Utang Riba Tembus 7733 T, Ini Sebabnya... - Tinta Media

Minggu, 26 Februari 2023

Utang Riba Tembus 7733 T, Ini Sebabnya...


Tinta Media - Peneliti dari FAKKTA (Forum Analisis dan Kajian Kebijakan untuk Transparansi Anggaran) Muhammad Hatta, S.E., M.M. mengungkap penyebab utang riba di negeri ini yang mencapai 7.733 T.

"Berkaitan dengan kebijakan fiskal misalnya, kenapa utang kita sampai akhir tahun ini sudah tembus 7.733 triliun? Ini karena memang salah satu sumber pendapatan itu adalah utang," tuturnya dalam acara Islamic Lawyers Forum edisi ke-51 : Pemerintah Mempraktikkan Ideologi/Paham Kapitalisme, Selasa (31/01/2023) di kanal Youtube LBH Pelita Umat.

Menurutnya, utang itu menjadi sumber pendapatan kedua yang sangat diandalkan selain pajak. "Jadi, kalau kita melihat kenapa kemudian utang itu begitu tinggi? Itu adalah sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi kapitalistik," ujarnya.

Pajak

Selain utang, Hatta juga menyoroti tingginya angka pajak di negeri ini. Ia menjelaskan bahwa 80% lebih pendapatan negara ini dari pajak. "81,8% itu adalah dari pajak tahun 2022, tahun 2023 kalau kita lihat APBN sekitar 82% lebih. Sementara untuk yang non pajak hanya sekitar 17,9%, itu tahun 2023," jelasnya.

Hatta memandang, kapitalistiknya ekonomi sebuah negara, sebuah bangsa itu dilihat dari sisi kebijakan fiskal. Dari sisi pajak sangat diandalkan, sementara dari sisi sumber daya alam justru menjadi semakin kecil kontribusinya. "Itu dari sisi kebijakan fiskal," tandasnya.

Masih berkait dengan kebijakan fiskal, Hatta menerangkan bagaimana upaya penyelesaian meningkatnya angka kemiskinan di tahun 2023 ini dengan sebuah kebijakan yang mampu menyelesaikan urusan kemiskinan tersebut.

"Kita anggaplah total penduduk miskin itu saya asumsikan 120 juta total rumah tangga miskin itu. Kalau jumlah anggota rumah tangga miskin itu 4 orang, berarti ada 30 juta keluarga. 30 juta keluarga rumah tangga miskin kita kasih 100 juta saja per rumah tangga, itu bisa dengan APBN yang ada sebenarnya. Sebenarnya bisa. Tinggal dipotong saja 25% per tahun APBN kita, misalnya saya simulasikan ini adalah dari tahun 2010 gitu ya sampai 2011-2018 itu bisa memberikan subsidi 100 juta per rumah tangga. Selesai urusan kemiskinan," terangnya meyakinkan.

Ia menyesalkan setiap bulan ada fakta banyaknya orang miskin, banyaknya orang stunting, kekurangan gizi, gizi buruk, dan sebagainya. Padahal ini bisa dengan hitung-hitungan sederhana. "Bisa, tapi kenapa menjadi sulit? Karena kebijakan fiskal, kerangka tata kelola fiskal kita adalah kapitalistik," sesalnya.

Lagi, Hatta melanjutkan, misalnya dalam konteks pembayaran bunga. Tahun 2023 ini, pembayaran bunga 441 triliun. Ini kalau kita bandingkan dengan total beban jaminan BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan, bantuan sosial, subsidi, totalnya 498 triliun.

"Tiga belanja tadi, dibandingkan dengan bayar bunga utang, maka itu 76% jadinya. Bayar utang tahun 2023, itu 76%. Jadi apa? Inilah kebijakan fiskal ekonomi yang kapitalistik begitu nampak," pungkasnya.
[]'Aziimatul Azka
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :