Tragedi Morowali, Ganti Demokrasi dengan Khilafah - Tinta Media

Minggu, 05 Februari 2023

Tragedi Morowali, Ganti Demokrasi dengan Khilafah


Tinta Media - Miris dan menyesakkan dada terjadi tragedi Morowali yang dipicu perlakuan tidak adil pada pekerja lokal yang harusnya bisa menikmati sumber daya alam yang dianugerahkan kepada mereka oleh Sang Pemilik Alam. Pengelolaan yang benar oleh negara akan bisa menyejahterakan masyarakat yang hidup di sekitar kawasan pertambangan, tapi tidak malah diserahkan pada swasta asing. Eksodus pekerja asing besar-besaran menghilangkan peluang penduduk lokal untuk mendapatkan pekerjaan. Peran negara yang harusnya memberikan rakyatnya pekerjaan yang layak agar mereka bisa hidup sejahtera. 

Meskipun, diberi pekerjaan, tapi mereka diperlakukan tidak beradab sebagai tuan rumah yang hidup di negeri dengan sumber daya alam yang kaya raya. Buruh di negeri sendiri, orang asing menjadi tuannya yang berkuasa atas dalih investasi. Sementara keuntungan juga tidak jelas dan dikorupsi serta dinikmati hanya segelintir orang. Hidup dalam sistem demokrasi hanya menghasilkan aturan inkonsisten yang tidak berpihak pada rakyat tapi pada pemilik modal asing. Hutang Budi politik yang mengorbankan rakyat demi sebuah jabatan yang pasti pada ada waktunya akan berakhir. Ingatlah pengadilan akhirat yang tidak terlewat bagi penguasa dzolim yang sudah menyengsarakan rakyat.

Meskipun amanat UUD 45 jelas menyatakan bahwa sumber daya alam harus dikelola negara dan diperuntukkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat, tapi UU Cipta Kerja bisa saja lolos dan dipaksakan untuk disahkan. Bahkan, meskipun dapat penolakan dari berbagai pihak dan bahkan Majelis Hakim Konstitusi menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) cacat secara formil, tapi tetap saja hukum yang tidak manusiawi bisa terus dipaksakan dengan diterbitkannya perpu pengganti UU. Penguasa dalam sistem demokrasi bisa dengan mudahnya membuat aturan meskipun bertentangan dengan peraturan hukum yang lebih tinggi kedudukannya. Demokrasi juga mengabaikan hukum Syara' yang harusnya dijunjung tinggi karena berasal dari al-Khalik, Pencipta manusia.

Masihkah kita pertahankan demokrasi yang dibangun diatas ideologi kapitalisme yang menjadikan materi sebagai ukuran kesuksesan. Segala cara pun dilakukan agar bisa meraih kekayaan sebanyak-banyaknya. Penguasa korup dalam sistem demokrasi sudah tidak aneh lagi. Kekayaan alam yang melimpah seperti di Marowali tidak untuk kesejahteraan penduduk yang tinggal di sekitar penambangan tapi dibiarkan dikuasai asing dan hasilnya untuk kesejahteraan para pejabat dan juga para konglomerat, para pemilik modal. Rakyat hanya diberikan sisa-sisa kejayaan, dan itupun harus dibayar mahal dengan perlakuan yang tidak adil dari pemilik modal asing. 

Masihkah kita pertahankan sistem demokrasi yang tidak berpihak pada rakyatnya sendiri. Kesejahteraan malah untuk tenaga kerja asing. Sementara rakyat harus terus diperas dengan berbagai pajak, padahal tinggal di bumi yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Marowali hanya satu contoh kekayaan alam yang melimpah. Tapi siapa yang menikmati hasil dari semua kekayaan alam yang ada. Negara juga abai dengan kebutuhan dasar rakyatnya. Pelayanan kesehatan diserahkan pada perusahaan asuransi adalah sebagai bukti lepas tangan negara terhadap rakyat. Biaya pendidikan membumbung tinggi sehingga tidak mampu diraih oleh rakyat biasa yang ingin menempuh pendidikan tinggi. Angka kemiskinan juga terus meningkat, sementara kekayaan alam terus dieksploitasi oleh swasta asing. Morowali hanya satu contoh kecil dari kekayaan alam yang tidak dikelola oleh negara dan hasilnya juga tidak untuk rakyat, tapi dikorupsi para pejabat.

Tragedi Morowali menjadi bukti nyata bahwa demokrasi harus diganti dengan sistem khilafah yang dibangun diatas ideologi Islam. Demokrasi terbukti menghasilkan peraturan yang tidak berpihak pada rakyat tapi konglomerat. Demokrasi juga menghasilkan peraturan yang tidak konsisten yang hanya menguntungkan penguasa dan para pemilik modal. Jika rakyat biasa yang bersalah hukuman sangat tajam dan keras, sedangkan saat yang bersalah penguasa dan para pemilik modal, hukum terasa lunak dan sangat bersahabat dengan mereka. Kesejahteraan dalam demokrasi hanya untuk segelintir orang, bukan untuk seluruh rakyat. Perlakuan yang tidak adil terlihat nampak didepan mata, karena negara memposisikan diri sebagai perusahaan yang berhitung rugi pada rakyatnya. Hukum menjadi alat penguasa untuk menekan rakyatnya. 

Sementara khilafah adalah sistem sempurna dari Yang Maha Sempurna, Allah SWT. Sistem khilafah akan menerapkan hukum Allah secara kaffah yang akan menjamin rahmat bagi seluruh alam. Dalam sistem Islam, hukum sangat tegas dan keras pada semua orang yang melakukan pelanggaran hukum. Hanya dalam sistem khilafah pemimpin negara dikalahkan oleh rakyat biasa didepan pengadilan, tapi tidak dalam sistem demokrasi. Sistem khilafah juga menjamin keamanan, kesejahteraan dan keadilan untuk seluruh rakyat baik Muslim maupun non-muslim. Pastinya, khilafah juga membentuk para pemimpin yang amanah, tidak serakah dan takut mencuri uang rakyat, karena kesadaran mereka dengan Allah SWT. sangat tinggi. Jadi tidak salah jika kita menginginkan dan memperjuangkan sistem khilafah agar Islam diterapkan secara kaffah dan agar pintu berkah terbuka lebar dari langit dan bumi karena penduduknya yang bertaqwa. Sebaliknya bencana yang bertubi-tubi bisa berhenti karena kemaksiatan dan penyimpangan, serta dosa besar tidak lagi bisa dipertontonkan secara vulgar seperti yang terjadi dalam sistem demokrasi sebagai bentuk kebebasan berekspresi.

Oleh: Mochamad Efendi
Sahabat Tinta Media 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :