Persekongkolan Oligarki-Kapitalis Jadi Parasit Carut Marut Dunia Tambang - Tinta Media

Jumat, 03 Februari 2023

Persekongkolan Oligarki-Kapitalis Jadi Parasit Carut Marut Dunia Tambang





Tinta Media - Dilansir dari www.koranbanjar.net
(30/01/2023) terjadi aksi unjuk rasa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII) di depan gedung DPRD Kalimantan Selatan. Para mahasiswa mengajukan
penolakan terhadap pertambangan batu bara di desa Kandangan Lama, Kecamatan
Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Penolakan ini terjadi
karena dampak tambang batubara membuat jembatan vital jalur jalan usaha tani
setempat menjadi hancur. Air sungai mengalami pencemaran dan keruh. Ada tiga
poin tuntutan yang diajukan yaitu menolak aktivitas pertambangan, meminta
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI mencabut izin analisis
dampak lingkungan perusahaan, serta meminta Menko Polhukam RI mendengarkan
suara masyarakat dalam menolak pertambangan batu bara.



Kasus
kerusakan lingkungan dan kerugian yang dialami masyarakat terkait aktivitas
tambang tidak sekali ini terjadi. Pertambangan yang minim visi kemaslahatan
rakyat menjadi sebuah polemik tersendiri di negeri ini. Ironisnya usaha
pertambangan ini semua memiliki izin resmi, dan mendapat persetujuan dari sisi
analisis dampak lingkungan. Sangat mudah untuk mengeruk isi bumi tanpa melihat
lagi dampak jangka pendek dan panjang, demi mendapatkan keuntungan bagi para
pemilik modal atau pengusaha pertambangan.



Didukung
oleh undang-undang Minerba yang revisinya penuh dengan kontroversi di tahun
2020. Beberapa pasal yang dianggap karet dan hilang, menjadikan lingkar pembela
lingkungan hidup dan masyarakat tak memiliki kuasa menolak secara frontal
sebuah usaha pertambangan. Bahkan pasal 162 dan 164 UU Minerba memberikan
sanksi tegas bagi pihak yang menolak pertambangan. Pasal 165 UU Minerba lama
yang berisi tentang sanksi korupsi bagi pejabat yang korupsi IUP, IPR, atau
IUPK juga menghilang, sehingga memberikan peluang yang luas untuk korupsi.



Beberapa pasal terkait luas daerah
tambang, dan perpanjangan izin tambang juga menjadi kontroversi. Hal ini
membuat banyak pihak yang menganggap UU Minerba yang dipakai sebagai payung
hukum bagi pertambangan di Indonesia, tidak memiliki visi kemaslahatan untuk
lingkungan hidup dan rakyat. Undang-undang ini lebih memihak kepentingan para
pengusaha tambang, yang notabene adalah pihak swasta.



Jika diambil sebuah benang merah
permasalahan tambang di Indonesia semata karena prinsip kapitalisme liberal
yang dianut oleh Indonesia saat ini. Prinsip ini tentu saja akan tetap
mementingkan para pemilik modal dan pengusaha. Mereka sudah mengeluarkan modal
untuk para pejabat yang naik ke tampuk kekuasaan, jadi tak salah jika para
pejabat ini akan membuat regulasi yang akan menguntungkan para penyumbang dana.
Dengan prinsip ekonomi kapitalisme yang berasaskan manfaat, selama itu
menghasilkan uang dan keuntungan, maka tak masalah bagi mereka untuk merusak
lingkungan dan menginjak-injak rakyat, dengan dalih apa pun.



Sumber daya alam merupakan milik umum
atau milik rakyat, apalagi jika dalam jumlah besar. Semua dikelola oleh
pemerintah sebagai pelayan dan pengurus urusan umat, demi kemaslahatan rakyat
banyak. Sumber daya alam ini hasilnya akan dikelola ke dalam bentuk bahan yang
murah, dalam bentuk subsidi untuk rakyat dalam pemenuhan kebutuhan primer. Bukan
diberikan peluang atau dilelang kepada pihak swasta demi memperkaya kantong
pengusaha dan pemilik modal sendiri. Ibarat makanan yang beraneka ragam di atas
meja, rakyat hanya mendapat remah-remahnya saja.



Haram sumber daya alam ini diberikan
hak kelolanya terhadap korporasi swasta/individu. Ketegasan tentang hak
kepemilikan ini tidak akan memberikan ruang bagi para oligarki untuk merampas
hak milik umum/rakyat. Pengelolaan sumber daya alam harus melalui analisis
dampak lingkungan yang memihak kepentingan rakyat. Tidak memberikan kerugian
pada rakyat, dan hasil pemanfaatannya untuk rakyat serta pemenuhan kebutuhan
dan kas negara. Bukan pemenuhan kantong para pengusaha oligarki yang selama ini
berlindung di belakang para penguasa.



Persekongkolan oligarki politik
dengan para pemilik modal inilah yang menjadi parasit carut marutnya dunia
pertambangan. Para predator oligarki ini menggunakan demokrasi sebagai alat
untuk mendapatkan pengesahan atas apa yang akan mereka lakukan di dalam negeri
ini. Ketidakdilan atas kepemilikan sumber daya alam di Indonesia akan
melahirkan konflik, kekerasan, perampasan, kemiskinan, kerusakan dan
terhentinya pembangunan.



Oleh : Hayyin

Sahabat Tinta Media 





Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :