Tinta Media - Managing Direktor Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menyampaikan bahwa penerimaan dan pengeluaran pajak di Indonesia terindikasi mengalami kebocoran.
"Kalau kita lihat bahwa di satu sisi pajak itu adalah penerimaan untuk di
dalam APBN dan di lain sisi adalah ada pengeluaran. Masalah di Indonesia sekarang ini adalah dua-duanya terindikasi bocor. Dari penerimaan terindikasi bocor dari
pengeluaran juga terindikasi bocor," bebernya dalam acara live streaming Media Umat dengan tema Rakyat dipajakin, Duitnya di korupsiin, Ahad (5/3/2023) di kanal YouTube Media Umat.
Anthoni menilai, hal ini harus di soroti. Karena dampak dari kebocoran ini efeknya pada rakyat. Seperti subsidi sekolah yang dikurangi dan pembayaran BPJS yang dinaikan.
"Ini yang harus disoroti, karena kebocoran-kebocoran ini dampaknya kepada masyarakat, yaitu misalnya bahwa sekolah uang-uang sekolah ya tidak bisa ini jadi tidak bisa lagi memberikan subsidi dan
sebagainya kepada sekolah atau sangat terbatas dan juga kesehatan BPJS
misalnya sekarang siapa yang dibebani ya Sekarang semua rakyat lagi beban
Bahkan Anthony mengatakan efek dari kebocoran ini adalah kemiskinan masyarakat.
"BPJS dinaikkan dan seterusnya kasus subsidi BBM subsidi listrik jadi ini semua luar
biasa sekali dampaknya terhadap masyarakat yaitu kemiskinan," sesalnya.
Anthony pun mengungkapkan bahwa kebocoran itu bisa dilihat dari selisih penerimaan pajak yang hilang empat setengah persen.
"Kita lihat penerimaan pajak kita ini
hanya sekitar 10,4% pada akhir 2022 ini.
10,4% ini sudah dibantu dengan kenaikan PPN dari harga komoditas dan seterusnya. Tanpa itu rasio pajak kita itu sudah dibawah 10%," jelasnya.
Ia mengatakan pada 2016-2017 ada tax amnesty yaitu penguasa menjanjikan bahwa rasio pajak bisa naik menjadi 14,6%.
"Artinya kurang lebih ada selisih empat setengah persen dengan yang sekarang
Apakah ini dianggap sebagai kebocoran. Empat setengah persen dengan
APBN dengan PDB hampir 20.000 itu sudah sekitar 900 triliun," Herannya.
Menurutnya, jika ada penambahan pajak sebesar 900 triliun, maka Indonesia tidak perlu untuk berhutang lagi sampai sedemikian banyak. "Dan bunga-bunga
utang bisa untuk rakyat miskin lagi," pungkasnya.[] Teti Rostika