Tinta Media - Berita kriminal atau tindak kejahatan hampir setiap hari menghiasi layar kaca. Beragam jenis kejahatan ditayangkan menjadi suguhan yang bikin hati teriris. Kasus pencurian, penyalahgunaan narkoba, tindakan asusila, pencopetan, penjambretan, penodongan senjata tajam/api, kekerasan fisik, penganiayaan, perusakan barang orang lain, pembunuhan, penipuan dan korupsi semakin marak. Melihat berita atau mendengar kasus kriminalitas yang marak terjadi ada rasa ngeri sekaligus nyeri. Kriminalitas tumbuh subur merupakan buah pahit hukum sekularis.
Dari sekian banyak tindak kriminal yang wara wiri diberitakan adalah kasus pembunuhan. Seakan nyawa manusia begitu murah dan mudah dihilangkan, melayang di tangan manusia yang hilang akal. Faktor utama pemicu karena masalah kemiskinan, ekonomi, konflik sosio-emosional, karena seseorang merasa kecewa, sakit hati atau dendam kepada orang lain. Secara ekstrem pelampiasan rasa kecewa tersebut, sakit hati, dendam atau amarah dilampiaskan dengan cara membunuh orang lain.
Kasus pembunuhan di Bekasi menjadi salah satu gambaran kisah pilu bagaimana dengan entengnya orang merampas nyawa orang lain. Berawal dari kasus keracunan yang menimpa sebuah keluarga di Jalan Ciketing Udik, Bantargebang, Kota Bekasi. Peristiwa terungkap dari adanya kejanggalan pada kasus keracunan tersebut. Mulanya polisi menduga keluarga tersebut keracunan biasa setelah mengonsumsi makanan. Tapi setelah mengorek keterangan dari seorang korban dugaan keracunan yang selamat terungkap bahwa mereka sengaja diracun usai menenggak kopi yang dicampur pestisida.
Dari situ polisi mengungkap kasus pembunuhan berantai berdasarkan pengakuan ketiga pelaku yang berhasil diciduk, mereka sebelumnya sudah membunuh enam orang di luar dari korban di Bekasi sebanyak tiga orang.
Pembunuhan berencana yang didalangi oleh Wowon cs itu berlatar belakang unsur penipuan dengan modus penggandaan uang. Korban pertama dari enam korban yang dibunuh bernama Siti, seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Garut, Jawa Barat. Menjadi korban pertama saat ia hendak menagih iming-iming hasil penggandaan uang kepada Wowon.
Kasus pembunuhan lain yang bikin geger seentero republik dan menjadi perhatian publik selama berbulan-bulan adalah terbunuhnya Yosua. Pembunuhan Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J atau Brigadir Y terjadi pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo, ketika itu menjabat Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, di Kompleks Perumahan Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, DKI Jakarta.
Polri menyatakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J tewas dalam insiden tembak-menembak dengan sesama polisi pada Jumat sore, 8 Juli 2022. Lokasinya di rumah dinas Kadiv Propam Polri di Jalan Duren Tiga nomor 46, Jakarta Selatan (Jaksel).
Seiring waktu dari hasil penyelidikan pihak kepolisian berhasil mengungkap bahwa Yosua adalah korban pembunuhan berencana didalangi oleh Ferdi Sambo. Kasus tersebut menyeret beberapa petinggi Polri, istri, dan anak buah sekaligus ajudan. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dan menerima sanksi hukuman penjara sesuai dengan tingkat kejahatan yang dilakukan.
Kejahatan keji berupa pembunuhan menjadi hal biasa terjadi di negeri ini. Sanksi hukuman yang diputuskan tidak menjadikan para pelaku kejahatan berkurang, justru semakin bertambah seakan membunuh sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan persoalan. Permasalan yang terus berulang terletak pada lemahnya iman pelaku kejahatan. Para pelaku melakukan kejahatan dipicu oleh emosi, sakit hati dan faktor pendorong lainnya dalam melampiaskan nafsu keji menyebabkan orang lain kehilangan nyawa. Di mana posisi agama? Agama hanya hiasan dan pelaku tidak takut dengan dosa di hari kemudian.
Aturan hidup yang disuburkan di negeri ini pun memberikan ruang untuk tidak terikat dengan aturan Tuhan. Hukum pidana bagi pelaku kejahatan mengacu pada buatan manusia hingga menghasilkan hukum yang plin plan, tebang pilih hingga dirasakan tajam di bawah tumpul ke atas. Hukuman yang diterapkan tidak membuat jera. Wajar jika kasus kriminal terus bermunculan, buah pahit akibat meminggirkan aturan Tuhan.
Masyarakat mengutuk keras bentuk kejahatan yang merampas hak hidup orang lain,menimbulkan luka dan meninggalkan kesedihan mendalam bagi keluarga korban. Tidak sedikit pula pihak keluarga korban menuntut hukuman seberat-beratnya bagi para pelaku hingga tuntutan mati. Vonis mati pun pernah dijatuhkan termasuk pada kasus Ferdy Sambo karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak, melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama.
Terkait dengan tindak pidana pembunuhan, Majelis Hakim berkeyakinan, Sambo telah melanggar ketentuan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang No. 19/2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Islam memandang tindakan pembunuhan dengan sengaja dan berencana sebagai dosa besar. Bahkan Islam mengajarkan untuk melindungi setiap nyawa, karena menghilangkan satu nyawa pada hakikatnya sama dengan membunuh seluruh umat manusia. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS an-Nisā' (4): 93. Allah SWT mengancam akan memasukkan ke neraka jahannam bagi pelaku pembunuhan.
Syariat Islam adalah hukum terbaik yang telah diturunkan Allah SWT kepada manusia, memberikan pilihan-pilihan yang sangat luas dan lapang bagi korban pembunuhan. Pihak korban bisa menuntut hukuman mati, nyawa dibalas dengan nyawa, atau meminta tebusan diyat (uang darah) berupa memberikan 100 ekor unta, 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting (hamil), atau pihak korban memaafkan.
Hukum pidana Islam akan memberikan kemaslahatan di dunia dan akhirat. Hukuman yang dijatuhkan berupa hukum mati akan menjadikan penebus dosa bagi pelaku kriminal, sekaligus memberi efek jera dan membuat orang lain takut untuk melakukan tindakan kriminal serupa. Karena itu hukum pidana Islam akan memberikan jaminan kelangsungan hidup bagi masyarakat.
Demikianlah hukum pidana Islam mengatur bentuk hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku pembunuhan bertujuan akan memberikan rasa keadilan kepada korban, dan juga bagi pelakunya, melindungi masyarakat dari berbagai tindak kriminal. Keamanan dan rasa aman bagi semua akan terwujud.[]
Oleh: Yun Rahmawati
Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok