Tinta Media - Menanggapi hasil survei nasional Indonesian Political Opinion (IPO) terkait kondisi politik di Indonesia, Narator Muslimah Media Center (MMC) menyatakan bahwa politik tidak berpengaruh pada rakyat tapi pada kelompok oligarki.
"Ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa politik tidak berpengaruh pada rakyat namun jelas berpengaruh pada kelompok tertentu yaitu oligarki," tuturnya dalam Serba-serbi MMC: Ironis, Politik Dipandang Baik Tapi Tidak Berdampak pada Rakyat? Sabtu (18/3/2023) di kanal YouTube Muslimah Media Center.
Menurutnya, rakyat tidak diperhatikan dan ini sebuah kepastian dalam sistem demokrasi kapitalisme karena kekuasaan sejatinya berada di tangan pemilik modal. "Sebab dalam sistem pemerintahan demokrasi, kedaulatan rakyat berada ditangan rakyat, namun fakta bahwa keinginan dan pendapat rakyat pasti berseberangan, menjadikan penentuan aturan diputuskan oleh suara mayoritas wakil rakyat," ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa Abdul Qodim Zallum dalam buku Demokrasi Sistem Kufur menjelaskan bagaimana kedustaan sistem demokrasi parlemen. Yang dikatakan sebagai wakil rakyat pada faktanya adalah wakil dari para pemilik modal yang memiliki dana untuk menempatkan orang yang diinginkannya. "Maka aturan yang dibuat adalah aturan yang menguntungkan mereka dan bukan menguntungkan rakyat. Dan aturan inilah yang harus diterapkan oleh penguasa," bebernya.
"Dari sini, sangat wajar rakyat dalam sistem politik demokrasi tidak akan pernah merasakan kebaikan dalam kehidupan mereka," ujarnya.
Ia menilai bahwa hal ini tampak dari beberapa kebijakan diantaranya pajak yang mencekik, harga komoditas yang terus melambung, BBM dan TDL terus mengalami kenaikan, pendidikan dan kesehatan yang semakin dikomersilkan hingga pembangunan infrastruktur yang mengikuti kehendak para korporat. "Berbeda dengan politik dalam Islam," tukasnya.
Ia melanjutkan bahwa politik Islam dibangun atas dasar akidah Islam yang tidak lain adalah untuk melaksanakan aturan Islam di dalam negeri dan dakwah ke luar negeri. Dengan kata lain, politik Islam hakikatnya adalah pengurusan urusan umat. Dalam menjalankan politik Islam, negara wajib berjalan di atas satu sandaran yakni syariat Islam. "Di dalam politik Islam, penguasa lah yang berperan sebagai pengurus rakyat sedangkan pemilik kekuasaan adalah rakyat," paparnya.
"Penguasa yang dimaksud adalah Khalifah, yang akan menjadi pemimpin tunggal kaum muslimin di seluruh dunia dalam mengurusi urusan mereka," terangnya.
"Khalifah yang diserahi wewenang untuk mengurus kemaslahatan rakyat akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kelak di hari kiamat," tambahnya.
Menurut Imam al Mala al-Qori, lanjutnya, kedudukan al-mam sebagai junnah atau perisai tidak terbatas dalam peperangan semata, tetapi dalam seluruh keadaan. Seorang Al Imam menjadi pelindung bagi kaum muslimin dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan secara berkelanjutan. Fungsi junnah dari khilafah tampak pada ketika ada seorang muslim yang yang dinodai kehormatannya oleh orang Yahudi Bani Qainuqa' di Madinah. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam lalu melindunginya dan menyatakan perang kepada Bani Qainuqa' tersebut. Bani Qainuqa' kemudian diusir keluar dari Madinah. "Dalam 10 tahun, tak kurang dari 79 kali peperangan dilakukan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam sebagai kepala negara demi menjadi junnah bagi Islam dan kaum muslimin," jelasnya.
Di sini tampak bahwa kepala negara dalam Islam atau khilafah wajib memperhatikan kaum muslimin dan peduli terhadap kepentingan-kepentingan mereka serta melakukan pengaturan urusan rakyat berdasarkan syariat Islam saja. "Karena itu, politik Islam inilah yang dibutuhkan umat saat ini," pungkasnya.[] Ajira