rahasia atau pun terang-terangan. Keempat, makan untuk memperoleh kekuatan beribadah (bertakwa), bukan untuk memenuhi syahwat dan kelima, ia bersiwak.”

Allah SWT Berfirman :

وَعَلَّمَ ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمۡ عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ فَقَالَ أَنۢبُِٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ  

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"

قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ  

“Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana.”
( QS. Al-Baqarah (2) : 31-32 )

Sobat. Ayat ini menerangkan bahwa Allah swt mengajarkan kepada Adam a.s. nama-nama, tugas dan fungsinya seperti Nabi dan Rasul, tugas dan fungsinya sebagai pemimpin umat. Manusia memang makhluk yang dapat dididik (educable), bahkan harus dididik (educandus), karena ketika baru lahir bayi manusia tidak dapat berbuat apa-apa, anggota badan dan otak serta akalnya masih lemah. Tetapi setelah melalui proses pendidikan bayi manusia yang tidak dapat berbuat apa-apa itu kemudian berkembang dan melalui pendidikan yang baik apa saja dapat dilakukan manusia.

Adam sebagai manusia pertama dan belum ada manusia lain yang mendidiknya, maka Allah secara langsung mendidik dan mengajarinya. Apalagi Adam dipersiapkan untuk menjadi khalifah yaitu pemimpin di bumi. Tetapi cara Allah mendidik dan mengajar Adam tidak seperti manusia yang mengajar sesamanya, melainkan dengan mengajar secara langsung dan memberikan potensi kepadanya yang dapat berkembang berupa daya pikirnya sehingga memungkinkan untuk mengetahui semua nama yang di hadapannya.

Setelah nama-nama itu diajarkan-Nya kepada Adam, maka Allah memperlihatkan benda-benda itu kepada para malaikat dan diperintahkan-Nya agar mereka menyebutkan nama-nama benda tersebut yang telah diajarkan kepada Adam dan ternyata mereka tidak dapat menyebutkannya. Hal ini untuk memperlihatkan keterbatasan pengetahuan para malaikat itu dan agar mereka mengetahui keunggulan Adam sebagai manusia terhadap mereka, dan agar mereka mengetahui ketinggian hikmah Allah dalam memilih manusia sebagai khalifah. Hal ini juga menunjukkan bahwa jabatan khalifah yaitu mengatur segala sesuatu dan menegakkan kebenaran dan keadilan di muka bumi ini memerlukan pengetahuan yang banyak dan kemampuan serta daya pikir yang kuat.

Sobat. Setelah para malaikat menyadari kurangnya ilmu pengetahuan mereka, karena tidak dapat menyebutkan sifat makhluk-makhluk yang ada di hadapan mereka, maka mereka mengakui terus terang kelemahan diri mereka dan berkata kepada Allah bahwa Dia Mahasuci dari segala sifat-sifat kekurangan, yang tidak layak bagi-Nya, dan mereka menyatakan tobat kepada-Nya. Mereka pun yakin bahwa segala apa yang dilakukan Allah tentulah berdasarkan ilmu dan hikmah-Nya yang Mahatinggi dan Mahasempurna, termasuk masalah pengangkatan Adam menjadi khalifah. Mereka mengetahui bahwa ilmu pengetahuan mereka hanyalah terbatas kepada apa yang diajarkan-Nya kepada mereka. 

Dengan demikian lenyaplah keragu-raguan mereka tentang hikmah Allah dalam pengangkatan Adam menjadi khalifah di bumi.

Dari pengakuan para malaikat ini, dapatlah dipahami bahwa pertanyaan yang mereka ajukan semula "mengapa Allah mengangkat Adam a.s. sebagai khalifah," bukanlah merupakan suatu sanggahan dari mereka terhadap kehendak Allah, melainkan hanyalah sekadar pertanyaan meminta penjelasan. Setelah penjelasan itu diberikan, mereka mengakui kelemahan mereka, maka dengan rendah hati dan penuh ketaatan mereka mematuhi kehendak Allah, terutama dalam pengangkatan Adam a.s., menjadi khalifah. 

Mereka memuji Allah swt, karena Dia telah memberikan ilmu pengetahuan kepada mereka sesuai dengan kemampuan yang ada pada mereka. Selanjutnya, mereka mengakui pula dengan penuh keyakinan, dan menyerah kepada ilmu Allah yang Mahaluas dan hikmah-Nya yang Mahatinggi. Lalu mereka menegaskan bahwa hanya Allah yang Maha Mengetahui dan Mahabijaksana.

Hal ini mengandung suatu pelajaran bahwa manusia yang telah dikaruniai ilmu pengetahuan yang lebih banyak dari yang diberikan kepada para malaikat dan makhluk-makhluk lainnya, hendaklah selalu mensyukuri nikmat tersebut, serta tidak menjadi sombong dan angkuh karena ilmu pengetahuan yang dimilikinya, serta kekuatan dan daya pikirannya. Sebab, betapapun tingginya ilmu pengetahuan dan teknologi manusia pada zaman kita sekarang ini, namun masih banyak rahasia-rahasia alam ciptaan Allah yang belum dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan manusia, misalnya ialah hakikat roh yang ada pada diri manusia sendiri. Allah telah memperingatkan bahwa ilmu pengetahuan yang dikaruniakan kepada manusia hanya sedikit sekali dibandingkan ilmu Allah dan hakikat-Nya.

"dan tidaklah kamu diberi pengetahuan, melainkan sedikit." (al-Isra/17: 85)

Sobat. Selama manusia tetap menyadari kekurangan ilmu pengetahuannya, tentu dia tidak akan menjadi sombong dan angkuh, dan niscaya dia tidak akan segan mengakui kekurangan pengetahuannya tentang sesuatu apabila dia benar-benar belum mengetahuinya, dan dia tidak akan merasa malu mempelajarinya kepada yang mengetahui. Sebaliknya, apabila dia mempunyai pengetahuan tentang sesuatu yang berfaedah, maka ilmunya itu tidak akan disembunyikannya, melainkan diajarkan dan dikembangkannya kepada orang lain, agar mereka pun dapat mengambil manfaatnya.

Sobat. Perhatian Islam terhadap pentingnya ilmu pengetahuan dapat dilihat dari adanya hal-hal berikut :

Pertama. Perintah untuk menuntut ilmu pengetahuan, baik ilmu agama maupun ilmu umum, baik di dalam maupun luar negeri.

Kedua. Perintah untuk mengajarkan ilmu pengetahuan. Seorang alim (yang berilmu) tetapi tidak mengamalkan ilmunya akan disiksa sebelum penyembah berhala.

Ketiga. Bahwa seluruh amalan dalam Islam tidak sah jika dikerjakan tanpa disertai Ilmu pengetahuan.

Keempat. Dalam Islam tidak dibenarkan adanya taklid atau mengikuti pendapat orang tanpa disertai pengetahuan tentang apa yang diikutinya itu.

Kelima. Bahwa yang pertama diwajibkan dalam Islam adalah mengetahui Tuhan dengan penuh keyakinan, yakni disertai dalil-dalil yang kuat, baik dalil yang bersifat penalaran (aqli), maupun dalil-dalil yang bersifat bukti empiris (burhan), dalil bathini (Keyakinan spiritual), dalil sejarah, keindahan dan lain sebagainya.

Keenam. Islam adalah agama yang mendorong manusia agar menggunakan segenap potensi yang dimilikinya, yaitu fisik, panca indra, akal, dan hati nurani. Dengan melatih dan menggunakan fisiknya, manusia akan memiliki keterampilan dan kecakapan kerja (vokasional); dengan menggunakan panca inderanya, manusia akan memiliki keterampilan dalam menemukan berbagai informasi; dengan menggunakan akalnya, manusia akan dapat menyusun teori, dan dengan menggunakan hati nuraninya, manusia akan menghasilkan seni.

Sobat. Baginda Rasulullah SAW bersabda, “ Sesungguhnya Allah menjadikan anak cucu Adam dengan delapan sifat, empat diantaranya menjadi milik penghuni surga: Wajah yang berseri, lidah yang fasih, hati yang takwa dan tangan yang dermawan. Dan empat lainnya menjadi milik penghuni neraka: Wajah yang cemberut, lidah yang keji, hati yang kasar, dan tangan yang kikir.” Benarlah sabda Rasulullah.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis buku Gizi Spiritual dan Buku The Power of Spirituality. Dosen Pascasarjana Universitas Islam Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :