Tinta Media - Muslimah Media Center (MMC) menilai bahwa kesehatan adalah salah satu hal yang paling penting dan harus diutamakan oleh sebuah negara sebab kesehatan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat di negara tersebut.
“Kesehatan itu salah satu hal penting yang harus diutamakan negara sebab kesehatan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat,” ujarnya dalam Serba-Serbi MMC: Indonesia Darurat Dokter, Tanggung Jawab Negara di Bidang Kesehatan Gagal? Senin (6/2/2023) di kanal YouTube Muslimah Media Center.
Menurutnya, semakin sehat penduduknya maka negara tersebut makin Sejahtera. Namun ironisnya saat ini, lanjutnya Indonesia berada dalam urutan 139 dari 194 negara dalam rasio jumlah dokter baik dokter umum maupun spesialis. Padahal rasio ideal atau garis emas rasio jumlah dokter adalah 1 per 1000 atau 1 dokter per 1000 orang. “Angka terakhir yang didapatkan dari WHO dan juga World Bank Ratio, Indonesia berada pada 0,47/1000. Angka ini menjadikan Indonesia menjadi negara yang mengalami darurat dokter jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya,” bebernya.
Narator mengungkapkan jika Indonesia berada di posisi terbawah ketiga yaitu di bawah dari Malaysia 1,54 dan Singapura 2,29, bahkan masih jauh di bawah Vietnam yakni 0,83. “Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia jauh berada di bawah negara lain dalam masalah kurangnya jumlah dokter terutama dokter spesialis dan sub spesialis,” ucapnya.
Narator juga menilai Indonesia gagal memenuhi Golden Line dan disimpulkan bahwa Indonesia gagal bertanggung jawab kepada rakyatnya di bidang kesehatan. “Dengan fakta ini tak heran jika banyak warga negara Indonesia yang malah memilih berobat ke luar negeri karena berbagai alasan,” tuturnya.
Ini, menurutnya karena ada banyak faktor pemicunya mulai dari mencari teknologi tertentu hingga mencari keahlian spesialis tertentu sebab negara lain memiliki pelayanan kesehatan dengan berbagai pilihan. “Padahal dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat 3 disebutkan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan umum yang layak,” jelasnya.
Narator membeberkan salah satu kunci penting sistem kesehatan tersebut adalah Jumlah dokter yang ada. Menurutnya, minimnya jumlah dokter tidak lepas dari sistem kesehatan yang diterapkan di negeri ini yakni sistem kesehatan kapitalis.
“Sistem kapitalisme di dunia kesehatan menempatkan Kesehatan sebagai industri yang pelayanannya diperjualbelikan. Penyediaan fasilitas kesehatan dan sumber daya manusia di bidang kesehatan pun juga dibangun atas paradigma untung rugi,” ulasnya.
Narator mengungkapkan tak heran jika untuk menjadi tenaga kerja kesehatan seperti dokter membutuhkan biaya pendidikan besar, yang harus ditanggung oleh orang tua peserta didik, kemudian setelah lulus dari pendidikan kesehatan mereka akan masuk di dunia kesehatan yang sudah di kapitalisasi. “Pantaslah jika dikatakan bahwa potensi intelektual muslim telah terbajak oleh kepentingan bisnis industri kesehatan. Ilmu didedikasikan hanya untuk bisnis industri Global. Kehidupan di desain untuk memberdayakan kehidupan manusia dengan menghidupkan mesin-mesin pemutar uang untuk industri kesehatan ala kapitalis,” imbuhnya.
Narator menandaskan bahwa inilah kegagalan sistem kapitalisme yang menjadikan sumber sumber daya alam bahkan sumber daya manusia sebagai aset bagi mekanisme putaran pasar atau uang semata. “Sungguh dalam sistem kapitalisme, negara jauh dari fungsi utamanya sebagai ro’in atau pengurus umat yang sesungguhnya, yang harus menyediakan layanan kesehatan memadai dan mudah dijangkau oleh semua pihak,” terangnya.
Gambaran pemimpin yang dibentuk oleh sistem demokrasi kapitalis, narator pastikan sangat berbeda dengan sistem Islam yang diterapkan di bawah institusi Khilafah Islam . Institusi Khilafah yang dipimpin khalifah adalah penanggung jawab pelayanan publik. Khilafah wajib menyediakan sarana kesehatan Rumah Sakit obat-obatan tenaga medis dan sebagainya secara mandiri itu adalah tanggung jawabnya.
Ia mengutip sebuah hadits Rasulullah Saw. riwayat al Bukhari : “Imam adalah pemelihara urusan rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” Selain itu, ia juga menyampaikan dalam hadits riwayat Muslim bahwa Rasulullah Saw. dan para khalifah telah melaksanakan sendiri layanan kesehatan. Rasulullah sebagai kepala negara di Madinah pernah mendatangkan dokter untuk mengobati Ubay ketika beliau mendapatkan hadiah dokter dari Raja Muqauqis. Dokter tersebut beliau jadikan sebagai dokter umum bagi masyarakat dan gratis,” tambahnya.
Narator menegaskan semua hadits Rasulullah tersebut merupakan dalil bahwa pelayanan kesehatan wajib dilakukan negara dan bukan yang lain. Negara harus mandiri dan tidak bersandar maupun bekerja sama dengan pihak lain atau swasta. “Allah Swt. juga telah memberikan tanggung jawab dan kewenangan penuh kepada pemerintah atau khalifah untuk mengelola penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan Pendidikan termasuk pendidikan kedokteran. Tugas Mulia ini tidak boleh dilalaikan sedikitpun apapun alasannya,” urainya.
Semua hal di atas, narator juga menggambarkan sistem pendidikan Islam termasuk pendidikan kedokteran benar-benar sempurna pada tataran input proses maupun output. Kebijakan sistem pendidikan Khilafah yang bebas biaya dan kurikulum yang dibangun berdasarkan akidah Islam mampu mencetak dokter yang profesional dan bertakwa.
“Dari sistem Islam-lah akan lahir para dokter yang mampu memenuhi kebutuhan negara baik dari segi jumlah maupun kompetensi. Para dokter dengan kompetensi terbaik akan ditugaskan pada institusi-institusi pelayanan kesehatan Khilafah. Mereka digaji secara patut dan diberi tugas sesuai kompetensinya. Demikianlah hanya Khilafah yang mampu tampil sebagai perisai dan pengurus segala urusan umat, termasuk dalam menyediakan tenaga kesehatan yang memadai dan berkualitas,” pungkasnya.[] Erlina