Entas Stunting Tidak Cukup dengan Safari Makan Ikan - Tinta Media

Sabtu, 18 Maret 2023

Entas Stunting Tidak Cukup dengan Safari Makan Ikan

Tinta Media - Berbagai ide dilontarkan di negeri ini untuk bersegera entas stunting. Ide terbaru adalah seruan untuk gemar makan ikan. Dengan ide sebelumnya yang mengajak masyarakat makan telur ayam. 

Di tengah ekonomi masyarakat yang terus menerus dibebani pajak dan kian sempitnya kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak, ide makan ikan mencari ide mahal bagi rakyat marginal. Lantas apa yang menjadi akar masalah stunting dan bagaimana seharusnya negara bersikap?

Prevalensi Stunting Kronis di Tengah SDA Berlimpah 

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis pada anak yang ditandai dengan tubuh pendek. Penderita stunting pada umumnya rentan terhadap penyakit, memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal serta produktivitas rendah. 

Tingginya prevalensi stunting dalam jangka panjang akan berdampak pada kerugian ekonomi bagi Indonesia. Untuk mengemban tugas menjaga negara di masa hadapan, negara butuh regenerasi anak bangsa yang sehat jasadnya dan cerdas akalnya untuk membangun peradaban gemilang bangsa Indonesia.

Penyebab Stunting hanya dua yaitu kesehatan ibu yang kurang baik ketika hamil dan kurangnya asupan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan anak karena pola pengasuhan yang kurang tepat dari orang tua. Ini tentunya bukan tanpa alasan. Jelas, semua berawal dari faktor ekonomi setiap keluarga dalam masyarakat Indonesia yang terdampak krisis ekonomi.

Dikutip dari tirto.id (12/03/2023), Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah daerah perlu terus menggencarkan kampanye dan mengajak masyarakat untuk gemar makan ikan guna mencegah dan menurunkan prevalensi stunting.

Dari laman web sehatnegeriku.kemkes.go.id (25/01/2023), Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, Rabu (25/1) dimana prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di 2022.

Sedangkan di laman web p2ptm.kemkes.go.id (09/04/2018), Menurut WHO, masalah kesehatan masyarakat dapat dianggap kronis bila prevalensi stunting lebih dari 20 persen. Artinya, secara nasional masalah stunting di Indonesia tergolong kronis, karena terhitung 1 dari 3 anak Indonesia derita Stunting. Terlebih lagi di 14 provinsi yang prevalensinya melebihi angka nasional.

Siapa tak kenal Indonesia, wilayahnya luas, sumber daya alamnya berlimpah ruah. Dari daratan hingga lautan. Namun, keberkahan ini terganjal oleh sistem yang diadopsi. Sistem Kapitalisme menjadikan kekayaan alam diprivatisasi untuk golongan korporasi tertentu. Sedangkan rakyat hanya menerima remah-remahnya saja. 

Ibarat ayam mati di lumbung padi. Begitulah keadaan sistem saat ini. Untuk makan saja menjadi serba sulit. Ekonomi kian menghimpit. Kesempatan mencari nafkah kian sempit. Dan negara hanya berani mematok pajak tinggi tanpa berpikir mengolah sumber daya alamnya secara mandiri. 

Tidak Cukup dengan Ide Makan Ikan

Pemerintah seperti lupa bagaimana kondisi masyarakat dalam mendapatkan protein hewani termasuk ikan. Dalam safari memang ikan disediakan, namun mencegah stunting perlu waktu yang cukup lama untuk memberikan asupan gizi pada anak generasi kita.

Dilansir dari Antara Kepri (09/03/2023), Bupati Kepulauan Riau mengajak masyarakatnya untuk cegah Stunting dengan konsumsi ikan dengan tujuan wujudkan generasi sehat dan cerdas. Pasalnya 96 persen sumber daya alam Kepulauan Riau berasal dari sektor bahari. 

Begitupun ajakan dari Menko PMK di Maluku sebagaimana dimuat dalam Tribunnews.com (09/03/2023), Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P, dorong masyarakat di Maluku untuk gemar mengkonsumsi ikan.

Di sebagian wilayah Indonesia, justru ikan apalagi ikan laut menempati harga jual tertinggi ketimbang ayam dan telur. Dan tidak semua anak bisa makan ikan, apalagi anak yang mengalami alergi ikan laut. Ini menambah daftar panjang penyelesaian kasus gizi buruk (Stunting).

Sistem Kapitalisme Gagal Sejahterakan Rakyat Indonesia

Kasus Stunting menjadi bukti nyata bahwa Kapitalisme telah gagal mensejahterakan rakyat Indonesia. Sistem ini gagal mewujudkan ketahanan pangan yang berimplikasi terhadap minimnya pemenuhan kebutuhan panganan bergizi bagi masyarakat.

Di sistem ini, banyak lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan non-pertanian yang dikuasai korporat dan menjadikan petani tak memiliki lahan untuk berproduksi.

Ditambah lagi kebijakan impor pangan yang menjadikan rakyat kian sulit mendapatkan bahan pangan karena mahal.

Dan penerapan sistem ekonomi Kapitalisme meniscayakan distribusi logistik pangan yang tidak adil yang berimplikasi pada semakin tajamnya ketimpangan sosial.

Sedangkan sistem kesehatan ala kapitalis dalam mengatasi pandemi beberapa tahun lalu saja tidak mampu memisahkan antara orang sehat dan orang yang sakit. Sehingga dampak pandemi Covid-19 kian meluas. 

Sistem Islam Hadirkan Solusi Tuntas Stunting 

Islam dengan berbagai mekanisme yang ada peduli terhadap generasi. Negara menjadikan generasi sebagai calon pemimpin umat sehingga negara menyediakan berbagai macam kebijakan untuk mencetak generasi berkualitas termasuk mencegah terjadinya stunting.

Sistem Islam secara alami akan menjamin kesejahteraan bagi rakyatnya hingga mampu mencegah Stunting. Kesejahteraan yang dimaksud adalah terpenuhinya 6 kebutuhan dasar masyarakat, mulai dari pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan.

Sebab Islam telah menggariskan pemimpin negara (Khalifah) sebagai pengurus rakyatnya melalui penerapan aturan Islam secara totalitas di segala lini kehidupan manusia.

Beberapa bentuk kebijakannya meliputi pemenuhan kebutuhan individu per individu melalui:

Pertama, Islam memerintahkan agar setiap laki-laki dewasa agar bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya. Dalam hal ini ada kewajiban negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi anak negeri ketimbang warga asing.

Penyediaan lapangan pekerjaan bagi rakyat bisa dilakukan pemerintah baik dengan pendekatan langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan secara luas. Sebab dalam Islam, sumber daya alam meliputi air, padang rumput dan api adalah kepemilikan umum.

Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara demi kesejahteraan rakyat, bukan diberikan sebagian besarnya kepada pihak swasta dan malah diprivatisasi.

Pengelolaan sumber daya alam ini akan membuka industri-industri yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, terutama industri padat karya yang membutuhkan tenaga manusia ketimbang mesin.

Negara juga harus menciptakan iklim usaha yang sehat dan kondusif. Diantaranya dengan penerapan sistem administrasi dan birokrasi yang mudah, sederhana, cepat dan tanpa pungutan biaya. 

Kedua, jika individu itu tidak mampu bekerja maka beban tersebut dialihkan kepada ahli warisnya. Entah itu karena kecelakaan fisik yang menyebabkan seorang kepala keluarga tidak lagi bisa bekerja memenuhi kebutuhan hidup anak istrinya.

Ketiga, jika kerabat terdekat tidak ada atau tidak mampu, maka beban ini beralih ke baitul mal yakni kepada negara.

Keempat, Islam juga menetapkan kebutuhan dasar berupa pelayanan pendidikan, kesehatan dan keamanan mutlak dijamin oleh negara. 

Dan pemenuhan ketiga kebutuhan dasar ini diperuntukkan bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali langsung menjadi kewajiban negara. Sehingga pendapatan keluarga cukup dialokasikan untuk pemenuhan pangan, sandang dan papan saja.

Keempat cara ini didukung oleh Baitul mal yang memiliki beberapa sumber diantaranya dari hasil pengelolaan harta milik umum yakni kekayaan alam yang jumlahnya tidak terbatas seperti tambang mineral, migas, batubara, emas dan lain sebagainya.

Selanjutnya hasil pengelolaan Fai' (harta yang ditinggalkan musuh), kharaj (pajak bumi), ghanimah (harta rampasan perang), jizyah (upeti/pajak dari kafir dzimmi dalam negara Islam), Ushr (devisa negara) dan harta milik negara lainnya termasuk badan usaha milik negara (BUMN) yang mengelola harta kepemilikan umum.

Kemudian, harta zakat. Jadi catatan penting bahwa zakat bukan bagian dari mekanisme ekonomi, tapi zakat bagian dari ibadah mahdhah yang bersifat taufiqi yang memiliki ukuran tertentu, yakni 2,5% saja yang telah mencapai nishab dan haul khusus untuk zakat harta.

Dan didukung pula dengan sumber pemasukan temporal yang diperoleh dari infaq, wakaf, sedekah, hadiah, harta ghulul (harta haram) penguasa, harta orang murtad dari Islam, harta warisan yang tidak ada ahli warisnya, dharibah atau pajak, dan lain-lain. 

Di bidang kesehatan, pelayanan kesehatan akan diterima masyarakat dengan kualitas terbaik dan kuantitas memadai bahkan gratis. 

Sehingga secara keseluruhan cara-cara ini mampu mencegah kelaparan pada perempuan terutama ibu hamil, menyusui dan anak balita sehingga terpenuhi kebutuhan pangan dan gizi mereka. Wallahu a'lam bish-shawab.

   
Oleh: Yenni Sarinah, S.Pd.
Penulis, Jurnalis, Pegiat Literasi Islam Selatpanjang, Pekanbaru - Riau

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :