Tinta Media - Eksploitasi berbalut kemuliaan perempuan atau kesetaraan gender kian masif dipropagandakan di dunia seperti dalam peringatan International Women's Day (IWD) atau Hari Perempuan Internasional pada setiap tanggal 8 Maret.
IWD diresmikan oleh Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB) sejak tahun 1977 yang menekankan pentingnya perjuangan
perempuan untuk mencapai kesetaraan, keadilan, dan hak yang sama dengan laki-laki.
(Jakarta, Inews.Id)
Setiap permasalahan yang dihadapi perempuan
dipandang sebagai akibat dari ketimpangan gender, sehingga kesetaraan gender
harus diperjuangkan. Sayangnya, ide kesetaraan yang digaungkan faktanya justru
menjerumuskan perempuan ke dalam jurang kenistaan. Alih-alih mulia, hidup
tenang saja tak bisa dirasakan oleh kaum perempuan saat ini. Mereka bahkan
terenggut fitrahnya sebagai seorang Ibu sehingga mampu melakukan hal yang tak
seharusnya dilakukan.
Seperti pembunuhan yang dilakukan seorang
Ibu pada anaknya yang masih 2 tahun di Duren Sawit (27/1/23). Kemudian
banyaknya kasus bunuh diri perempuan seperti yang dialami oleh perempuan
berinisial S (51) yang tewas akibat bunuh diri di dalam rumahnya di Jakarta
Utara, Rabu (8/2/2023). Motifnya pun bermacam-macam, mulai dari depresi akibat
tekanan ekonomi maupun akibat cekcok dengan pasangan. Ini bukti bahwa perempuan
belum mendapatkan rasa aman dan kenyamanan.
Fakta-fakta di atas hanya sebagian kecil
yang terekspos media. Namun, sudah cukup menunjukkan kegagalan dari Sistem
Kapitalis yang telah melahirkan kaum Feminis untuk melawan fitrahnya sebagai
perempuan. Mantra Feminisme telah menghipnotis perempuan untuk menjadikan
dirinya sebagai budak dunia dan menganggap agama sebagai pengekang.
Kaum Feminis lebih menyibukkan diri untuk
mengejar materi dunia dan menuntut penerapan hukum-hukum yang memberinya
kebebasan tanpa batas. Padahal, seharusnya para perempuan hanya menyibukkan
diri untuk beribadah kepada-Nya sesuai tujuan diciptakannya manusia.
Hal tersebut jelas berbeda dengan Sistem
Islam yang sangat memuliakan perempuan dan menjadikannya sebagai manusia taat.
Dalam Islam, perempuan diberikan kehormatan dan kemuliaan dengan posisinya
sebagai pengatur rumah tangga dan sebagai pendidik pertama bagi anak-anaknya.
Di tangan perempuanlah tonggak keberhasilan sebuah peradaban akan terwujud.
Perempuan sesuai fitrahnya sebagai Ibu bagi
generasi hanya akan terwujud di dalam sistem Islam yang mampu mendukung
perannya, bukan justru mengeksploitasi kemampuannya dengan menjadikannya
sebagai pekerja. Islam akan menjamin kehidupan perempuan dengan hukum syariat
yang lengkap seperti:
1. Kewajiban bagi laki-laki untuk menafkahi
dan memenuhi kebutuhan pokok perempuan dengan cara yang makruf sesuai Surah
Al-Baqarah ayat 233.
2. Peran negara sebagai pengurus umat akan
optimal dalam memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Dalam Islam,
seorang Khalifah akan menjamin setiap kebutuhan rakyat seperti pendidikan,
kesehatan, dan keamanan benar-benar terpenuhi dengan baik. Khalifah juga akan
memberdayakan SDM dalam negeri dengan membekalinya pendidikan yang layak,
keterampilan, dan keahlian. Kemudian akan memberikan kemudahan dalam mengakses
pekerjaan dengan membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi rakyat, bukan untuk
tenaga kerja asing.
Begitulah ketika pemimpin negara menerapkan
aturan Islam atas dasar iman terhadap Allah SWT, kemaslahatan rakyat dan
kemuliaan perempuan akan terwujud. Laki-laki dan perempuan dipahamkan perannya
masing-masing dan bahwa derajatnya sama di hadapan Allah, kecuali takwanya.
Allah berfirman yang artinya: "
....Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara
kamu, baik laki-laki maupun perempuan, ...." (QS. Ali-Imran 3:195)
Dengan begitu, perempuan akan paham bahwa tak sedikitpun berkurang kemuliaan dan pahalanya di sisi Allah ketika menjalani sesuai fitrahnya. Jika sudah seperti itu, tidak akan ada perempuan yang menuntut disetarakan dengan laki-laki. Wallahu a'lam.
Oleh: Wida Nusaibah
Aktivis Dakwah Kabupaten Malang