Islamofobia Merajalela, Pengaruh Sekularisme dalam Tubuh Negara - Tinta Media

Senin, 06 Maret 2023

Islamofobia Merajalela, Pengaruh Sekularisme dalam Tubuh Negara

Tinta Media - Aktivitas kajian Islam tidak pernah absen dari berbagai komentar negatif dan provokatif. Persoalan serupa kerap kali terjadi dan selalu dikaitkan dengan permasalahan negara yang tengah terjadi. Padahal, masalah yang timbul itu akibat dari gagalnya pemerintah dalam mengurusi urusan negaranya.

Pada acara Seminar Nasional Pancasila dalam Tindakan Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual Terhadap Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga serta Mengantisipasi Bencana, Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri menjadi sorotan setelah membahas masalah anak stunting yang kian menjamur saat ini.

Penuturan beliau menjadi sorotan media saat menyangkut pautkan pengajian yang menjadi rutinitas ibu-ibu dengan masalah _stunting_ dengan dalih, para ibu yang mengikuti pengajian mengesampingkan peran utamanya untuk mengurus anak serta memperhatikan asupan gizi.

Ditambah instruksi yang diberikan kepada dua menteri yang berkiprah mengurusi urusan ibu-ibu dan stunting untuk mengatur dan membuat manajemen rumah tangga agar ibu-ibu tidak hanya fokus ke pengajian dan melupakan asupan gizi anak. (dilansir dari Republika.co.id)

Penuturan Ibu Megawati Soekarnoputri tersebut mendapat tanggapan dari Wakil Ketua Badan Penanganan Pemilu (Bappilu). Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Andi Nurpati, yang mengatakan bahwa pengajian yang dilakukan ibu-ibu itu tidak setiap hari. Lewat penuturannya Andi menyampaikan bahwa pengajian terkadang dilakukan seminggu atau sebulan sekali. Di dalamnya juga membahas mengenai ilmu kesehatan.

Andi berpendapat bahwa solusi utama mengatasi stunting adalah memberantas dengan memberikan pendidikan yang baik serta kemampuan dan keterampilan untuk bekerja. Beliau juga berpendapat bahwa melarang umat beragama untuk mempelajari agamanya termasuk pelanggaran HAM.

Pengajian juga merupakan sarana pendidikan agama yang belum tentu didapat di bangku persekolahan maupun dunia perkuliahan.
Andi juga membandingkan peranan ibu-ibu pengajian dengan para ibu yang berprofesi sebagai wanita karier yang kemungkinan besar bekerja di luar rumah dari pagi hingga sore hari. Beliau menegaskan bahwa negara harus memberi solusi untuk masalah stunting di Indonesia. (Dilansir dari Sindonews.id)

Dikutip dari Tribunnews.com Megawati menyampaikan bahwa tidak ada larangan dalam mengikuti pengajian selagi tetap memperhatikan manajemen rumah tangga. Serta mengulik sedikit cerita cucu-cucu beliau yang menurut pengakuannya memiliki fisik serta latar belakang pendidikan yang baik.
Dari rentetan kabar di media mengenai sindiran yang ditujukan kepada para ibu-ibu pengajian memunculkan banyak pertanyaan. Mengapa hanya ibu-ibu pengajian yang didiskriminasi? Jika dibandingkan dengan para wanita karier yang memilih bekerja dan menitipkan anak-anaknya kepada pengasuh bayaran. Ataupun para wanita yang hanya peduli dengan kehidupan pribadinya. Menghabiskan waktu untuk bersenang-senang di atas tanggung jawab yang terabaikan. Ibu-ibu pengajian jauh lebih baik dan bertanggung jawab atas anak-anak mereka.

Tampak jelas, diskriminasi terhadap kajian Islam yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam, menyangkut pautkan antara pengajian dengan masalah _stunting_ yang masih merebak. Padahal, aktivitas mengkaji Islam merupakan kewajiban serta kebutuhan bagi setiap individu terlebih kaum ibu yang merupakan madrasah pertama bagi anak.
Dikarenakan peran penting itulah seorang ibu harus memiliki pemahaman yang kuat serta tepat sebagai bekal pengasuhan. Namun sayangnya, pemahaman yang dibutuhkan tersebut tidak mudah untuk didapatkan. 

Apalagi pemahaman agama, yang memang pada saat sekarang ini mulai dikesampingkan. Tidak banyak para ibu yang miliki kesempatan belajar ilmu agama di bangku sekolah, kalaupun ada mungkin hanya sedikit sekali ilmu yang didapatkan. Untuk itulah butuh ilmu tambahan yang didapatkan dari pengajian.

Disinilah letak permasalahan awalnya, dimana negara abai akan kebutuhan pendidikan yang baik dan berkualitas bagi masyarakatnya. Biaya pendidikan yang relatif mahal membuat banyak orang urung untuk melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi. Pendidikan yang di agung-agungkan nyatanya hanya mampu dirasakan oleh segelintir orang yang memang baik segi ekonominya. Negara tidak memberikan fasilitas serta kualitas pendidikan yang baik, guna mencetak generasi-generasi terbaik.

Menyangkut pautkan pengajian dengan masalah stunting saat ini semakin memperlihatkan bentuk kepengurusan negara yang carut marut. Dari sini tampak jelas bahwa negara seolah lepas tangan dan melemparkan tanggung jawabnya atas persoalan negara. Permasalahan stunting adalah tanggung jawab negara untuk mencarikan solusi dan penanganannya. 

Padahal, masalah stunting ini tidak luput dari dampak kemiskinan dan sulitnya akses kesehatan yang didapat masyarakat.
Kemiskinan yang kian membelit negara membuat masyarakat kian kesulitan untuk memenuhi kebutuhan yang layak. Seperti memilih untuk mengonsumsi makanan yang bergizi yang merupakan salah satu cara untuk pencegahan _stunting_. Namun jika mengulik penerapan sistem pemerintahan di negara saat ini yang hanya memperhatikan para pemilik modal dan pemilik kekuasaan yaitu kapitalisme, mustahil kemiskinan mampu terselesaikan. Dan sesuatu hal yang tidak dapat dibandingkan dengan keadaan para keturunan yang notabennya sudah menjadi keturunan para penguasa.

Kesehatan yang sulit untuk di akses apalagi bagi masyarakat yang jauh dari ranah kota membuat masyarakat kesulitan dalam proses penanganan. Strategi pembangunan pemerintah yang kurang merata membuat hanya segelintir lapisan masyarakat yang bisa merasakan fasilitas kesehatan yang mumpuni.

Beginilah jika negara dinahkodai oleh sistem kufur. Dimana fasilitas terbaik hanya dapat dirasakan oleh kalangan yang berwenang dan pemilik modal. Imbas dari kapitalisme bagi kehidupan masyarakat kelas bawah kian mencekik. Penyebaran opini islamophobia yang kian merebak di era sekularisme. Serta kehidupan hedonisme dan liberalisme yang terus menggerogoti tubuh kaum muslimin.
Kesengsaraan ini akan terus dan kian bertambah jika tidak ada tindakan yang tegas dalam proses periayahannya. Itu sebabnya dibutuhkan suatu sistem yang mampu memberikan keamanan serta kenyamanan bukan hanya untuk kalangan ummat manusia, namun sistem yang mampu menaungi dan memberikan rahmat untuk seluruh alam semesta.

Dan kesempurnaan sistem itu hanya dimiliki oleh Islam. Penerapan Syariat Islam dalam hidup dan bernegara akan menghadirkan rahmat. Islam memberikan penanganan serta pengurusan yang berkualitas dan efektif. Menyamaratakan setiap pembangunan pemerintahan di seluruh wilayah tanpa memandang kelas keturunan. Karena baik buruknya manusia diukur dari tingkat ketakwaan terhadap Allah SWT.

Begitu sejahteranya suatu negara apabila sistem Islam diterapkan serta syariat Islam di tegakkan. Seperti pada masa kepemimpinan Islam yang menyumbangkan segudang prestasi dan kejayaan hingga mampu dirasakan sampai saat ini. Tidak ada sistem terbaik selain penerapan Islam secara sempurna di tengah masyarakat dan negara.

Oleh: Olga Febrina
Pelajar, Penulis Remaja & Aktivis Dakwah SWIC
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :