Tinta Media - Founder Institute Muamalah Indonesia, KH Muhammad Siddiq Al Jawi menyatakan, memungut pajak itu hukumnya boleh bagi negara Khilafah, asalkan memenuhi syarat-syaratnya yang syar'i, yaitu syarat-syarat yang diambil dari Al-Qur’an dan as-Sunnah.
“Demikian, tentu ini dengan syarat-syaratnya, ya. Nah, pajak yang memenuhi syarat-syaratnya ini bisa disebut pajak syariah,” ungkapnya sebagaimana dimuat tabloid media umat edisi 322: Rakyat Dipajakin, Duitnya Dikorupsiin (25 Sya’ban-15 Ramadhan 1444 H/17 Maret-6 April 2023).
Pertama, pajak itu dipungut untuk melaksanakan kewajiban syariah bersama antara kewajiban negara (Baitul Mal) dan kewajiban umat islam. “Kewajiban menyantuni fakir dan miskin, atau kewajiban menolong korban bencana alam, atau kewajiban membangun jalan raya penghubung yang vital dan satu-satunya antara dua kota, dan sebagainya,” terangnya.
Kedua, pajak dipungut pada saat dana di Baitul Mal (Kas Negara) kosong atau kurang.
Ketiga, pajak dipungut hanya dari kaum muslim saja, karena warga non-muslim sudah kena pajak khusus yang nama-nya jizyah, yaitu pajak tahunan yang wajib dibayar oleh warga non-muslim, khususnya bagi laki-laki, yang dewasa, dan yang mampu, yakni tidak boleh dipungut jizyah dari fakir atau miskin.
Keempat, pajak dipungut hanya dari yang mampu saja. “Tidak boleh memungut pajak dari warga yang fakir dan miskin,” pungkasnya.[] Amar Dani