"Tak ada (niatan presiden). Berkali-kali Pak Jokowi, saat ditanya soal itu beliau menjawab, beliau bilang taat kepada konstitusi. Persoalan tiga periode, penundaan pemilu, itu kan keputusan politik. Itu ada di MPR, bagaimana pun, MPR lah yang melihat secara cermat,"
[Ade Irfan Pulungan, Stafsus Presiden Jokowi]
Tinta Media - Ada sebagian orang yang naif menafsirkan keputusan MK yang menolak gugatan masa jabatan presiden terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terhadap UUD 1945. Mereka menganggap, Jokowi sudah 'Game Over'.
Padahal, sikap MK yang memutuskan menolak permohonan UU Pemilu yang diajukan oleh Herifuddin Daulay yang perkaranya teregister dalam Nomor 4/PUU-XXI/2023 hanyalah tindakan repetisi.
Karena sebelumnya, MK juga sudah pernah menolak perkara yang sama pada perkara Putusan MK Nomor 117/PUU-XX/2022. Pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 117/PUU-XX/2022 juga diberlakukan secara mutatis mutandis pada Nomor 4/PUU-XXI/2023.
Itu artinya, MK hanya 'Copy Paste' pertimbangan putusan perkara nomor 117/PUU-XX/2022, lalu diberlakukan untuk perkara Nomor 4/PUU-XXI/2023. Lah, dimana letak hebatnya MK?
Yang patut dicurigai, pertimbangan MK yang menyatakan tidak atau belum memiliki alasan yang kuat untuk mengubah pendiriannya. Artinya, suatu saat MK bisa saja mengubah putusan dengan dalih 'ada alasan kuat' untuk mengubah pendiriannya.
Lagipula, Jokowi bisa saja pinjam tangan DPR atau MPR untuk menunda Pemilu dalam rangka memperpanjang usia kekuasaannya. Jokowi nantinya dapat berdalih tidak ingin memperpanjang jabatannya, tidak ada niat, taat konstitusi. Tapi karena ada desakan dan keputusan dari DPR dan MPR, amanah dari wakil rakyat, aspirasi dari rakyat (meminjam legitimasi dari survey), lalu JOKOWI DENGAN ENTENGNYA AKAN MENGUCAPKAN BISMILLAH, MENERIMA AMANAH PERPANJANGAN JABATAN PRESIDEN, BAIK MELALUI MODUS TUNDA PEMILU ATAU MENGUBAH KONSTITUSI DENGAN MEMBERIKAN KESEMPATAN JOKOWI UNTUK DIPILIH KEMBALI, BAIK SECARA LANGSUNG MAUPUN DIPILIH VIA MPR DENGAN MODUS KEMBALI KE UUD 1945.
Apalagi, Jokowi biasa bohong. Tidak ada niat itu harus dipahami kebalikannya. Selama ini, fakta banyak bicara tentang kebalikan statement Jokowi.
Coba perhatikan pernyataan Ade Irfan Pulungan, Stafsus Jokowi:
"Tak ada (niatan presiden). Berkali-kali Pak Jokowi, saat ditanya soal itu beliau menjawab, beliau bilang taat kepada konstitusi. Persoalan tiga periode, penundaan pemilu, itu kan keputusan politik. Itu ada di MPR, bagaimana pun, MPR lah yang melihat secara cermat,"
Tak ada niat, bagaimana jika niat itu dititipkan kepada DPR MPR? Mengingat, semua partai mayoritas berkoalisi dengan Jokowi.
Apakah partai akan menolak, jika perpanjangan jabatan Jokowi kompensasinya adalah perpanjangan jabatan anggota DPD, DPR baik pusat hingga daerah?
Jadi, jangan terlalu sibuk copras - capres. Karena tidak ada jaminan, Pemilu dan Pilpres 2024 akan tetap berjalan sesuai jadwal. Apalagi, Oligarki sudah sangat nyaman dilayani oleh rezim hari ini. [].
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
https://heylink.me/AK_Channel/