Tinta Media - Sudah jatuh, tertimpa tangga. Inilah gambaran keadaan buruh di negeri ini. Hubungan antara buruh dan pengusaha pun kian tak harmonis setelah Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah mengizinkan perusahaan yang berorientasi ekspor (eksportir) memotong gaji buruh dan mengurangi jam kerjanya (CNBCIndonesia.com, 19/3/2023).
Ketetapan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023, tentang penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya tertentu Berorientasi Ekspor. Tak ayal, keadaan hubungan antara buruh dan pengusaha pun kian memanas. Dapat dipastikan bahwa nasib buruh kian tertindas.
Peraturan tersebut sontak memantik emosi para buruh. Aksi penolakan pun dilakukan di berbagai wilayah (katadata.co.id, 18/3/2023). Salah satunya di Bekasi (18/3/2023) lalu. Wacana pemotongan gaji buruh sebesar 25% sungguh sangat memberatkan di tengah kondisi ekonomi yang kian melemah.
Ketetapan pemerintah yang membolehkan pemotongan gaji buruh sebesar 25% menciptakan kondisi yang makin rawan terhadap nasib buruh. Kebanyakan buruh berstatus pekerja kontrak. Konflik kian runcing dengan adanya sistem outsourcing, hasil ketok palu UU Ciptaker yang sudah disahkan oleh DPR beberapa waktu lalu. Hal ini juga menyebabkan keadaan buruh kian sengsara.
Negara tak mampu menjamin kehidupan yang layak bagi para buruh. Inilah gambaran buruknya tatanan ekonomi ala kapitalisme. Negara hanya berpihak pada para pengusaha, yang notabene menghasilkan keuntungan. Jelaslah, negara tak menganggap rakyat sebagai amanah. Rakyat hanya dijadikan sasaran palak. Tentu saja hal ini sebagai hasil dari diterapkannya sistem ekonomi yang keliru. Sungguh, negara tak berhak "menjilat" keuntungan dengan menggadaikan nasib para pekerja.
Sistem Islam Menjaga Hak Buruh
Sistem yang keliru harus segera dicampakkan dan menggantinya dengan sistem Islam yang amanah. Sistem Islam, menjadikan rakyat sebagai amanah yang harus dijaga, tak semata-mata memeras tenaganya saja, demi keuntungan materi. Sistem Islam memandang hubungan negara, pengusaha, dan pekerja adalah hubungan kerjasama yang kooperatif, tak saling mencurangi.
Dalam sistem Islam, negara wajib memenuhi seluruh kepentingan rakyat melalui pengelolaan sumber daya alam yang melimpah berdasarkan syariat Islam yang amanah, serta mendistribusikan hasil pengelolaan dengan adil demi kesejahteraan secara merata. Dalam hal ini, pemerataan kesejahteraan dapat dirasakan semua lapisan masyarakat, baik bagi pekerja maupun pengusaha. Alhasil, keduanya dapat melangsungkan kerjas ama yang saling mendukung demi berjalannya perusahaan dengan adil, tanpa ada tindakan saling menzalimi. Ini karena keduanya tak memikirkan lagi tentang sulitnya beban hidup. Segala beban hidup telah ditanggung negara.
Negara sebagai pengurus umat pun bertindak tegas sebagai pengawas yang menerapkan aturan Islam dengan adil. Negara menetapkan berbagai kebijakan yang adil demi terjaganya maslahat umat.
Semua konsep ini hanya dapat terwujud dalam sistem Islam, satu-satunya sistem yang menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat, tanpa menilik posisinya, sebagai pekerja atau pengusaha. Semua umat berhak mendapatkan porsi sejahtera yang merata. Paradigma ini hanya dapat diwujudkan dengan sistem Islam dalam wadah institusi khas, khilafah ala manhaj an nubuwwah. Lebih dari 14 abad kegemilangannya, khilafah mampu menyatukan dua pertiga bagian dunia, dengan kesejahteraan dan kekuatan yang tak tertandingi.
Wallahu a'lam bisshawwab.
Oleh: Yuke Octavianty,
Forum Literasi Muslimah Bogor