Tinta Media - Ulama Aswaja KH. Rokhmat S. Labib menjelaskan bahwa masalah perzinaan bukan hanya tanggung jawab individu tapi juga negara.
“Perzinaan ini merupakan kejahatan besar, maka seharusnya yang punya kepedulian dan tanggung jawab bukan hanya individu saja tapi juga negara,” tuturnya dalam kajian Tafsir al-Wa'ie: Menghentikan Zina Butuh Negara Rabu (18/1/2023) melalui kanal Youtube Khilafah Channel Reborn.
Menurutnya, ayat al-qur’an yang melarang untuk mendekati zina, tidak hanya ditunjukkan kepada individu-individu, tapi juga perintah kepada kaum muslimin yang dijalankan oleh negara untuk menghukum pelakunya.
“Faktanya, tidak semua orang bisa menjauhi perzinaan karena imannya lemah, maka penerapan sanki cambuk (jilid) 100 kali bagi para pelaku zina dalam surat an-Nuur ayat 2 ini ditujukan kepada kaum muslimin atau para amir yang mengurusi kaum muslimin,” tuturnya.
Tugas utama penguasa adalah menerapkan hukum Allah Swt. “Al Imam al-mawardi mengatakan Al imamatullah, yakni tugas seorang pemimpin itu adalah menjadi pengganti kenabian dalam dua hal, yaitu menjaga agama dan menegakkan hudud (iqomatul hudud),” ungkapnya.
Ia mengatakan, kalau ada hukuman yang keras terhadap pelaku zina, maka perzinaan tidak akan merajalela. “Jika hukuman yang keras itu terjadi, maka akibatnya zina tidak merajalela. Mungkin dia tidak terlalu takut dengan azab akhirat karena tidak terlalu beriman kepada Al-Qur’an, tapi dia tidak berani melakukan zina karena takut dicambuk atau dirajam,” jelasnya.
Selain menerapkan hukum Allah Swt, negara tidak membiarkan rakyat memiliki keimanan yang lemah. “Negara tidak hanya menghukum pelaku zina, tapi juga harus melakukan pembinaan terhadap akidah Islam, pendidikan di keluarga, di masyarakat, termasuk di sekolah-sekolah kepada umat supaya imannya tidak lemah, pada saat yang sama negara mencegah berbagai macam hal yang bisa mengundang munculnya syahwat seperti konten-konten porno pada media,” tuturnya.
Hukuman keras bagi pelaku zina, lanjutnya, tidak boleh diubah dengan bentuk hukuman lain, karena rasa iba terhadap pelakunya.
“Allah mengatakan dalam ayat ini, rasa iba kepada keduanya itu membuat kamu tidak melaksanakan dalam mencegah kalian untuk melaksanakan hukum Allah Swt, berarti kamu tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Nah, ini menjadi qarinah yang menunjukkan bahwa hukuman cambuk bagi pezina hukumnya fardhu (wajib) dan pelaksanaannya harus disaksikan di hadapan sekelompok kaum muslimin,” jelasnya.
Hudud jika dilaksanakan memiliki dua fungsi, yakni sebagai jawazir (pencegah) dan jawabir (penebus).
“Hudud memiliki fungsi, pertama sebagai jawazir (pencegah), memberikan efek lebih besar yang dirasa yakni selain hukuman fisik juga psikis (malu) untuk mengulang kembali dan bagi orang lain yang menyaksikan juga tidak berani untuk melakukan yang serupa. Kedua sebagai jawabir (penebus), kalau sudah dihukum di dunia maka hukuman kepada pelakunya pada perbuatan tersebut diamaafkan Allah Swt. Nabi mengatakan bahwa bagi dia, itu sudah menjadi kafarat dunia atau menjadi penghapus. Ini didasarkan dalam hadits Nabi saw dari hadits riwayat Imam Ahmad, disebutkan bahwa satu had (hudud) saja yang ditegakkan di muka bumi lebih baik bagi manusia dibandingkan dengan diguyur hujan selama 30 hari atau 40 pagi,” pungkasnya. [] Evi