Tinta Media - Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra mengatakan, pemerintah Swedia telah melakukan pragmatisme politik untuk mendapatkan dukungan rakyat dengan mengizinkan Poludan membakar Al-Qur’an.
“Tentu saja ini merupakan garis Politik pemerintah Swedia untuk menjaring suara sebanyak-banyaknya, terutama oleh partai-partai ekstrem kanan. Peristiwa ini menunjukkan adanya pragmatisme politik negara-negara Barat untuk mendapat dukungan rakyat dengan cara mengembangkan narasi kebencian kepada Islam dan umat Islam,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (24/1/2023).
Menurutnya, selain itu hal ini menunjukkan adanya kepentingan ideologis, yakni adanya dendam sejarah masa lalu, terutama pada kekalahan perang salib dan dilakukannya konstantinopel oleh Muhammad Al Fatih. Dendam sejarah ini menimbulkan hipokritme masyarakat Barat.
“Peristiwa masa lalu ini merupakan luka mendalam bagi Barat, mereka merasa diperlakukan oleh Islam. Maka, di saat mereka sekarang berkuasa, letupan amarah dan dendam kepada Islam,” ujarnya.
Faktor lain dari pemerintah Swedia mengizinkan pembakaran Al Qur’an oleh Poludan adalah adanya kesalahpahaman masyarakat awam Barat dan Eropa atas Islam disebabkan propaganda politik oleh negara-negara Barat, khususnya Amerika.
“Edukasi tentang Islam juga kurang di Barat, sementara orang-orang Barat cukup skeptis atas agama pada umumnya,” katanya.
"Bagaimanapun peristiwa runtuhnya WTC di Amerika digunakan untuk menghantam Islam dan umat Islam, padahal peristiwa tersebut merupakan rekayasa mereka sendiri. Media-media Barat terus mempropagandakan sehingga dunia terbuai," ujarnya.
Dr. Ahmad berpendapat bahwa berbagai peristiwa yang menyerang Islam dan umat Islam akibat dari kelemahan umat Islam karena tidak memiliki institusi negara sehingga dijadikan Barat sebagai kesempatan untuk terus melancarkan serangan.
“Meskipun Iran pernah menetapkan hukuman mati kepada Salman Rusdie, namun hingga kini dia masih hidup. Kelemahan umat Islam inilah yang akan menjadi faktor penistaan Islam dalam jangka panjang,” pungkasnya.[] Ageng Kartika