Tinta Media - Pagi ini (Sabtu, 25/2), penulis menumpang pesawat Batik Air menuju Surabaya. Seperti biasa, kalau tidak agenda kerja pasti dakwah. Kerja untuk menunaikan kewajiban nafkah keluarga. Dakwah, adalah kewajiban agama dalam rangka untuk memenuhi hak umat.
Bukankah umat ingin pemimpinnya baik? ingin masyarakatnya baik? ingin kehidupannya baik? ingin kebaikan - yakni Islam - menaungi seluruh penjuru negeri?
Dan...kebaikan-kebaikan yang banyak itu mustahil wujud tanpa adanya dakwah. Dakwah yang menyeru kepada kebaikan (Islam) dan mencegah dari kemungkaran (kekufuran).
Dakwah hanyalah menyeru, berdialog, berdiskusi, ngomong. Aktivitas dakwah memang hanya ngomong, baik ngomong menggunakan lisan maupun ngomong menggunakan tulisan.
Saat Musa berdakwah kepada Fir'aun, Musa hanya ngomong. Begitu juga Ibrahim, Ibrahim hanya ngomong kepada Namruz. Tak ada satupun riwayat, yang mengabarkan Musa memerangi Fir'aun, atau Ibrahim membawa pasukan menyerang Namruz.
Begitu juga Baginda yang mulia, Nabi Muhammad SAW saat berdakwah di Mekkah. Nabi hanya ngomong, ngomong dan ngomong. Ngomong tentang kebaikan, ngomong tentang Islam.
Saat Nabi berperang dengan kafir quraisy dalam perang Badar, itu bukan dakwah melainkan jihad. Jihad berbeda dengan dakwah, jihad bukan menyeru, jihad adalah berperang di jalan Islam.
Nabi SAW tidak berjihad, kecuali telah memiliki Daulah (Negara). Jihad Badar, itu terjadi setelah Nabi Muhammad menjadi kepala negara Islam di Madinah, yang memiliki kekuatan, pasukan dan senjata.
Nah, hari ini dakwah juga hanya ngomong, bukan perang, bukan dengan kekerasan, bukan dengan senjata. Ngomong yang menggugah hati, mengguncang pemikiran, mengusir pemikiran kufur, membenamkan pemikiran Islam, hingga tegaknya sistem (Negara) Islam (Khilafah).
Karakter dakwah harus terbuka, bersifat pemikiran dan politik. Tak boleh menyembunyikan pemikiran, ide dan diri pengembannya. Umat harus mengenal, memahami dan karib, baik dengan pemikiran dakwah maupun pengembannya.
Dakwah harus disampaikan secara terbuka, penuh percaya diri, dan menantang seluruh pemikiran dan ide kufur yang bertentangan dengan Islam. Dakwah, apalagi pada era Tafa'ul Ma'al Ummah Tam dengan dalih apapun tidak boleh tertutup, apalagi mundur ke era Tasqif seperti era Darul Arqom yang sembunyi-sembunyi.
Dakwah era Tafa'ul, apalagi Tafa'ul Ma'al Ummah Tam, harus terbuka dan bersifat menantang semua ide dan pemikiran kufur, untuk dibungkam dengan ide Islam. Dakwah yang umat mengenal secara jelas, siapa pengembannya.
Lagipula, jika dakwah tertutup, sembunyi, bukan hanya dipahami kembali ke periode tasqif, tetapi juga terkandung bahaya ideologis dan bahaya eksistensi.
Bahaya ideologis ini nampak pada kejumudan, rasa takut, hilangnya dakwah dan pengembannya dari umat, elitis, entitas dakwah menjadi entitas terpisah dari umat. Dakwah pada akhirnya, hanya hadir sebagai ritual dan seremonial belaka.
Bahaya eksistensi akan muncul pada adanya kecurigaan kepada dakwah dan pengembannya, baik kecurigaan dari penguasa juga kecurigaan dari umat. Hal ini, selain membahayakan eksistensi dakwah juga menjauhkan Nusyroh dari umat dan ahlul quwwah, untuk membersamai dan menolong dakwah hingga memperoleh kemenangan.
Ayolah, Dakwah, dakwah lagi, dakwah terus, dakwah selamanya, dengan sikap ksatria, terbuka menyeru umat untuk menerapkan Islam. Kalau tidak sekarang, kapan lagi? kalau tidak di era kita, di era siapa lagi? [].
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
https://heylink.me/AK_Channel/