Tinta Media - Hingar-bingar program petani milenial di Jawa Barat (Jabar) ternyata tak seindah kenyataan. Ini karena ternyata ada sejumlah peserta program unggulan Pemprov Jabar yang mengalami masalah pelik sehingga harus berurusan dengan pihak bank.
Para pemuda usia 19-39 tahun ikut terlibat dalam program petani milenial tersebut dan mendapatkan akses permodalan sampai pembeli hasil (offtaker) . Program ini bertujuan untuk melahirkan generasi tenaga kerja di bidang pertanian yang diluncurkan pada Maret 2021.
Rizal adalah salah seorang yang bergabung dalam program tersebut. Ia menceritakan tentang adanya kejanggalan dan kesemrawutan program ini. Ia merasa tertipu karena janji-janji yang diberikan ternyata tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan Kamis.
(BANDUNG, KOMPAS.com).
Lagi-lagi rakyat jadi korban program yang dicanangkan pemerintah. Masyarakat yang tergabung dalam program petani milenial merasa tertipu dengan kejadian ini. Solusi yang ditawarkan oleh pemerintah mungkin memberikan angin segar untuk melahirkan generasi hebat dalam sektor pertanian. Namun, ternyata tidak semanis yang diharapkan.
Ini karena fakta di lapangan justru semrawut, banyak kekacauan, serta tidak konsisten dengan apa yang sudah dijanjikan. Ini terjadi mulai dari pengiriman barang (induk tanaman) yang molor sehingga harus kehilangan satu siklus panen. Selain itu, mereka diberi akses permodalan lewat kredit usaha rakyat (KUR). Namun, dananya tak dapat di ambil langsung dalam bentuk uang.
Fakta di atas sedikitnya bisa membuka mata kita tentang buruknya kinerja dalam sistem pemerintahan ala kapitalis sekuler liberal. Pemerintah hanya sebagai regulator saja. Ujung-ujungnya, para kapital yang mengambil keuntungan atau manfaat dari program tersebut.
Alih-alih berhasil mencetak generasi sektor pertanian, justru kekecewaan yang dirasakan anggota tak terelakkan . Bukannya untung, malah buntung. Begitu kira-kira yang dirasakan oleh Rizal dan teman-teman dalam keluhannya.
Terlihat jelas bahwa sistem yang diterapkan sekarang ini (Sekuler) tidak mampu menyelesaikan masalah yang terjadi. Yang ada justru terjadi ketidakadilan dan penderitaan rakyat. Kondisi tersebut akan selalu dihadapi. Ini karena sistem yang ada sekarang menjauhkan agama dari kehidupan, sehingga tidak adanya kesadaran hubungannya dengan Allah.
Inilah yang menyebabkan manusia bertindak sewenang-wenang tanpa memperhatikan hukum asal perbuatan. Mereka tidak berpikir apakah perbuatan itu melanggar syariat atau tidak. Terbukti dengan masih adanya praktik ribawi dengan akses kredit usaha. Hasilnya justru rakyat terjerumus ke dalam perkara yang di larang Allah Swt. Mereka menjerumuskan generasi ke dalam dosa secara terstruktur. Itu yang belum dipahami oleh sebagian orang.
Jelaslah bahwa solusi yang ditawarkan hanya sebuah ilusi belaka. Ini karena tabiat sistem dekuler memang rusak dan merusak, sangat bertolak belakang dengan sistem Islam dengan serangkaian hukumnya.
Islam adalah sistem sempurna yang datang dari Allah untuk mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk sektor pertanian. Seorang pemimpin adalah pengurus rakyat yang dipimpinnya. Pemimpin mempunyai tanggung jawab yang berat atas rakyat yang dipimpinnya.
Dalam Islam, Khalifah akan memberikan subsidi untuk membangun sarana dan prasarana sektor pertanian, dari mulai insfratruktur pembangunan jalan dan sarana perairan agar distribusi lancar, menyiapkan bibit unggul berserta pupuknya dengan baik agar hasilnya maksimal, mengatur lahan pertanahan agar terus bisa berproduksi. Ini dilakukan dengan tidak membiarkan tanah mati.
Ini berarti, jika ada tanah yang dalam jangka waktu tertentu tidak diurus oleh pemiliknya, maka Khalifah memberikan izin kepada rakyat yang mampu dalam bidang tersebut untuk mengelola lahan mati tersebut. Dengan begitu, lahan pertanian akan terus dikelola sehingga akan menghasilkan terus menerus.
Selain itu, negara hanya menggunakan sektor riil saja sehingga tidak ada sektor nonriil, yaitu pasar saham dan praktik ribawi seperti bank.
Seorang pemimpin (Khalifah) juga akan menjaga kestabilan harga dengan cara, melarang rakyat menimbun dan tidak melakukan intervensi harga. Sanksi yang tegas akan membuat individu-individu dan pemangku jabatan takut untuk melanggar syariat. Hal ini karena mereka sadar bahwa tindak-tanduk mereka akan mendapatkan hisab di yaumil akhir.
Oleh sebab itu, mari para pemuda milenial berpikir secara benar dengan bimbingan keimanan yang meletakkan kedaulatan berada di atas syara' ( syariat) sehingga pemuda akan mampu menjadi sosok yang visioner dan terbebas dari cengkeraman liberalisme, budak materialisme.
Pemuda adalah agen perubahan yang siap berkontribusi dalam segala aspek kehidupan sebagai pemimpin, bukan pengekor. Hanya Khilafah Islamiyyah yang bisa mewujudkan landasan berpikir secara mendalam dan benar, yaitu akidah Islam yang akan mendorong pemuda untuk berkarya di dunia dan agama dengan tujuan menggapai rida Allah Swt. Wallahu a'lam bishawab.
Oleh: Dartem
Sahabat Tinta Media