Tinta Media - "Sudah jatuh tertimpa tangga." Ya, mungkin ungkapan tersebut tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Melihat kondisi rakyat +62 hari ini, tentu tidak sebanding dengan ungkapan tersebut, bahkan lebih parah lagi. Selain tertimpa tangga, juga mungkin tertimpa reruntuhan bangunan.
Begitulah nasib rakyat, khususnya rakyat kecil hari ini. Beban kehidupan datang bertubi-tubi, bahkan silih berganti menghiasi hari-hari.
Tentu saja kabar kenaikkan tarif PDAM ini menuai protes di sana sini. Pasalnya, air merupakan kebutuhan pokok, layaknya beras dan gas. Tentu keberadaan air mutlak adanya. Tidak bisa dibayangkan bagaimana manusia hidup tanpa air, karena air bisa dikatakan sumber kehidupan dan sekaligus sebagai hajat hidup orang banyak.
Menurut sekretaris KPI Cabang Kabupaten Indramayu, Dina Meliyanih, kondisi perekonomian masyarakat di Kabupaten Indramayu saat ini belum sepenuhnya bangkit usai dihantam pandemi Covid-19. Karena itu, rencana kenaikan tarif PDAM sebesar 30 persen akan semakin memperparah kondisi ekonomi masyarakat Indramayu.
"Kami menolak kenaikan tarif PDAM. Apalagi yang paling mengalami dampak langsung dari kenaikan tarif itu adalah perempuan," tegas dia.(repjabar.republika.co.id, Sabtu 28/01/2023)
Sungguh ironis, Indonesia yang katanya kaya dengan sumber daya alam bak replika dari surga dunia, "gemah ripah loh jinawi", bahkan dua sepertiganya terdiri dari lautan, ternyata 180 derajat bertolak belakang dari kenyataannya.
Betapa tidak, kebutuhan pokok sehari-hari saja mulai dari cabai, minyak goreng, gas, lauk pauk, tarif listrik, dan sebagainya telah membuat warga negara +62 pusing tujuh keliling dan berat tentunya. Apalagi, mencari kerja hari ini sangat sulit. Ditambah lagi dengan kenaikan tarif PDAM, lengkap sudah penderitaan rakyat.
Ingin mengadu kepada kepala negara, tetapi apa daya, rakyat kecil hanya diminta untuk sabar. Walhasil, rakyat hanya bisa meratapi nasib yang menimpanya.
Sumber Masalah
Sudah bisa dikatakan bahwa kehidupan manusia hari ini tidak bisa dipisahkan dari air. Hal ini karena memang air merupakan kebutuhan pokok, bukan hanya untuk manusia, tetapi juga untuk semua makhluk hidup.
Namun sayang, alih-alih rakyat bisa merasakan air gratis, terkadang untuk mengakses air pun sulit, mengingat hari ini air bisa diperjualbelikan, bahkan bisa dikuasi pihak swasta maupun individu.
Begitulah sejatinya ketika negara menerapkan sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, pihak swasta maupun individu melalui undang-undang diperbolehkan untuk membeli mata air, sungai, bahkan laut. Ini jarena prinsip dari sistem ekonomi kapitalisme adalah untung rugi. Ketika dengan menjual aset negara bisa menguntungkan, maka negara tidak segan-segan untuk menjualnya tanpa memikirkan dampak terhadap rakyat kecil.
Tentu saja berharap kesejahteraan pada sistem kapitalis saat ini bagaikan pungguk merindukan bulan. Air yang merupakan kebutuhan primer dan harusnya dijamin pemenuhannya oleh negara, nyatanya malah rakyat diharuskan membayar. Meskipun sebagian rakyat telah membayar tarif dasar air, tetapi masih ada sebagian rakyat yang kesulitan untuk menemukan air bersih. Miris!
Di dalam Islam tidak ada larangan untuk mengumpulkan harta kekayaan, karena segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah milik Allah Swt.
Sebagaimana Allah berfirman :
وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Kepunyaan Allah–lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS al-Maidah: 17)
Hanya saja, Islam mengaturnya agar manusia tidak memperoleh kekayaan tersebut dengan cara-cara yang keliru. Jika itu yang terjadi, maka bisa dipastikan harta yang diperoleh akan dimonopoli oleh orang-orang yang kuat. Sedangkan orang-orang yang lemah, sakit dan cacat akan terhalang untuk mendapatkan harta kekayaan.
Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab An Nidzhomul Iqtishodi fil Islam menjelaskan konsep terkait harta bersama atau kepemilikan umum. Beliau menjelaskan bahwa kepemilikan umum adalah izin asy-syari’ kepada suatu komunitas masyarakat untuk bersama-sama memanfaatkan sesuatu barang/benda. Kepemilikan umum ini terdiri dari tiga macam, yaitu:
Pertama, merupakan sesuatu yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum. Jikka tidak ada, maka akan menimbulkan persengketaan, seperti air, padang rumput, dan api.
Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda:
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلاَءِ وَالنَّار
Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal: air, padang rumput dan api (HR Ibn Majah)
Kedua, barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak mungkin dihabiskan, seperti minyak bumi, tambang emas, tambang batu-bara, perak dll.
Ketiga, sumber daya alam atau segala sesuatu yang sifat pembentukkannya mencegah untuk dimiliki secara pribadi, seperti jalanan, lapangan umum, masjid, dll.
Berdasarkan penjelasan di atas, air masuk dalam kategori kepemilikan umum. Jelas bahwa tidak dibenarkan dalam hukum syara untuk memiliki air secara individu maupun dikuasai swasta. Negaralah yang bertanggung jawab untuk mengelolanya, sehingga dapat menjamin ketersediaan air bersih untuk rakyat. Tentu saja secara gratis karena kepala negara di dalam Islam adalah pelayan dan pelindung umat, orang yang mendedikasikan dirinya demi kemaslahatan umat dengan menggunakan hukum syariat Islam secara kaffah.
Keberadaan sistem kapitalisme yang ditopang oleh judi dan riba sudah seharusnya dicampakkan oleh kaum muslimin. Bukan hanya karena sistem ini cacat bawaan sedari lahir, tetapi karena rusak dan merusak.
Berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang berasal dari Sang Khalik (Allah Swt), yang di dalamnya dipenuhi dengan keberkahan. Di dalam sistem Islam dijelaskan secara gamlang bagaimana proses pemasukkan ataupun pengeluaran harta. Adapun tempat untuk mengelola pemasukkan dan pengeluaran/pembelanjaan harta itu disebut Baitul Mal.
Sumber pemasukan harta di dalam Islam tentu saja bukanlah pajak sebagaimana hari ini yang dijadikan sebagai pendapatan utama negara.
Sumber-sumber pemasukkan harta di dalam pun sangat banyak, seperti dari fai’, ghanimah, kharaj, jizyah, hasil pengelolaan dari sumber daya alam dan lain sebagainya. Oleh karena itu, sudah saatnya kaum Muslim mengambil peran dan langkah konkrit untuk menjadi pejuang kebenaran, pejuang agama Allah untuk menerapkan aturan Islam secara kaffah (totalitas).
Wallahu’alam bishowwab.
Oleh: Novita Mayasari, S.Si.
Sahabat Tinta Media