Harga Pangan Naik Menjelang Ramadhan, Islam Solusinya - Tinta Media

Minggu, 12 Maret 2023

Harga Pangan Naik Menjelang Ramadhan, Islam Solusinya

            Ramadhan tiba Ramadhan tiba Ramadhan tiba

            Marhaban ya Ramadhan Marhaban ya Ramadhan

            Marhaban ya Ramadhan Marhaban ya Ramadhan

Tinta Media - Alhamdulillah ya gaes, iklan marj*n sudah tayang hehe. Sebagai tanda kalau bulan yang istimewa akan segera tiba. Tapi di balik happy nya kita menyambut bulan Ramadhan, ada masalah yang bikin sedih gaes. Masalah ini selalu terjadi disetiap tahunnya menjelang Ramadhan hingga banyak orang yang menyebutnya sebagai sebuah tradisi. Apalagi masalahnya? kalau bukan kenaikan harga bahan pangan?.

Dilansir dari katadata.co.id (03/02/2023) berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, rata-rata harga cabai merah besar nasional mencapai Rp 42.200 per kilogram, pada Jumat (3/2/2023). Harga tersebut naik dibandingkan pada bulan lalu yaitu sebesar Rp 36.250 per kg gaes. Tak hanya itu, harga cabai rawit hijau juga ikut naik yaitu mencapai Rp 48.700 per kilogram dibandingkan pada awal Februari yaitu sebesar Rp 42.600 per kilogram. Kemudian untuk rata-rata harga cabai rawit merah juga mengalami kenaikan pada Jumat (3/2/2023) mencapai Rp 65.950 per kilogram yang pada awal Februari Rp 54.800 per kilogram.

Menanggapi hal tersebut, IKAPPI menyatakan bahwa tim ekonomi atau tim pangan yang dipersiapkan oleh Presiden Jokowi, termasuk Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional, Bulog, ID Food dan lainnya dinilai  masih belum mampu menjalankan tanggungjawabnya dengan baik gaes, walhasil harga pangan belum bisa stabil.

 
IKAPPI berharap agar pemerintah dapat pemerintah menyiapkan strategi juga eksekusi di lapangan sehingga persoalan mengenai melonjaknya harga pangan dapat teratasi. Yang tak kalah paling penting, pemerintah juga perlu memperkuat pendataan serta membuat desain pengaturan pangan yang baik (cnnindonesia, 23/02/2023).

Akibat dari kenaikan harga pangan yang melejit ini, para emak-emak banyak yang mengeluh gaes. Tapi meskipun mengeluh mau tidak mau mereka harus tetap membeli bahan pangan yang mahal demi memenuhi kebutuhan perut keluarga. Begitu juga para pedagang, mereka juga harus siap berlapang dada, menyiapkan modal lebih demi memenuhi rak-rak toko mereka sekaligus memutar otak bagaimana caranya agar harga barang dagangan mereka dapat terjamah. 

Kondisi ini tentunya semakin menghimpit kebutuhan rakyat kan gaes karena disaat yang bersamaan beban masyarakat kian bertambah akibat naiknya harga BBM, listrik, peralihan tv digital dan yang lainnya. Diluar Ramadhan saja kebutuhan rumah tangga sudahlah berat, apalagi jika harganya dinaikkan?.

Problem ini nyatanya terus menjadi benang ruwet dari tahun ke tahun di negeri ini gaes. Berbagai peraturan telah disahkan, operasi pasar telah dilakukan, namun nyatanya masalah ini belum bisa tersolusikan. Kenaikan harga yang berulang setiap tahun ini bukan hanya bermasalah dari segi tataran regulasi teknis gaes, melainkan karena pangkal konsep pengaturannya yang berbasis kapitalis yang berorientasi pada keuntungan saja gaes. Penerapan pengaturan ala kapitalis ini akan menyebabkan negara berlepas tangan dari tanggung jawabnya dalam memenuhi kebutuhan primer rakyat seperti pangan ini gaes. Peran pemerintah sekadar hanya sebagai regulator yaitu yang membuat aturan dan fasilitator yang mempertemukan pihak kapitalis yang akan memeras rakyat, bukan lagi sebagai penanggung jawab. Sehingga disaat terjadi masalah seperti kenaikan harga seperti saat ini, penguasa hanya sebagai penyambung lidah dari para kapitalis untuk dapat lebih menguasai pasar sehingga memungkinkan adanya monopoli karena kebutuhan dasar rakyat sudah diambil alih oleh korporasi yang justru akan menjadikan kondisi ini sebagai proyek bancakan untuk mengejar keuntungan.

Hal ini terbukti dari diadakannya operasi pasar yang akan dilakukan di beberapa wilayah Jawa Timur. H. Ahmad Iwan Zunaih yang merupakan Anggota Komisi B DPRD Jatim sekaligus Sekretaris Fraksi NasDem DPRD Jatim menyatakan bahwa pihaknya mendorong pemerintah agar segera mengeluarkan Surat Edaran kepada perusahaan-perusahaan yang ada di Jawa Timur untuk bersama-sama melakukan operasi pasar. Tujuannya agar operasi pasar bersama itu bisa semakin menjangkau beberapa daerah di wilayah Jatim. Gus Iwan juga mengatakan dari segi persiapan nantinya akan disusun secara lebih detail lagi. Misalnya, dengan adanya aturan pembagian operasi operasi pasar dari waktu dan wilayah yang nantinya akan difasilitasi oleh Pemerintah Daerah (kabarpasti.com/08/03/2023).

Dari sini, kita bisa tahu ya gaes bahwa ada pihak yang menunggangi masalah ini. Untuk mensolusikan masalah ini pemerintah justru menggandeng pihak ketiga, yakni korporasi dengan menggelar operasi pasar murah. Alih-alih membantu dalam menaikkan daya beli masyarakat, pemerintah malah berpihak pada  korporasi. Masyarakat pun seyogianya menyadari akan hal ini, dimana masalah lonjakan harga bersumber dari lemahnya fungsi pengurusan negara akibat paradigma kapitalisme neoliberal.

Memang benar, bagi masyarakat menengah ke bawah, adanya operasi pasar murah layaknya oase di tengah gurun. Keberadaannya sangat dibutuhkan sehingga kita tidak perlu heran jika heran jika masyarakat sangat antusias terhadap kemunculan pasar murah in gaesi. Hal ini juga seolah membuat masyarakat merasa bahwa mereka tidak perlu khawatir terhadap naiknya harga pangan di pasaran. Namun, terdapat hal yang perlu digarisbawahi, jika memang pemerintah serius mengurusi hajat hidup orang banyak, pasar murah ini seharusnya tidak hanya disediakan ketika bahan pokok mengalami gejolak saja gaes. Karena pada dasarnya kebutuhan pokok itu dibutuhkan secara konsisten dan jangka panjang. Bukankah ini menjadi salah satu tugas penguasa yang mana seharusnya  mengurusi urusan rakyatnya dengan sebaik-baiknya, termasuk menyediakan kebutuhan pokok bagi masyarakat dengan harga terjangkau?

Membiarkan kehidupan terus menerus berada dalam jeratan sistem kapitalis akan membuat kehidupan rakyat jauh dari kata sejahtera. Sehingga dibutuhkan solusi paripurna untuk mengatasinya nih gaes. Solusi tersebut tidak lain dan tidak bukan yaitu Islam. Dalam Islam, negara akan hadir sebagai tameng untuk melindungi seluruh rakyatnya dari dharar (bahaya), termasuk ancaman hegemoni yang dilakukan oleh korporasi. Negara Islam (Khilafah) tidak akan membiarkan korporasi menguasai rantai pasok pangan yang hanya berorientasi keuntungan segelintir orang. Kedua fungsi ini harus diemban oleh seluruh struktur negara dari tingkatan atas sampai unit pelaksana teknis terkecil. Oleh karenanya, kalaupun terdapat  badan pangan seperti Bulog maka fungsi pelayanan harus secara maksimal untuk melayani rakyat bukan menjadi salah satu pundi-pundi bisnis gaes.

Selain itu, apabila diterapkan sistem Khilafah maka akan diterapkan beberapa kebijakan yang akan diambil Khalifah untuk menjaga stabilitas harga gaes. Pertama, menjaga ketersediaan stok pangan agar supply and demand stabil, misalnya dengan menjamin produksi pertanian didalam negeri berjalan secara maksimal, misalnya dengan cara intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian atau dengan melakukan impor yang memenuhi syarat sesuai panduan syariat. Kedua, menjaga tata niaga negara dengan mencegah dan menghilangkan distorsi pasar. Misalnya dengan melarang adanya penimbunan, melarang adanya praktik riba, melarang praktik tengkulak, kartel, dsb. 

Disertai penegakan hukum yang tentunya tegas dan berefek jera sesuai dengan aturan Islam. Khilafah Islam juga memiliki struktur khusus dalam hal ini, yaitu dengan membentuk Kadi Hisbah yang memilik tugas untuk mengawasi jalannya pasar dan menjaga agar bahan makanan yang beredar dalam masyarakat hanyalah makanan yang halal dan thayyib.

Yang tidak kalah penting gaes, negara juga akan mengedukasi masyarakat terkait ketakwaan dan syariat bermuamalah. Dengan adanya pemahaman konsep bermuamalah ini, masyarakat akan dengan mudah terhindar dari riba dan konsumsi makanan haram. Hal ini pernah ditegaskan oleh Umar RA. Beliau pernah melarang orang yang tidak memiliki ilmu untuk datang ke pasar dengan mengatakan, “Jangan berjual beli di pasar kami, kecuali orang yang berilmu. Apabila tidak, ia akan makan riba, baik disengaja atau tidak”. Sungguh luar biasa ya pengaturan mekanisme kehidupan dalam Islam?. Sudah saatnya, penguasa saat ini berkaca pada sistem Islam gaes. Jika sistem Islam diterapkan maka orientasi masyarakat baik  sekala individu ataupun penguasa bukanlah keuntungan namun karena semata-mata penerapan syaria’at maka derajat ketakwaan yang akan didapatkan. Wallahualam bii shawwab [].

Oleh : Ananda, S.T.P

Sahabat Tinta Media 

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :