MUI pernah menetapkan fatwa haram untuk liberalisme, pluralisme dan sekulerisme agama pada tahun 2005. MUI berpendapat bahwa agama harus menjadi sumber nilai dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya, dan bahwa pemisahan antara agama dan negara yang diusung oleh sekulerisme dapat merusak dan memperlemah keimanan umat muslim.
Pemisahan antara agama dan negara yang diusung oleh sekulerisme dapat memperlemah keimanan umat muslim, karena pandangan sekulerisme menolak campur tangan agama dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya, sehingga nilai-nilai keagamaan tidak lagi diakui sebagai sumber nilai dalam kehidupan bermasyarakat.
Sekulerisme tentu saja bukan ajaran Islam. Sejarah kemunculannya terkait dengan dinamika gereja di Eropa. Sejarah munculnya sekulerisme dapat ditelusuri kembali ke masa pencerahan di Eropa pada abad ke-17 dan ke-18. Pada saat itu, pemikir-pemikir seperti Thomas Hobbes, John Locke, dan Voltaire mulai mempertanyakan peran gereja dalam kehidupan masyarakat.
Mereka menekankan pada pentingnya akal budi dan ilmu pengetahuan dalam mengarahkan kebijakan publik. Tentu saja Islam dan Kristen memiliki perbedaan fundamental soal ini. Sebab Islam tidak mengenal pemisahan kehidupan dengan hukum syariah. Semua masalah individu dan sosial telah diatur dalam syariah Islam.
Selama Revolusi Perancis pada akhir abad ke-18, paham sekulerisme semakin meluas dan menuntut pemisahan gereja dan negara. Pada saat itu, kekuasaan gereja di Prancis dikritik karena dianggap korup dan tidak mencerminkan kepentingan rakyat. Gerakan sekulerisme ini memperjuangkan hak individu untuk berpikir dan bertindak secara bebas, tanpa campur tangan agama atau kekuasaan gereja.
Sejak itu, pandangan sekulerisme semakin berkembang di negara-negara Barat dan menjadi dasar bagi sistem pemerintahan yang demokratis dan pluralis. Maka, sistem demokrasi jelas berpaham sekulerisme ini. Sementara sekulerisme telah diharamkan oleh MUI.
Demokrasi sekuler itu berpaham antroposentrisme adalah pandangan bahwa manusia adalah pusat segala-galanya, bahwa manusia adalah yang paling penting atau yang paling berharga di alam semesta ini. Sementara Tuhan dianggap tidak punya hak untuk mengatur kehidupan manusia. Antropomorfisme demokrasi mengacu kepada bahwa manusialah yang berhak membuat hukum dan aturan di dunia ini.
Sekulerisme sebagai pandangan dunia yang menekankan pada pemisahan antara agama dan negara, memiliki daya rusak bagi kehidupan sosial, politik, dan budaya, terutama bagi umat Islam, politik Islam dan ormas Islam . Berikut beberapa daya rusak sekulerisme : pertama, pemisahan agama dan negara dapat memperlemah nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga moralitas dan etika sosial dapat menjadi kurang dihargai dan terabaikan. Partai dan ormas Islam yang mengadopsi sekulerisme tidak akan menjadikan Islam sebagai landasan dan tujuan perjuangannya.
Kedua, sekulerisme cenderung menekankan pada kepentingan dunia atau materi, sehingga spiritualitas dan nilai-nilai keagamaan dapat diabaikan dalam kehidupan sehari-hari. Partai Islam dan ormas Islam yang menerapkan meyakini sekulerisme akan cenderung pragmatis sebagaimana organisasi sekuler lainnya.
Ketiga, sekulerisme dapat memicu individualisme dan hedonisme serta sering tidak mengindahkan halal dan haram, di mana individu cenderung lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri dari pada kepentingan bersama. Hal ini dapat dilihat dari partai dan ormas Islam yang para pengurusnya banyak yang dipenjara karena terlibat korupsi.
Keempat, pemisahan agama dan negara dapat memicu terjadinya benturan antara ajaran agama dan nilai-nilai sekuler, seperti dalam hal legalisasi praktik-praktik yang dianggap bertentangan dengan ajaran agama. Hal ini sering terjadi di negeri ini, sebab perda-perda syariah justru ditolak, sementara perda-perda yang bertentangan dengan Islam justru disahkan.
Kelima, sekulerisme dapat memicu polarisasi dan konflik antara kelompok agama dan non-agama, terutama jika diimplementasikan dengan cara yang tidak proporsional atau memihak pada kelompok tertentu. Sekulerisme di negeri ini terbukti telah memecah umat Islam ke dalam berbagai organisasi politik dan sosial. Saat pemilu demokrasi, terlihat jelas perpecahan umat Islam.
Padahal umat Islam adalah umat yang satu, karena mereka memiliki keyakinan yang sama dalam agama Islam dan mengikuti ajaran yang sama dalam Al-Quran dan Hadits. Hal ini juga tercermin dalam pernyataan syahadat, yaitu "Laa ilaaha illa Allah, Muhammadur Rasulullah" yang artinya "Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah".
Selain itu, umat Islam adalah umat yang satu karena memiliki sumber nilai dan hukum yang sama dalam Islam, serta menjunjung tinggi persatuan dan solidaritas antar sesama umat Islam. Dalam Islam, umat ditekankan untuk saling tolong-menolong, menghormati hak-hak orang lain, dan menjaga kerukunan serta keharmonisan dalam bermasyarakat. Sumber hukum Islam adalah Al Qur’an, Hadits, Ijma dan Qiyas, bukan demokrasi sekuler apalagi piagam PBB.
Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk terus memperkuat persatuan dan solidaritas dalam menghadapi tantangan dan perbedaan yang ada, serta menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai kesejahteraan bersama dan mewujudkan Islam sebagai agama rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi seluruh alam) dengan menjadikan al Qur’an sebagai sumber hukum, baik individu maupun sosial kenegaraan.
Oleh: Dr. Ahmad Sastra
Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 27/02/23 : 15.33 WIB)