Menolak Fiqih Peradaban karena Tidak Bersumber dari Hukum Islam - Tinta Media

Minggu, 19 Februari 2023

Menolak Fiqih Peradaban karena Tidak Bersumber dari Hukum Islam

Tinta Media - Islam adalah agama sempurna yang tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, tapi juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, serta dengan manusia yang lain dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Islam mengatur semua aspek kehidupan mulai dari hal kecil, mau masuk kamar mandi, sampai kehidupan bernegara. Aturan dalam Islam konsisten sesuai dengan hukum syara' yang berlaku sejak diturunkannya kepada Rasullulah Muhammad SAW, sampai akhir jaman. Jadi, tidak ada perubahan dalam fiqih Islam dan tidak perlu ada revisi ataupun menghilangkan ajaran Islam karena dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman. 

Fakta atau kondisi saat ini yang tidak sesuai dengan fiqih Islam yang harus diubah agar sesuai dengan ajaran Islam yang lurus dan mulia.  Hukum syara' akan membawa kebaikan pada umat manusia. Saat hukum Islam diterapkan secara kaffah, disitulah Islam akan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Sebaliknya, meninggalkan fiqih Islam dengan dalih untuk kemaslahatan hanya akan merusak tatanan kehidupan yang akan membawa kerusakan. Hanya dalam sistem khilafah, Islam bisa diterapkan secara kaffah, sehingga fiqih peradaban yang menolak khilafah bukanlah fiqih Islam yang wajib ditolak. 

Fiqih peradaban yang tidak bersumber dari hukum Islam wajib ditolak, karena berani mempermasalahkan dan bahkan menolak ajaran Islam, khilafah. Bagaimana bisa fiqih Islam tidak sepakat dengan khilafah. Padahal, hanya sistem Islam, khilafah, yang akan mampu menerapkan hukum Islam secara kaffah. Sebaliknya, sistem demokrasi terbukti tidak mampu melakukannya, bahkan banyak hal yang dilarang dalam Islam dilegalkan dalam sistem demokrasi.

Ingatlah sesuatu yang dianggap maslahat dari pemahaman manusia yang berfikir pragmatis, tidak selamanya membawa kebaikan. Sebaliknya, sesuatu yang dianggap tidak baik karena tidak sesuai dengan keinginan manusia, bisa jadi sesuatu yang membawa kebaikan jika itu diperintahkan dalam syariat Islam. Padahal Allah maha mengetahui, sedangkan manusia tidak. Dalam surat Al-Baqarah Allah SWT berfirman, yang artinya: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 216).

Sebagai contoh, riba dijadikan solusi dalam masalah ekonomi, padahal itu dosa besar yang bisa mendatangkan adzab pedih karena dalam sistem demokrasi bahkan praktik riba dilakukan oleh negara. Belum lagi, zina dan penyimpangan perilaku lainnya yang dianggap biasa dan dilegalkan selama tidak ada yang merasa dirugikan, dilakukan suka-sama suka. Dosa besar dianggap biasa dalam sistem yang menjadikan kemaslahatan dan kebebasan sebagai landasan dalam menentukan kebenaran. Apakah kondisi jahiliyah yang rusak dalam sistem demokrasi yang ingin kita pertahankan dengan dalih kebebasan dan kemaslahatan? Di dalam al-Qur'an surat  al-Ma'idah ayat 50, Allah SWT berfirman, "Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?

Tentunya sebagai muslim sejati pasti menginginkan kehidupan Islami yang mendorong penduduknya beriman dan bertaqwa sehingga menjadi alasan pintu berkah dari langit dan bumi, bukan adzab pedih yang berupa bencana alam; gempa bumi, tanah longsor maupun banjir bandang yang menimpa tidak hanya mereka yang ahli maksiat tapi semua orang yang tinggal dalam sistem kapitalisme demokrasi yang membiarkan kemaksiatan dengan dalih kemaslahatan dan kebebasan

Tentunya jika kita masih punya iman, kita pasti menginginkan diatur dengan hukum Islam secara kaffah, karena kita yakin tanpa sedikitpun keraguan bahwa penerapan Islam secara kaffah akan membawa kebaikan pada seluruh umat manusia, dan Islam akan menjadi rahmatan lil Al-Amin. Hidup berkah, mudah dan dijauhkan dari adzab pedih karena penduduknya yang beriman dan bertaqwa. 

Kita pun tahu sistem ekonomi Islam berkah dan mensejahterakan untuk seluruh rakyat. Sebaliknya sistem ekonomi kapitalisme demokrasi lebih berpihak pada oligarki. Swasta asing bebas menguasai sumber kekayaan alam negeri, sementara rakyat harus membayar pajak sebagai sumber pendapatan APBN. Hidup di bumi yang memiliki kekayaan melimpah tapi rakyat tidak ikut menikmatinya. Kekayaan alam dinikmati oleh oligarki dan sebagian dikorupsi. Negeri dianggap kebangkrutan karena salah urus negeri ini dengan sistem demokrasi. 

Hukum dalam sistem Islam menjamin keadilan untuk semua orang. Hukum tidak tebang pilih, tegas dan keras bagi pelaku kejahatan, tanpa pandang bulu. Hukum konsisten berlaku sepanjang waktu. Hukum juga berlaku dimana saja tidak mengenal perbedaan tempat. Siapapun yang melanggar hukum akan mendapatkan sanksi setimpal sesuai perbuatanya tidak perduli dia anak pejabat, bahkan seorang khalifah memiliki kedudukan sama dengan rakyat biasa dihadapan pengadilan yang adil. 

Kemaslahatan seperti apa yang kita harapkan dari sistem kapitalisme demokrasi yang tidak berpihak pada rakyat tapi penguasa dan oligarki. Sumber daya alam yang harusnya untuk kesejahteraan rakyat diserahkan pada swasta asing. Kekayaan alam milik umat diserahkan pada swasta sungguh tindakan yang dzalim. Persekusi dan kriminalisasi juga marak terjadi pada siapa saja yang militan pada agamanya. Tuduhan radikal, intoleran dan makar sering ditujukan pada mereka yang menginginkan perubahan hakiki. Sebaliknya, mereka sendiri sering melanggar aturan yang sudah sepakati. Slogan NKRI harga mati terus didengungkan sementara pelanggaran terhadap konstitusi terus dilakukan.

Oleh: Mochamad Efendi
Sahabat Tinta Media 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :