Janganlah Kamu Menghianati Allah dan Rasul-Nya - Tinta Media

Senin, 13 Maret 2023

Janganlah Kamu Menghianati Allah dan Rasul-Nya

Tinta Media - Sobat. Ketahuilah dengan enam perkara Allah mengangkat derajat seorang hamba; Ilmu yang bermanfaat, adab yang diambil dari al-Qur’an dan Sunnah, amanah, memelihara diri dari yang diharamkan (iffah), jujur dan menepati janji. Di antara tanda-tanda makrifat ( mengenal ) Allah adalah menunaikan hak-hak Allah dan melepaskan diri dari hak-hak para hamba. Dan di antara kecintaan hamba kepada Allah SWT adalah mengikuti Rasulullah Muhammad SAW.

Sebaliknya jangan kau hianati Allah dan Rasul-Nya jika ingin hidupmu bahagia, berkah dan mulia.

Allah SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَخُونُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓاْ أَمَٰنَٰتِكُمۡ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَآ أَمۡوَٰلُكُمۡ وَأَوۡلَٰدُكُمۡ فِتۡنَةٞ وَأَنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥٓ أَجۡرٌ عَظِيمٞ  

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”( QS. Al-Anfal (8) : 27-28)

Sobat. Abdullah bin Abi Qatadah berkata, "Ayat ini turun berkenaan dengan Abu Lubabah pada ketika Rasulullah saw, mengepung suku Quraidhah dan memerintahkan mereka untuk menerima putusan Saad. Sesudah itu Quraidhah berunding dengan Abu Lubabah tentang menerima putusan Saad itu, karena keluarga Abu Lubabah dan harta bendanya berada dalam kekuasaan mereka. Kemudian Quraidhah menunjuk ke lehernya (yakni sebagai tanda untuk disembelih). Abu Lubabah berkata, "Sebelum kedua telapak kakiku bergerak, aku telah mengetahui bahwa diriku telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya." Kemudian ia bersumpah tidak akan makan apa pun sehingga ia mati, atau Allah menerima taubatnya. Kemudian ia pergi ke mesjid dan mengikat dirinya ke tiang, dan tinggal beberapa hari di sana sehingga jatuh pingsan, karena badannya sangat lemah. Kemudian Allah menerima taubatnya. Dan ia bersumpah, bahwa dia tidak boleh dilepaskan dirinya dari ikatannya selain oleh Rasulullah sendiri. Kemudian ia berkata, "Hai Rasulullah! Saya bernazar untuk melepaskan hartaku sebagai sadaqah." Rasulullah bersabda, "Cukuplah bersadaqah sepertiganya." (Riwayat Saad bin Manshur dari Abdillah bin Abi Qatadah).

Allah menyeru kaum Muslimin agar mereka tidak mengkhianati Allah dan Rasul-Nya, yaitu mengabaikan kewajiban-kewajiban yang harus mereka laksanakan, melanggar larangan-larangan-Nya, yang telah ditentukan dengan perantaraan wahyu. Tidak mengkhianati amanat yang telah dipercayakan kepada mereka, yaitu mengkhianati segala macam urusan yang menyangkut ketertiban umat, seperti urusan pemerintahan, urusan perang, urusan perdata, urusan kemasyarakatan dan tata tertib hidup masyarakat. 

Sobat. Untuk mengatur segala macam urusan yang ada dalam masyarakat itu diperlukan adanya peraturan yang ditaati oleh segenap anggota masyarakat dan oleh pejabat-pejabat yang dipercaya mengurusi kepentingan umat. 

Sobat. Peraturan-peraturan itu secara prinsip telah diberikan ketentuannya secara garis besar di dalam Al-Quran dan Hadis. Maka segenap yang berpautan dengan segala urusan kemasyarakatan itu tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip yang telah ditentukan. Karenanya segenap peraturan yang menyangkut kepentingan umat tidak boleh dikhianati, dan wajib ditaati sebagaimana mestinya. Hampir seluruh kegiatan dalam masyarakat ini berhubungan dengan kepercayaan itu. Itulah sebabnya maka Allah, melarang kaum Muslimin mengkhianati amanat, karena apabila amanat sudah tidak terpelihara lagi berarti hilanglah kepercayaan. Apabila kepercayaan telah hilang maka berarti ketertiban hukum tidak akan terpelihara lagi dan ketenangan hidup bermasyarakat tidak dapat dinikmati lagi.

Sobat. Allah menegaskan bahwa bahaya yang akan menimpa masyarakat lantaran mengkhianati amanat yang telah diketahui, baik bahaya yang akan menimpa mereka di dunia, yaitu merajalelanya kejahatan dan kemaksitan yang mengguncangkan hidup bermasyarakat, ataupun penyesalan yang abadi dan siksaan api neraka yang akan menimpa mereka di akhirat nanti.

Khianat adalah sifat orang-orang munafik, sedang amanah adalah sifat orang-orang mukmin. Maka orang mukmin harus menjauhi sifat khianat itu agar tidak kejangkitan penyakit nifak yang dapat mengikis habis imannya.

Anas bin Malik berkata:
"Rasulullah saw pada setiap khutbahnya selalu bersabda: "Tidak beriman orang yang tak dapat dipercaya, dan tidak beragama orang yang tak dapat dipercaya." (Riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban dari Anas bin Malik)

Sabda Nabi saw:
"Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga. Apabila menuturkan kata-kata ia berdusta, dan apabila berjanji ia menyalahi, dan apabila diberi kepercayaan ia berkhianat." (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)

Sobat. Allah memperingatkan kaum Muslimin agar mereka mengetahui bahwa harta dan anak-anak mereka itu adalah cobaan. Maksudnya ialah bahwa Allah menganugerahkan harta benda dan anak-anak kepada kaum Muslimin sebagai ujian bagi mereka itu apakah harta dan anak-anak banyak itu menambah ketakwaan kepada Allah, mensyukuri nikmat-Nya serta melaksanakan hak dan kewajiban seperti yang telah ditentukan Allah. Apabila seorang muslim diberi harta kekayaan oleh Allah, kemudian ia bersyukur atas kekayaan itu dengan membelanjakannya menurut ketentuan-ketentuan Allah berarti memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan Allah terhadap mereka. Tetapi apabila dengan kekayaan yang mereka peroleh kemudian mereka bertambah tamak dan berusaha menambah kekayaannya dengan jalan yang tidak halal serta enggan menafkahkan hartanya, berarti orang yang demikian ini adalah orang yang mengingkari nikmat Allah. 

Dalam kehidupan manusia di masyarakat, harta benda adalah merupakan kebanggaan dalam kehidupan dunia. Sering orang lupa bahwa harta benda itu hanyalah amanah dari Allah yang dititipkan kepada mereka, sehingga mereka kebanyakan tertarik kepada harta kekayaan itu dan melupakan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan.

Demikian juga anak adalah salah satu kesenangan hidup dan menjadi kebanggaan seseorang. Hal ini adalah merupakan cobaan pula terhadap kaum Muslimin. Anak itu harus dididik dengan pendidikan yang baik sehingga menjadi anak yang saleh. 

Sobat. Apabila seseorang berhasil mendidik anak-anaknya menurut tuntutan agama, berarti anak itu menjadi rahmat yang tak ternilai harganya. Akan tetapi apabila anak itu dibiarkan sehingga menjadi anak yang menuruti hawa nafsunya, tidak mau melaksanakan perintah-perintah agama, maka hal ini menjadi bencana, tidak saja kepada kedua orang tuanya, bahkan kepada masyarakat seluruhnya. Oleh sebab itu, wajiblah bagi seorang muslim memelihara diri dari kedua cobaan tersebut. Hendaklah dia mengendalikan harta dan anak untuk dipergunakan dan dididik sesuai dengan tuntutan agama serta menjauhkan diri dari bencana yang ditimbulkan oleh harta dan anak tadi.

Allah menegaskan bahwa sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. Maksudnya ialah barang siapa yang mengutamakan keridaan Allah dari pada mencintai harta dan anak-anaknya, maka ia akan mendapat pahala yang besar dari sisi Allah. Peringatan Allah agar manusia tidak lupa kepada ketentuan agama lantaran harta yang banyak dan anak yang banyak disebutkan pula dalam ayat yang lain.

Firman Allah:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُلۡهِكُمۡ أَمۡوَٰلُكُمۡ وَلَآ أَوۡلَٰدُكُمۡ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِۚ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ 

Wahai orang-orang yang beriman! janganlah harta-bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barang siapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (al-Munafiqun/63: 9)

Sobat. Allah mengingatkan bahwa kesibukan mengurus harta benda dan memperhatikan persoalan anak-anak jangan membuat manusia lalai dari kewajibannya kepada Allah atau bahkan tidak menunaikannya. Hendaknya perhatian mereka terhadap dunia dan akhirat seimbang, sebagaimana tertuang dalam sebuah riwayat:
Beramallah (amalan duniawi) seperti amalan seseorang yang mengira bahwa ia tidak akan meninggal selama-lamanya. Namun, waspadalah seperti kewaspadaan seseorang yang akan meninggal besok. (Riwayat al-Baihaqi dari Abdullah bin Ibnu 'Amru bin al-'As)

Dalam hadis lain, Nabi bersabda:
Bukanlah orang yang terbaik di antara kamu seseorang yang meninggalkan (kepentingan) dunianya karena akhirat, dan sebaliknya meninggalkan (kepentingan) akhiratnya karena urusan dunianya, sehingga ia mendapatkan (bagian) keduanya sekaligus, ini dikarenakan kehidupan dunia merupakan wasilah yang menyampaikan ke kehidupan akhirat dan janganlah kamu menjadi beban terhadap orang lain. (Riwayat Ibnu 'Asakir dari Anas bin Malik) 

Di sinilah letak keistimewaan dan keunggulan agama yang dibawa oleh junjungan kita Nabi Muhammad saw yaitu agama Islam. Agama yang tidak menghendaki umatnya bersifat materialistis, yang semua pikiran dan usahanya hanya ditujukan untuk mengumpulkan kekayaan dan kenikmatan dunia, seperti halnya orang-orang Yahudi. Islam juga agama yang tidak membenarkan umatnya hanya mementingkan akhirat saja, tenggelam dalam kerohanian, menjauhkan diri dari kelezatan hidup, membujang terus dan tidak kawin, sebagaimana halnya orang-orang Nasrani. Allah berfirman:
 
Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. (al-A'raf/7: 31)

Firman Allah:
 
 Katakanlah (Muhammad), "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik? (al-A'raf/7: 32)

Allah menegaskan pada akhir ayat 9 ini bahwa orang-orang yang sangat mementingkan urusan dunia dan meninggalkan kebahagiaan akhirat, berarti telah mengundang murka Allah. Mereka akan merugi karena menukar sesuatu yang kekal abadi dengan sesuatu yang fana dan hilang lenyap.

Sobat. Umur manusia adalah karena amal sholehnya yang dapat mendekatkannya kepada Allah dan yang dapat memberinya pahala di akherat. Inilah kebahagiaan yang dengan susah payah dikejar oleh seorang hamba. Apabila umurmu adalah modal usahamu maka waspadalah ! jangan engkau infakkan kepada selain yang diwajibkan.

Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana Universitas Islam Tribakti Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :