Tinta Media - Pengamat Kebijakan Publik Agus Kiswantono membeberkan akibat dari terbakarnya Depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara.
"Resiko kematian, terbakarnya rumah warga sekitar depo dan kerugian pertamina akibat tidak beroperasi untuk supplai BBM 20% dari total kebutuhan Indonesia," tuturnya pada Tinta Media, Ahad (5/3/2023).
Menurutnya, hal itu akibat kecerobohan monitoring resiko operasional depo tersebut, early warning system (peringatan dini) problem kebocoran pipa BBM tidak mampu diantisipasi secara cepat dengan sistem proteksi sehingga terjadi kebakaran.
Agus menilai, Pertamina Plumpang Jakarta, terkategori depo outdoor yang rawan gangguan faktor eksternal alam (cuaca, sambaran petir, listrik) sehingga perlu antisipasi super proteksi agar aman dalam operasionalnya dan terhindar dari resiko terbakar.
Ia menjelaskan, Depo Pertamina ini juga terkategori objek vital karena supplai 20% kebutuhan BBM RI. "Resiko operasional sangat tinggi perlu pemahaman hazard (resiko) dalam seluruh proses yang dilakukan, seringkali teledor operasional, monitoring rutinitas bersifat seremonial dan laporan kontrol pekerjaan hanya bersifat formalitas. Hazard identification risk assesment, risk management control dengan sistem otomatis sesuai level pekerjaan serta manajerial harus divaluasi dan dibenahi," urainya.
Menurutnya, RTRW Depo (rencana tata ruang wilayah) untuk area depo dan area pemukiman harus secepatnya diubah atau relokasi sesuai dengan jarak aman yang telah ditentukan, "Agar tidak berulang resiko yang berdampak pada warga sekitar bila terjadi kebakaran," katanya.
Ia menyampaikan kasus terbakarnya depo Pertamina Plumpang merupakan kejadian ulang yang terjadi tahun 2009.
"Kasus terbakarnya Depo Pertamina Plumpang Jakarta Utara, merupakan kejadian ulang yang terjadi tahun 2009, termasuk kasus yang sama juga terjadi dari depo lainnya," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka