Tinta Media - Alhamdulillah, akhirnya pada Ahad, 26 Februari 2023, bertempat di Pondok Pesantren Al Islah, Bondowoso, Jawa Timur, penulis dapat hadir menjadi salah satu nara sumber dalam agenda PERINGATAN ISRO' MI'RAJ NABI MUHAMMAD SAW DAN SILATURAHIM ULAMA/HABAIB DAN TOKOH, yang mengambil tema "Problematika Bangsa, Mewujudkan Negara Yang Berdaulat Menurut Ulama Dan Tokoh".
Acara yang diselenggarakan di Ponpes pimpinan KH. Thoha Yusuf Zakaria, LC ini (putra dari Almarhum KH Muhammad Ma'shum Allahu Yarham), dihadiri oleh ribuan ulama dari berbagai daerah di Jawa Timur. Ada dari Ponorogo, Trenggalek, Blitar, Tulungagung, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Probolinggo, Pasuruan, Sidoarjo, Surabaya, Mojokerto, Jombang, Madiun, Nganjuk, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik, Bangkalan, Pamekasan, Sumenep, dan tentu saja dari Bondowoso.
Bahkan, ada juga sejumlah ulama dari Jawa Tengah dan DIY. Penulis melihat KH Ahmad Faiz dari Solo dan Abah Narko dari Yogyakarta. Bahkan, penulis juga sempat menitip salam untuk Mas Hanafi Rais (Putra dari Pak Amien Rais), melalui Abah Narko.
Sejumlah sahabat dakwah Fillah, juga terlihat dalam acara tersebut. Ada Ust Abu Inas, Abu Anas, Ust Maulana, Ust Asrofi, KH Toha Kholili dari Bangkalan, Ustadz Fajar Kurniawan, dan masih banyak lagi. Dari pancaran wajah, penulis dapat membaca betapa beliau-beliau ini nampak bahagia dalam dakwah.
Acara berlangsung dengan sangat meriah. Pada awal acara, sejumlah santri Al Islah membacakan sholawat Nabi Muhammad SAW.
Bertindak selaku host, Ustadz Ahmad Fathoni, yang merupakan Direktur El Harokah Research Centre. Dan seperti biasa, acara ini dipandu oleh Host Legendaris, Presiden Pusat Kajian & Analisis Data (PKAD), Cak Slamet Sugianto.
Mewakili panitia penyelenggara, Ky. Laode H Elyasa yang pertama kali berbicara, menyampaikan latar belakang dan tujuan acara. Beliau ini juga pernah menjadi korban kriminalisasi, sempat divonis 3 bulan penjara, sebagaimana penulis pernah ceritakan dalam catatan pengantar.
Sejumlah narasumber juga hadir. Dr. KH. Fahrul Ulum yang pertama menyampaikan materi tentang Bahaya Hutang dan Kemandirian Ekonomi Dalam Politik.
Menyusul kemudian Prof DR Suteki, SH MHum yang menyampaikan materi tentang Ketahanan Ideologi menghadapi Oligarki Kapitalis dan Posisi Umat Islam dan Ideologi Islam.
Prof. Danield M Rosyid bicara soal sistem pendidikan. Dan berikutnya DR Muhammad Taufik, SH MH menyampaikan materi tentang Carut Marut Lembaga Penegak Hukum Saat Ini dan Potensi Pemberlakuan Hukum Islam.
Penulis sendiri kebagian giliran buncit, diminta untuk menyampaikan materi tentang Kriminalisasi terhadap Pengemban dakwah, bagaimana melawannya.
Dalam kesempatan yang baik itu, penulis menjelaskan hakekat kriminalisasi yang merupakan satu tindakan yang mengklasifikasi perbuatan yang bukan kejahatan menjadi kejahatan. Lazimnya, objek tindakan yang dijadikan sasaran kriminalisasi adalah aktivitas dakwah, aktivitas menyampaikan pendapat, aktivitas menyampaikan kritik terhadap penguasa.
Sarana kriminalisasi yang sering digunakan, diantaranya menggunakan pasal 27 ayat (3) UU ITE Jo pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik, Pasal 28 ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang menyebar kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA, dan yang paling favorit menggunakan pasal 14 dan 15 UU No 1/1946 tentang menyebarkan kabar bohong (hoax), hingga pasal 107 KUHP tentang makar.
Aktivitas dakwah, aktivitas menyampaikan pendapat, aktivitas menyampaikan kritik terhadap penguasa, dilabeli pencemaran, dilabeli SARA, dilabeli hoax, dilabeli makar. Inilah, modus utama kriminalisasi yang banyak menimpa ulama dan pengemban dakwah Islam.
Selanjutnya, kriminalisasi yang ekstrem adalah menggunakan label teroris, menggunakan label anti Pancasila. Aktivitas dakwah, aktivitas menyampaikan pendapat, aktivitas menyampaikan kritik terhadap penguasa, dituding teroris, dituding anti pancasila.
Kriminalisasi melalui modus Labelisasi teroris terjadi pada kasus H Munarman, Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Anung al Hammat dan Ustadz Ahmad Zain. Sementara itu, kriminalisasi dengan modus labelisasi anti Pancasila terjadi pada kasus Ustadz Abdul Qodir Hasan Baradja, dkk.
Adapun Ky Heru Elyasa, Ali Baharsyah, Despianoor Whardhana, Gus Nur, Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Ust Alfian Tanjung, Edy Mulyadi, Buniyani, Mayjen (purn) TNI Kivlan Zen, Ust Alfian Tanjung, Ahmad Dhani, dll, adalah kriminalisasi dengan modus labelisasi pencemaran nama baik, menyebarkan kebencian dan SARA, mengedarkan hoax, dan makar.
Untuk melawan kriminalisasi ini tidak ada cara lain kecuali dengan cara bersatu dan saling sinergi.
Penulis menyampaikan pandangan yang kurang lebih sama dengan pandangan dua tokoh hukum dalam memberikan resolusi untuk menghadapi kriminalisasi ini, yaitu:
*Pertama,* perlu melakukan pembentukan konsorsium advokat lintas pergerakan dan organisasi, untuk bersama-sama mengadvokasi kasus kriminalisasi, siapapun korbannya. Solusi ini sejalan dengan pandangan dari DR Dr. H. M. Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum, sebagaimana penulis kutip dari penuturan DR Muhammad Taufik.
Pak Busyro sendiri, dalam sambungan telepon pernah menyampaikan apresiasi atas advokasi kasus terorisme yang penulis lakukan bersama Tim Advokasi Bela Ulama Bela Islam saat membela kasus Ustadz Farid Ahmad Okbah, dkk. Saat itu, advokat yang terlibat memang dari banyak unsur dan latar belakang.
*Kedua,* perlunya membentuk konsorsium ahli hukum untuk membantu advokasi opini dan pembelaan, sebagaimana yang disampaikan oleh DR Refly Harun. Ide ini mulai diterapkan pada kasus Ustadz Farid Okbah dan Kasus Gus Nur.
Selain melakukan pembelaan hukum via litigasi, pembelaan opini dari ahli hukum baik melalui ulasan, tulisan, hingga kehadirannya dalam persidangan sebagai ahli, sangat membantu proses advokasi kepada para ulama dan pengemban dakwah Islam yang mengalami kriminalisasi.
Bang Refly bahkan beberapa kali menjadi ahli untuk membantu advokasi, seperti di kasus Habib Rizieq, Habieb Bahar hingga Bunda Merry. DR M Taufik dan Prof Aceng Ruhendi membantu menjadi ahli di kasus Bang Edy Mulyadi, Ustadz Farid Okbah dkk, hingga kasus Gus Nur.
*Ketiga,* sinergi bersama tokoh dan ulama untuk memberikan dukungan kepada ulama dan pengemban dakwah yang dikriminalisasi rezim. Biasanya, dengan model penyampaikan sikap dan pernyataan pembelaan, baik melalui forum diskusi, video pernyataan hingga rilis resmi.
Penulis bersama sejumlah tim advokat mengadopsi langkah ini untuk mengadvokasi kasus Ustadz Farid Okbah dan Gus Nur. Langkah ini untuk mengkonfirmasi bahwa ulama dan tokoh ada bersama korban kriminalisasi, sekaligus melawan alienasi yang dilakukan rezim.
*Keempat,* optimasi jaringan aktivis sosial media baik youtubers, facebookers dan sarana sosial media lainnya. Jaringan aktivis sosial media ini berfungsi sebagai media pertarungan opini untuk melawan framing jahat media mainstream yang dilakukan rezim.
Contohnya, saat awal Ustadz Farid Okbah ditangkap, diberitakan terkait pendanaan terorisme. Sejumlah kotak amal masjid disita densus 88.
Tapi begitu disidangkan, tak ada pasal pendanaan terorisme, tak ada satupun kotak amal yang dihadirkan sebagai bukti di pengadilan. Semua hanya framing dan fitnah jahat densus 88 yang diedarkan oleh media mainstream.
Sosial media, menjadi ujung tombak opini dalam advokasi opini. Pembelaan dari tim advokat juga menjadi tidak bernilai, jika tidak disebarkan oleh sosial media.
Karena itu, peran Youtubers, Facebookers, pemilik IG, Twitter, tik tok, dll, sangat penting perannya dalam pertarungan opini. Sebab, kriminalisasi yang ditempuh tidak saja melalui instrumen hukum melainkan juga menggunakan sarana media massa.
Selain empat hal tersebut yang sebelumnya penulis tulis dalam catatan pengantar, penulis tambahkan satu hal lagi saat menyampaikan materi. Yaitu:
*Kelima,* sinergi umat untuk selalu membersamai tokoh dan ulama yang menjadi korban kriminalisasi rezim. Mengingat, kehadiran massa saat persidangan kasus kriminalisasi ini sangat membantu tim advokasi.
Contohnya pada kasus Gus Nur di Solo. Hadirnya sejumlah tokoh dan jama'ah dari Solo, Semarang, Klaten, Purworejo, Temanggung, Banjarnegara, dan lainnya, menambah semangat dan kekuatan opini pembelaan, baik dalam konteks litigasi maupun non litigasi.
Secara khusus, KH Toha Yusuf Zakariya, LC selaku sohibul bait dalam acara tersebut menyampaikan banyak pandangan bagi persatuan umat. Namun, ada dua perkara yang sangat substansial yang perlu penulis kutip dalam tulisan ini, yaitu:
*Pertama,* beliau sampaikan pentingnya menyamakan 'bulu'. Maksudnya adalah pentingnya menyamakan persepsi, langkah, strategi dan tujuan perjuangan. Diantara penyamaan yang paling penting adalah menyamakan niat perjuangan semata-mata karena Allah SWT dan untuk tujuan hanya dalam rangka meraih ridlo Allah SWT.
Sebagaimana kawanan burung, hanya akan terbang bersama burung yang bulunya sama. Burung blekok (burung bangau atau Kuntul) saat terbang, hanya terbang bersama sekawanan Bangau yang sama bulunya. Tak mungkin terbang dengan kawanan burung pipit yang beda bulunya.
Dalam konteks perjuangan, penulis menafsirkan nasehat KH Toha Yusuf Zakariya itu dengan maksud pentingnya niat ikhlas dalam perjuangan. Sehingga, orang-orang ikhlas akan dikumpulkan dengan orang-orang yang ikhlas pula.
Kalau ada orang yang tidak ikhlas, punya pamrih dunia, berhimpun dengan orang yang ikhlas, maka orang yang tidak ikhlas ini hanya akan merusak dan membebani perjuangan. Pada akhirnya, orang-orang yang ikhlas hanya akan berkumpul dengan orang-orang yang ikhlas pula. Semoga, semua yang hadir dalam acara di Ponpes Al Islah Bondowoso, pada Ahad (26/2) lalu adalah kumpulan orang-orang yang ikhlas, amien.
*Kedua,* ungkapan dari KH Toha Yusuf Zakariya, yang beliau kutip dari al Maghfurlah KH Muhammad Ma'shum, yang menyatakan:
_"Barang Siapa Berani, Maka Beruntung"_
Ungkapan ini memberikan tamsil tentang pentingnya sifat dan sikap berani dalam berjuang. Para pejuang harus memiliki karakter pemberani.
Banyak peluang dakwah akan hilang dan berlalu begitu saja, jika tidak ada keberanian untuk 'mengeksekusi' peluang itu. Banyak kezaliman kian meraja lela, karena para pengemban dakwah tidak berani menyampaikan yang haq.
Sejalan dengan beliau, penulis dalam forum tersebut juga menekankan agar kita yang berada di jalan yang haq harus berani menyuarakannya dan melawan segala bentuk kebatilan. Yang semestinya takut itu mereka yang berbuat zalim, bukan kita yang ada dijalan yang haq dan menjadi korban kezaliman.
MasyaAllah, indah sekali dan bahagia rasanya penulis bisa berkumpul bersama ribuan ulama di Ponpes al Islah Bondowoso. Apalagi, dengan segala keterbatasan penulis, penulis diberi kesempatan dan kehormatan untuk menyampaikan pandangan. Semoga, ikhtiar yang kecil ini dapat memberikan pahala jariyah, yang akan terus mengirimkan pahala kebajikan, meskipun kelak penulis telah menjumpai ajal. amien. [].
Catatan Reportase Agenda Isro' Mi'roj di Ponpes al Islah Bondowoso, Jawa Timur
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Pejuang Khilafah