Tinta Media - Ulama Aswaja KH. Rokhmat S. Labib menyatakan bahwa Al-Qur'an memberikan pemikiran yang begitu sistematis dan runut.
"Ayat ini, yang kita bahas ini, kalau kita lihat, Al-Qur'an itu memberikan pemikiran yang begitu sistematis dan runut," tuturnya dalam Kajian Tafsir al-Wa'ie: Al-Qur'an itu Mulia, Tak Pantas Dihina dan Dicampakkan, Rabu (25/1/2023) di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn.
Kiai Labib mengajak untuk memperhatikan surah Al Waqiah ayat 57 - 74 bahwa pertama sekali memastikan bahwa pasti akan terjadi kiamat. Ketika terjadi, manusia akan dibangkitkan menjadi 3 golongan. Dua kelompok berada dalam surga dan satu kelompok berada dalam neraka. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menunjukkan kemahakuasaan-Nya, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala menghidupkan tanaman maka Allah Subhanahu wa Ta'ala juga mampu menghidupkan manusia ketika sudah mati, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala mampu menurunkan air dan dengan air itulah Allah Subhanahu wa Ta'ala menghidupkan berbagai macam tanaman maka Allah Subhanahu wa Ta'ala juga menghidupkan orang dan seterusnya. "Ayat ini mengingatkan tentang kebenaran semua berita yang disampaikan Al-Qur'an," terangnya.
Ia melanjutkan bahwa dalam Al Waqiah ayat 75 bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Ayat ini tidak langsung menggunakan kata aku bersumpah tapi diawali dengan _la_ Nafi, yang menidakkan. Namun sebenarnya ayat ini bukan menafikan sumpah yang berarti Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak bersumpah tetapi untuk menegaskan sumpah. "Jadi ketika dihadapkan dengan sumpah tadi maka memiliki warna mengokohkan, menguatkan," jelasnya.
Ia mengungkapkan bahwa ada beberapa penjelasan mengapa _la_ itu menjadi _zaidah_ dan memiliki fungsi _li taukid_ karena perkara itu perkara yang sangat jelas sehingga tidak perlu bersumpah. "Kalaupun bersumpah, itu menunjukkan bahwa perkara itu sudah sangat benar sehingga sumpah itu seolah-olah untuk menekankan saja," tukasnya.
Nah, bersumpah ini, lanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Kesamaan Alquran dengan bintang itu menunjukkan arah agar manusia tidak kehilangan arah. Demikian juga fungsi Alquran adalah memberikan petunjuk, kepada kita mana yang benar mana salah, mana hak mana batil, mana halal mana haram, yang menunjukkan surga dan neraka. Namun bedanya bintang berikan petunjuk dalam kegelapan yang sifatnya indrawi. "Jadi betapa Alquran itu sebenarnya kalau kita lihat, masyaaAllah susunannya itu luar biasa. Jadi antara satu ayat dengan ayat lainnya itu ada keterkaitan relevansi yang sangat erat," terangnya.
"Al-Qur'an disebut la Qur'anu. Qur'an itu bentuk masdar (tulisan). Kalau secara bahasa, qur'an _bi makna_ makru', yang dibaca. Sama dengan kitab-kitab itu, _masdar_ tulisan, tapi maknanya _maktub_ yang ditulis," paparnya.
Ia menambahkan bahwa Al-Qur'an ada beberapa nama, ada Al-Qur'an, ada alkitab, ada Al Zikr, ada Al Furqon, ada at Tanzil. Makna atau kata yang paling sering digunakan dalam Qur'an itulah Qur'an dan kitab. Sebagian ulama mengatakan mengapa disebut Qur'an dan kitab, itu memberikan isyarat bahwa Qur'an itu harus dijaga dalam dibaca dan juga dalam bentuk tulisan. "Jadi Alquran itu terjaga sampai yaumil qiyamah karena dijaga dengan dua Ibrani yaitu dihafal tapi sekaligus ditulis, ditulis tapi sekaligus dihafal dan bagi kita nggak hanya sekedar ditulis tapi juga harus dibaca," bebernya.
Ia juga menekankan bahwa kalau berita dalam Alquran itu pasti benar walaupun tidak masuk akal. Berita dalam Alquran sudah dipastikan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala maka itu sesuatu yang pasti benar. "Berita tentang hari kiamat beserta semua kejadian ada dalam Alquran dan dalam ayat ini memastikan Qur'an itu benar," tegasnya.
Qur'an yang mulia kalau disebut Karim, disebutkan itu adalah menghimpun semua sifat kebaikan. Berarti tidak ada kebohongan, tidak ada kedustaan, tidak ada namanya kontradiksi dan segala yang jelek. Mesti semuanya bagus. "Pastilah kalau berita itu benar, kalau hukum pastilah adil," tandasnya. []Ajira