Tinta Media - Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. mempertanyakan waktu eksekusi setelah Ferdy Sambo divonis mati oleh hakim dalam kasus pembunuhan Brigadir Josua.
“Terkait vonis Ferdy Sambo, pertama, bahwa vonis mati itu tergantung akan di eksekusi kapan,” ujarnya kepada Tinta Media, Kamis (16/2/23)
Menurut Chandra, kalau dieksekusinya sebelum KUHP baru, maka Ferdy Sambo kemungkinan dieksekusi hukuman mati itu peluangnya besar. "Tetapi, kalau Ferdy Sambo hingga tahun 2026 masih belum di eksekusi, maka vonis mati itu kemungkinan besar tidak terjadi," ujarnya.
Ia menyebutkan kemungkinan tersebut terjadi karena pada Tahun 2026 berlaku KUHP baru. "KUHP baru memberikan kesempatan bagi tersangka yang tervonis mati, jika ia berperilaku baik dalam jangka waktu sepuluh tahun, vonis mati bisa ditangguhkan, misalkan berubah menjadi hukuman seumur hidup. Oleh karena itu, vonis tergantung kapan dieksekusi, apakah sebelum 2026 atau pada tahun tersebut," terangnya.
Namun, menurutnya, kasus Ferdy Sambo ini menarik. Menariknya adalah Ferdy Sambo melakukan pembunuhan di luar pengadilan, di luar proses hukum atau yang dikenal dengan extra judicial killing.
“Seseorang itu dapat melakukan tindak pencabutan nyawa atau pembunuh jika memang ada perintah dari setelah diputuskan oleh pengadilan. Disebut misalkan vonis hukuman mati. Jadi orang dapat dicabut nyawanya setelah diproses pembuktian di pengadilan. Nah, sedangkan extra judicial killing itu berarti pembunuhan di luar proses pembuktian di pengadilan,” jelasnya.
Pintu Masuk KM 50
Ketika seseorang melakukan extra judicial killing dan divonis mati oleh pengadilan, tambahnya, bisa menjadi pintu masuk bagi penegak hukum, baik kepolisian maupun jaksa untuk memproses siapa pun yang memiliki wewenang dan telah melakukan extra judicial killing, misalnya kasus KM 50, atau kasus-kasus lain yang masuk kategori ini.
“Ini saya kira pertimbangan hakim itu dapat dijadikan pintu masuk untuk mengusut atau memproses kasus-kasus extra judicial killing,” tegasnya.
Namun selain itu, ia juga berpendapat bahwa kemungkinan kasus KM 50 dibuka kembali sangatlah kecil. Karena kasus tersebut bukan pidana murni. "Ada unsur politik di belakangnya. Sehingga sangat berat untuk dibuka kembali," ungkapnya.
Selain itu berkaitan km 50, ia juga mengatakan, pengadilan sudah melakukan pemeriksaan atau memvonis yang dianggap pelaku lapangan. Dan itu sudah diputuskan di pengadilan. “Sehingga, untuk dibuka kembali KM 50, kemungkinan itu sangat kecil, dengan alasan yang saya sebutkan tadi,” pungkasnya.[] Wafi